Jumat, 04 Mei 2012

Abdul Hadi W. M.: ANAK LAUT ANAK ANGIN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Anak Laut Anak Angin
Penulis : Abdul Hadi W. M.
Cetakan : -
Penerbit : -
Tebal : 137 halaman (106 judul puisi)
Tata rupa dan grafiti : Mochtar Apin

Beberapa pilihan puisi Abdul Hadi W. M. dalam Anak Laut Anak Angin

Sajak Samar

Ada yang memisah kita, jam dinding ini
ada yang mengisah kita, bumi bisik-bisik ini
ada. Tapi tak ada kucium wangi kainmu sebelum pergi
tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri

1967


Madura

Angin pelan-pelan bertiup di pelabuhan kecil itu
ketika tiba, dengan langit, pohon, terik, kapal
dan sampan yang tenggelam di pintu cakrawala
Selamat pagi tanah kelahiran
Sebab aku tak menghitung untuk ke berapa kali
Kapan saat menebal pada waktu
Sebab aku tahu yang paling berat adalah rindu
Sangsi selalu melagukan hasrat dan impian-impian
Dan adakah yang lebih nikmat daripada bersahabat
dengan alam, dengan tanah kelahiran, dan
dengan kerja serta dengan kehidupan?
Aku akan mengatakan, tapi tidak untuk yang penghabisan:

Ketenangan Selat Kamal
adalah ketenangan hatiku
membuang pikiran dangkal
yang mengganggu sajakku

kurangkul tubuh alam
seperti mula kelahiran Adam
sedang sesudah mengembara
baiklah kita rahasiakan

dari perjalanan ini
aku membawa timbun puisi
bahwa aku selalu asyik mencari
keteduhan mimpi

kebiruan Selat Kamal
adalah kebiruan sajakku
dan terasa hidup makin kekal
sesudah memusnah rindu

Sapardi Djoko Damono: MATA PISAU


Data buku kumpulan puisi

Judul : Mata Pisau
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Cetakan : I, 1982
Penerbit : PN Balai Pustaka, Jakarta
Tebal : 66 halaman (51 judul puisi)
Perancang Sampul : Hanung Sunarmono SD

Beberapa pilihan puisi Sapardi Djoko Damono dalam Mata Pisau

Telor

Ada sebutir telor tepat di tengah tempat tidurmu yang putih rapih,
        Kau, tentu saja, terkejut ketika pulang malam-malam dan
        melihatnya di situ. Barangkali itulah telor yang kadang hilang
        kadang nampak di tangan tukang sulap yang kautonton sore
        tadi.
Barangkali telor itu sengaja ditaruh di situ oleh anak gadismu atau
        isterimu atau ibumu agar bisa tenteram tidurmu di dalamnya.


Taman Jepang, Honolulu

inikah ketentraman? Sebuah hutan kecil:
jalan setapak yang berbelit, matahari
yang berteduh di bawah bunga-bunga, ricik air
yang membuat setiap jawaban tertunda


Percakapan Malam Hujan

Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung
        berdiri di samping tiang listrik.
Katanya kepada lampu jalan, “Tutup matamu dan tidurlah. Biar
        kujaga malam.”

“Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara
        desah; asalmu dari laut, langit, dan bumi; kembalilah, jangan
        menggodaku tidur. Aku sahabat manusia. Ia suka terang.”

Acep Zamzam Noor: DI ATAS UMBRIA


Data buku kumpulan puisi

Judul : Di Atas Umbria
Penulis : Acep Zamzam Noor
Cetakan : I, November 1999
Penerbit : Indonesia Tera, Magelang
Tebal : viii + 82 halaman (44 judul puisi)
ISBN : 979-95428-7-1
Lukisan cover : Acep Zamzam Noor
Disain Cover : Si Ong Harry Wahyu
Epilog : Dr. Faruk (Puisi, Pengembaraan, Kesia-siaan)

Beberapa pilihan puisi Acep Zamzam Noor dalam Di Atas Umbria

Pastoral

Kabut yang mengepungmu
Telah runtuh menjadi kata-kata
Rumah kayu hanya menyisakan dinginnya
Dan sunyi mengendap di sana

Maut bukanlah kabut yang mengendap-endap
Tapi salju
Yang berloncatan bagai waktu
Dan menyumbat pernapasanmu

Beranjaklah dan jangan menengok
Ingin kusaksikan tubuhmu telanjang
Tanpa mantel keyakinan
Menjauh dan semakin menjauh

Kubah mesjid dan runcing menara katedral
Tenggelam di balik perbukitan
Senja mengental dalam gelas kopiku
Dan kureguk sebagai puisi yang pahit

Beranjaklah dan jangan menangis
Obor malam akan mengantarmu pergi
Melintasi jalan kesabaran
Menerobos hutan

Maut bukanlah kata-kata
Tapi doa
Yang memancar bagai cahaya sorga
Dan membakarku tiba-tiba

1991

Hanna Fransisca: KONDE PENYAIR HAN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Konde Penyair Han
Penulis : Hanna Fransisca
Cetakan : I, April 2010
Penerbit : KataKita, Depok.
Tebal : 141 halaman (66 puisi)
ISBN : 978-979-3778-61-7
Editor : Sitok Srengenge
Perancang sampul : Iksana Banu
Penata Letak : Cyprianus Jaya Napiun
Epilog : Sapardi Djoko Damono

