Kamis, 09 Maret 2017

Muhammad Iqbal : ASRAR-I-KHUDI


Data buku kumpulan puisi

Judul : Asrar-I-Khudi
Penulis: Dr.Muhammad Iqbal
Penerjemah : Jimmy Johansyah
Terbit pertama : 1915
Penerbit terjemahan : Jalasutra, Yogyakarta
Cetakan : I, April 2001
Tebal : xxii + 124halaman (24 puisi)
ISBN : 979-96337-0-2
Penyunting : Mujib Hermani
Kulit Muka : Arah Semesta
Ilustrasi : Dinukil dari karya Aguste Rodin (1840-1917)
Tata Letak : Royyan Assyaudi
Pracetak : Alam Rupa, Zaidan Almahdi

Beberapa pilihan puisi Muhammad Iqbal dalam Asrar-I-Khudi

PESAN KEPADA MANUSIA

Bukalah matamu. Pandang dunia, bintang dan angkasa
Lihatlah sang mentari terbit di Timur dengan gembira
Lihatlah kasyaf tak bertudung itu bertabirkan cahaya
Kenangkanlah rindu dendam hari perpisahan
Tapi, jangan engkau lelah berusaha
Tengok perjuangan harap dan cemas
Seisi alam semesta ini adalah milikmu
Kuasailah mereka
Kemarin kau pandang keelokan rupa para malaikat dan bidadari
Pandanglah kini bentukmu dengan cermin waktu
Selintas pandang matamu akan dipahami sang waktu
Dari kejauhan bintang-bintang memandang dirimu
Samudra pikiranmu tak mengenal batas
Nyala api akan melindap ke langit luas
Bangkitlah pribadimu
Nyalamu mengandung cahaya matahari
Dalam senimu terpendam sebuah dunia baru
Jangan terima kenikmatan sorga yang disuguhkan
cuma-cuma untukmu
Sebab sorgamu ada dalam darahmu
Hai, bayang tanah lempung!
Raih pahala tiada hentinya
Sejak awal kejadian tiap dawai kecapimu bergetar
Sejak awal kejadian kaulah si pencari cinta setia
Sejak awal kejadian kau pengenal rahasia
Sejak awal kejadian kau si pekerja keras
Menumpahkan darah
Lalu kembali berdamai
Saksikanlah! Betapa kehendakmu itu
Menentukan nasib alam semesta



ALAM SEMESTA DAN KEKUATAN PRIBADI

Segala bentuk peristiwa adalah akibat dari sang Pribadi
Apapun yang engkau saksikan itu semata sebab rahasia Pribadi
Bila kepribadian bangkit mengatasi kesadaran
Diwujudkannya dunia ide dan pikiran sejati
Ratusan alam melingkup dalam intisarinya
Mewujudkan dirimu melahirkan yang bukan pribadimu
Kepribadian menyemaikan bibit kehendak di atas dunia
Pertama dia anggap dirinya itu bukan dirinya
Dari dirinya dilahirkannya berjenis bentuk lain
Agar menambah warna-warni kenikmatan perjuangan
Dia lemaskan tangannya
Agar dia menyadari tenaganya
Tipu daya terhadap diri sendiri adalah saripati kehidupan
Bagaikan bunga mawar sang pribadi hidup
bermandikan darahnya sendiri
Demi sekuntum mawar dimusnahkannya
ratusan taman mawar
Dan dikatakannya bahwa ratusan keluh-kesah
hendak mencari sebuah lagu
Untuk satu langit diciptakannya ratusan putri bulan
Dan bagi satu lafadz ratusan makna kata
Maaf bagi kelimpahan himmah dan kebengisan ini
Keduanyalah yang membentuk dan menyempurnakan
keindahan rohani
Kecantikan Shirin menyatakan kegelisahan Farhad
Semerbak wangi kembang jeruk mengundang harum muskus
Nasib sang agas mencampakkan dirinya ke dalam nyala pelita
Derita sang agas dinyatakan oleh cinta
Pensil sang pribadi melukis ratusan kekinian
Agar menjelma ajar masa depan
Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim
Agar berkilauan lampu seorang Muhammad.
Subyek, obyek, cara, sebab-musabab –
Seluruhnya da bagi tujuan amal.
Sang pribadi bangkit, menyala, jatuh, cemerlang
dan bernafas.

Membakar, menyinar, berjalan dan lari terpental
Meluaskan ruang waktunya
Dan keabadian semakin melunasi ujudnya
Dia tidur beralaskan tikar ilalang
Malamku lebih panas dari sebuah pagi di padang Mahsyar
Dialah awan berarak bulan April dan akulah tamannya
Pohon anggurku diselimuti hujan
Kusemaikan mataku di padang cinta
Dan aku nikmati buahnya yang dahsyat
Hingga tanah Madinah paling indah tiada duanya:
Ah, berbahagialah kota yang dimukimi oleh
Yang Tercinta

Tenggelam aku menakjubi gaya bahasa Maulana Jami
Sajak dan prosanya menjadi obat bagi masa mudaku
Bertebaran dari tangannya sajak cinta indah memikat
Dan dirangkainya kalung mutiara seolah memuja Mustafa
Muhammad adalah pendahulu alam semesta
Seluruh dunia berbakti kepadanya sebagai tuan mereka
Pancaran kaifayat dari anggur cinta yang sejati
Dan sifat cinta adalah patuh sepatuh-patuhnya
Seperti orang suci dari Bistam yang amat taat
Yang selalu berpuasa dari makanan lezat
Wahai Sang Asyik, berbaktilah engkau kepada Muhammad
Agar engkau dapat menangkap Tuhan
Bersemayamlah sekejap dan Hira Kalbumu
Tinggalkan dirimu dan hijrah kepada Tuhan
Setelah Engkau mendapatkan kuasa-Nya
kembalilah lagi
kepada dirimu
Hancurkan kepala berhala Lat dan Uzza
Himpunkan bala serdadu dengan kekuatan Cinta
Ujudkan dirimu di Bukit Faran cinta
Agar Tuhan dari Ka’bah melimpahkan anugrah-Nya bagimu
Dan terbukalah makna ayat: Inni ja’ilun –
Sesungguhnya
akan kuciptakan kalifah-Ku di muka bumi.


PESAN BAGI PARA SASTRAWAN ISLAM

Gairah meluaplah yang sanggup menggairahkan darah
Debu ini dinyalakan oleh api gairah
Atas kehendaknya anggur murni berbuih dalam anggur kehidupan
Hingga sang hidup berdiri tegak dan terus bergulir
Hidup penuh persaingan
Hanya gairah satu-satunya tenaga pendorong
Untuk turut dalam persaingan itu
Hidup adalah pemburu
Gairah merupakan tali jeratnya
Gairah adalah pesan cinta bagi segala keindahan
Mengapakah gairah terus menggemakan gaung nyanyian hidup?
Untuk segala yang baik, kebaikan dan semua yang indah
Pemimpin kita selalu saja mencarinya di hutan belantara
Bayangnya terkesan dalam kalbumu
Dijelmakan gairah itu dalam hatimu
Keindahan melahirkan musim bunga kegairahan
Gairah dinyalakan oleh keriangan
Hanya dalam dada penyair keindahan dan
selubung tabir akan terbuka
Dari gunung Sinai memancar cahaya keindahan
Sebab pandangannya yang indah kian indah
Sebab pesonanya alam tambah dicinta
Dari bibirnya kenari belajar bernyanyi
Dan warnanya yang merah bertambah merah
Mengalahkan pipi mawar
Dan nafsunya yang menyala-nyala dalam kalbu sang agas
Dialah yang menuangkan warna pada kisah cinta
Laut dan daratan tersembunyi dalam tubuhnya
Ratusan dunia baru bersembunyi dalam kalbunya
Bunga-bunga tengah menguntum dalam citanya
Tak terdengar lagu riang maupun duka
Gitanya mengalunkan nafas kita
Penanya melukis gunung dengan sehelai rambut
Pikirannya berkumpul bersama bulan dan bintang-bintang
Digubahnya dalam keindahan segala yang buruk
Dialah Kidir yang memancarkan cahaya kehidupan di negeri yang gelap
Segalanya menjadi hidup karena airmatanya
Jalan yang kita tempuh amat sukar dan berat, seperti bayi-bayi
yang gamang merangkak ke tujuannya
Burung bulbul mendendangkan lagu
Dan bersekongkol menipu kita
Agar dia dapat memimpin kita ke dalam surga dunia
Dan menyatakan bahwa busur kehidupan itu cuma lingkaran saja
Lengkapilah perjalanan kafilah dengan bunyi gentanya
Namun, apabila lagunya merasuk dalam taman sari kita
Kita akan bingung memilih mana teratai mana mawar
Tipuannya membuat kehidupan berkembang sendiri
Dan karena bingung dan terburu-buru
Dibimbingnya seisi dunia ke meja makannya;
Dihambur-hamburkannya api seperti membuang udara
Celakalah bagi bangsa yang berserah diri terhadap mati
Dan penyair pun berpaling dari keriangan hidup
Cerminnya menjadikan keindahan buruk selalu
Madunya meninggalkan keperihan dalam kalbu
Kecupnya merampas wangi mawar
Dirampasnya keriangan terbang dari sayap bulbul
Urat syarafmu kendur karena candunya
Kau tukar jiwamu dengan lagunya
Dia renggut keindahan pohon-pohon
Dari nafasnya yang beku garuda jadi burung pipit
Dia ikan berwajah manusia
Seperti manusia ikan dalam dongeng, mengembara samudera
Yang dengan lagunya membuai sang nelayan
Dan dia tenggelamkan perahu ke dasar laut