Beberapa pilihan puisi Hanna Fransisca dalam Konde Penyair Han

Pasar Beringin

ingat bertahun lalu, nenekku bersanggul debu
menukar sepotong baju dengan sekerat daging
penuh luka

tiga kali bibirnya bergetar pucat
mengunci hentakan dadanya yang mencuat
menjaga martabat

“ada dewa dan leluhur di vihara
mengendap-endap dan mengambil keriput mataku
menjadi batu di surga,” begitu kau berkata

anak-anak tak boleh melihat
rahasia jahanam
dari ribuan mulut pasar saling melontar
riang terbang berkata: “ia pergi bersama lalat-lalat lapar!”

nenek dan surga berdiri dalam bayang ikan
subur telur menyerbu mata yang kabur
sayur dan bumbu
meledak dalam karung beras yang berhambur
menjadi hujan

ini bukan nyanyian nelayan
tapi pelayaran panjang
kolam liur yang berenang menjelajahi lidah

bulan-bulan lalu pergi
tahun-tahun telah lenyap
nenekku bersanggul debu telah hanyut
dalam sejarah asinan asam maram
serta kecut belacan yang diubahnya jadi daging
sehari-hari
dalam teduh mimpi, tempat bertumbuh
anak-anak kelak
yang akan berdoa
dengan mata sejernih
mutiara

“kulitnya menyusut, meninggalkan daging
dan membungkus bajunya kembali
pada asal ia dilahirkan.”

Jakarta, Januari 2010

Kamis, 03 Mei 2012

Maman S. Tawie: KEBUN DI BELAKANG RUMAH


Data buku kumpulan puisi

Judul : Kebun di Belakang Rumah
Penulis : Maman S. Tawie
Cetakan : I, 1995
Penerbit : Pusat Pengkajian Masalah-masalah Sastra (PUSKAJIMASTRA), 
Kalimantan Selatan
Tebal : 51 halaman (38 puisi)
Gambar kulit : Maman S. Tawie
Prolog : Drs. Tarman Effendi Tarsyad

Beberapa pilihan puisi Maman S. Tawie dalam Kebun di Belakang Rumah

Kesuma

Sampai di sini kita, Kesuma
Tiang layar patah dan tumbang
Sampai di sini kita
Di atas bulan tenggelam

Putus semua
Kita bentang lagi temali
Dengarlah, Kesuma
Kecup gelombang sunyi
Di atas bulan lantunkan lagu

Dengarlah, Kesuma
Matahari muram di atas bayang-bayang kita

Sampai di sini kita, Kesuma
Wahai, yang berlalu itu bulan
Di ujung jalan
malam hitam

1975

Rabu, 02 Mei 2012

Ajip Rosidi: CARI MUATAN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Cari Muatan
Penulis : Ajip Rosidi
Cetakan : II, 1975 (cet. I, 1959)
Penerbit : PN Balai Pustaka, Jakarta
Tebal : 88 halaman (31 puisi)
Gambar kulit : Oesman Effendi

Beberapa pilihan puisi Ajip Rosidi dalam Cari Muatan

inilah penyair dengan darah
di matanya

inilah penyair dengan bulan
di tangannya

ia melihat kepadaku
jalan dan kota yang pengap
terbayang

ia merenungi kaca jernih
malam terus menyala
penuh duka

hujan turun gerimis
lidah api menari
jadi kikis


Jante Arkidam

Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam

Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi di lengkungannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam

Di penjudian di peralatan
Hanyalah satu jagoan
Arkidam, Jante Arkidam

Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegad
ean

Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa

Mantri polisi lihat ke mari!
Bakar meja
judi dengan uangku sepenuh saku
Wedana jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak ruji
besi’

Selasa, 01 Mei 2012

Linus Suryadi AG: TIRTA KAMANDANU


Data buku kumpulan puisi

Judul : Tirta Kamandanu: 104 sajak pilihan 1971-1996
Penulis : Linus Suryadi AG
Cetakan : I, Maret 1997
Penerbit : Yayasan untuk Indonesia, Yogyakarta.
Penyunting : Landung R. Simatupang
Editor bahasa : Andi Setiono dan Ana Samhuri
Desain sampul dan gambar isi : Alex Luthfi R
Lukisan :  Rizki Tegar dan Alex Luthfi R  
Tebal : xi + 148 halaman (104 puisi)
ISBN : 979-8681-10
Catatan kaki : Drs. Bakdi Soemanto, SU.

Beberapa pilihan puisi Linus Suryadi AG  dalam Tirta Kamandanu

Kemudian Senyap,
Kemudian Gelap

Kemudian senyap, kemudian gelap
engkau berjalan demikian tegap
Jika hari, engkau tahu, berayun
dalam lena kabut-kabut terbantun

Jatuh di tanah-tanah yang anggun
jatuh kita yang sangsi: Kenapa di sini
Kenapa engkau dan aku bersendiri
suara pun menebak: suaramukah ini?

1971


Baron

Engkau dengarkah di sini: dentum ombak dan karang
gugusan pantai selatan, tepi jurang-jurang dalam
Horison yang jauh , lengkung langit berawan
membias ke laut, dalam, membiaskan permukaan

Engkau dengarkah di sini: dentum ombak dan karang
menembus sungai perlahan, susut muara tenggelam
Gempuran yang bertahan, angin semesta mengemban
perpaduan kasih, dalam, perpaduan dendam

1974