Kekuatan kalbumu sirna oleh nyanyiannya
Pesonanya meyakinkan dirimu bahwa hidup adalah kematian
Gairah penciptaan dia curi dari rohmu
Intan permata dikosongkan dari tambang hatimu
Dikatakannya bahwa keuntungan merupakan kerugian
Dan setiap pujian dikatakannya dengan penuh kenistaan
Dia menerjunkan dirimu ke dalam samudra pemikiran
Tapi dirimu jadi lemah dalam perbuatan
Penyakit kita kian bertambah karena kata-kata orang sakit:
Bertambah banyak dia bagi-bagikan pialanya
Dan tambah banyak pula orang sakit yang mereguk anggurnya.
Di bulan Aprilnya tak ada hujan tak ada kilat,
Taman yang dibuatnya cuma fatamorgana.
Keindahannya sama sekali tak mengandung inti hakikat
Cuma sebutir mutiara yang muram
Dipujinya orang-orang gemar tidur
Nafasnya memadamkan cahaya kita.
Hati kita terbius oleh nyanyian yang semerdu bulbul
Di antara rumpun mawarnya seekor ular siap mematuk
Waspadalah engkau terhadap anggurnya
Hai, kawan yang mabuk.
Kau memandang fajar menyingsing dari balik gelasnya
Wahai kawan! Kenapa hatimu tunduk oleh sihir lagunya?
Dengan telingamu kaureguk racunnya yang mematikan itu
Hingga hidupmu tersungkur
Dawai kecapimu bergetar penuh kepalsuan
Kesenangan dan kenikmatan yang kau dapatkan
melemahkan dirimu
maka terhinalah Islam di muka bumi!
Karena siapapun dengan gampang mengikat dirimu
dengan bujuk rayu
Mereka dapat melukaimu dengan khayalan semata
Hatinya sakit karena kau merana
Tak peduli kau ambil nyala apinya
Kau pucatkan pipinya
Parasnya yang cantik cacat oleh gores pensilmu
Sang Cinta malu padanya karena engkau berkeluh kesah
Dan lemah tak berdaya oleh semangatmu yang kendur
Pialanya sarat oleh air matamu yang sia-sia itu
Rumahnya dipenuhi oleh syairmu yang tak berguna
Sekarang dia jadi pemabuk, mengemis di tiap rumah
Sambil mencuri keindahan dari pagar orang
Seni dan kelesuan
Disingkirkannya
Seperti ilalang yang mati karena keluhan melulu
Di bibirnya bersemayam ratusan keluh
Kembali memohon kepada langit
Sombong dan dendam itulah cerminnya
Tak berdaya lagi sahabatnya
Makhluk hina yang kehilangan harap dan arah
Yang keluhnya mengisap ruhmu
Dan mengusik ketenangan tetanggamu selalu
Ah…cinta yang suram
Cinta yang dahulu lahir dari kesucian
Kini padam dalam kuil patung
Ah, jika ada seuntai sajak dalam bajumu
Ujilah di batu kehidupan
Cita sejati mengarah ke jalan kebaikan
Bagai kilat mendahului Guntur
Renung! Dan tulislah sastra sejati
Kembalilah engkau kepada Al-Qur’an
Agar kemilau pagi Hejaz berputik di malam Kurdistan
Telah kau kumpulkan bunga dari tamansari Persia
Dan menyaksikan musim bunga India dan Iran
Maka rasakan kini panas sengatan gurun pasir,
Minumlah anggur kurma!
Letakkan lagi kepalamu di dadanya yang menyala
Rasakan sejenak denting angin di tubuhmu
Sudah sangat lama kau baring di ranjang sutera
Tapi kini biasakan di kasur kasar!
Generasi demi generasi sudah menari di atas bunga
Dan kau basahi pipimu dengan embun seperti mawar
Kini campakkan dirimu di pasir membara
Lalu ceburkan dirimu dalam sumber zamzam!
Akan berapa lama lagi kau berkeluh kesah?
Akan berapa lama lagi kau diam saja di taman itu?
Mengapa kau pasrah menjadi burung yang kecil?
Bangunlah sarangmu di gunung yang tinggi
Lebih tinggi dari persemayaman sang garuda
Biar sarangmu dibalut kilat dan petir
Agar kau lebih layak menggumuli perjuangan hidup
Agar jiwa ragamu menyala dalam api kehidupan!


WAKTU ADALAH PEDANG

Semoga subur makmur makam Imam Syafi’i
Pohon anggurnya telah menggembirakan dunia!
Citanya memetik bintang dari langit
Disebutnya Waktu sebagai pedang yang membabat segalanya
Apa hendak kukata, bagaimana rahasia pedang itu?
Cahaya dan kilaunya berasal dari hidup ini
Bagai yang memilikinya bebas dari harap dan khawatir
Tanganmu lebih putih dari tangan Musa
Sekali keruk air muncrat dari tubir gunung
Dan laut jadi tanah
Musa menghunus pedang Laut Merah terbelah dua

Pedang itu pun memberi kekuatan kepada Sayyidina Ali
Yang menaklukkan benteng Chaibar
Revolusi langit begitu jelas
Perkisaran siang-malam amatlah nyata
Lihatlah! Kau yang dibelenggu masa lalu dan masa depan
Pandanglah alam lain dari kalbumu
Tapi mengapa kau semai bibit kegelapan
Kau bayangkan Waktu hanya seperti garis
Waktu cuma kau ukur dengan siang dan malam semata
Kau jadikan ukuran itu pengikat hati tak beriman
Kaulah pembuat iklan kepalsuan seperti arca-arca
Padahal dulu kau unsur yang hidup
Kini mati kering mengabu
Kini kau budak pemuja dusta
Benarkah kau Islam? Ayo, putuskan rantai belenggu itu!
Jadilah pancaran cahaya cerlang bagi agama orang merdeka
Sebab kau tak tahu asal-usul waktu
Tak kau kenal kehidupan yang kekal
Untuk berapa lama lagi kau dipenjara malam dan siang?
Petiklah rahasia waktu
Maka akan kaudapat keajaibannya.

Bukan matahari yang melahirkan waktu
Waktu kekal, sedang matahari sebentar akan musnah
Waktu adalah rahasia sinar bulan dan cahaya matahari
Bentangkan waktu
Bedakan masa lalu dan masa depan
Waktu tak berakhir tak bermula
Dia adalah bunga dari taman ruh kita
Mengenal hakikat akan menyegarkan hidup
berjiwa baru
Ujudnya lebih syahdu dari fajar
Hidup bermula dari waktu
Waktu bermula dari hidup

Jangan salah gunakan waktu
Waktu adalah pedang!


PERMOHONAN MEMPERLEMAH PRIBADI

Hai, kau yang menarik pajak dari singa
Kehendakmu itu menyebabkan dirimu jadi srigala
Akibat miskinlah, maka kau celaka
Asal penyakit itu sebab penderitaanmu pula
Yang merenggut angan-angan dari martabatnya
Dan pendamlah sinar khayalmu yang cemerlang itu
Mari, minumlah anggur merah dari kendi kejadian!
Ambil hartamu dari pundi-pundi waktu
Seperti Umar yang teguh lagi sederhana
Turunlah kau untamu
Jalankan tugas yang kau sandang dengan sebaiknya
Masihkan kau merengek mendamba jabatan
Seperti seorang bocah yang berkuda-kudaan di
punggung perempuan?
Sebagai sosok manusia sempurna
Akan hina dinalah dirimu jika menerima upeti serta hadiah.
Sebab selalu memohon dan meminta
Dirimu semakin melata merana
Mengemis membuat seseorang tambah hina
Akan hancur pribadimu
Maka redup cahaya Bukit Sinai pribadimu
Jangan kau tiup debu di telapak tanganmu
Seperti bulan, rogohlah makanan dari pinggangmu sendiri
Meskipun kau dalam kemiskinan penuh penderitaan
Tolak segala pemberian orang lain
Janganlah kau cari ombak laut pada bola matahari
Agar kelak kau tak dipermalukan di hadapan Nabi
Di Padang Mahsyar setiap insan ditumbuhi takut dan cemas
Dari matahari bulan menerima makanannya
Dan dimilikinya tanda pemberian sang surya itu
Panjatkan doa kepada Tuhan agar kau berani!
Perjuangkan nasibmu!
Jangan kau nodai keagungan Islam!
Agama yang menyingkirkan patung dari Ka’bah suci.
Tuhan mengasihi mereka yang memperjuangkan rezeki sendiri.
Celakah bagi mereka si penerima suap
Dan harta benda itu akan menindih tengkuk mereka
Cahaya Tuhan pun redup dari dirinya
Sebab telah dia luncurkan martabat kemanusiaannya.
Berbahagialah orang-orang yang berjuang di tengah terik matahari
Yang tak mengemis kepada Kidir untuk piala air minumnya
Namun dia tetap sesosok yang jantan
Dan bukan seonggok debu hina dina.
Seorang anak muda berjalan di bawah langit Tuhan
Kepalanya tegak kokoh bagai pohon tusam
Tatkala tangannya hampa
Malah dia semakin jadi tuan bagi pamannya.
Dan jikalau nasib baik datang padanya
Dia akan bersikap waspada.
Pundi pengemis bagai kapal yang terombang-ambing dalam
gelombang api.
Terasa lezatlah setitik embun yang ditadah tangan sendiri
Jadikanlah dirimu manusia bermartabat
Yang tak mau menerima upeti dan suap
Jangan sodorkan piala kosongmu kendati kau
dahaga di tengah lautan.


CINTA MENGUKUHKAN PRIBADI

Titik yang berpancaran yang bernama sang pribadi
Ialah nyala hidup di bawah abu kita
Oleh Cinta sang pribadi kian abadi
Lebih hidup, lebih menyala dan lebih berkilauan
Dari Cinta menjelma pancaran ujudnya
Dan serba-kemungkinan yang semula tak diketahui
Fitrahnya menghimpun api dari cinta
Cinta mengajarinya menerangi alam semesta
Cinta tak pernah takut kepada pedang dan belati
Cinta pula yang menciptakan kedamaian dan peperangan di bumi
Sumber hidup adalah kilau mata pedang cinta
Tebing paling keras akan gemetar oleh tatapan cinta
Cinta Illahi kemudian mewujudkan Tuhan
Belajarlah mencinta dan berjuanglah agar engkau dicintai
Carilah mata seperti Nuh dan ciptakan kalbu seperti Ayub
Ciptakan emas dari setumbuk abu
Ciumlah ambang gerbang Insanul-Kamis
Bagai Rumi, nyalakan pelita
Lalu bakar Rum dalam api Tabriz
Yang dikasihi sembunyi dalam kalbumu
Akan kutunjukkan dia kepadamu, jika engkau
benar punya sepasang mata
Kekasihnya lebih cantik dari bidadari
Lebih molek, lebih mempesona dan paling dikasihinya.
Cinta memperkukuh hatinya.
Dan bumi sanggup merangkul bintang
Dan oleh sentuhan langkahnya tanah Najd hidup kembali.
Pesonanya menerbangkan kau menuju angkasa
Dalam hati Muslim, Muhammad bersemayam
Seluruh karunia kita bersumber berkat namanya
Bukit Sinai hanya sejumput dari abu rumahnya
Ka’bah adalah tempat tinggalnya
Hidupnya dipenuhi oleh keabadian
Apa itu rahasia penemuan baru ilmu dan pengetahuan?
Dengan tenaganya gairah selalu memecah diri
Melompat keluar dari kalbu kemudian mewujud ke dalam bentuk
Hidung, tangan, otak, mata serta telinga
Gagasan, takhyul, syukur, kenangan dan pemahaman –
Semuanya itu jadi senjata bagai perwujudan pribadi
Kepadanya yang menunggang kuda kehidupan
Tujuan ilmu dan seni bukanlah pengetahuan
Tujuan tamansari tidak terletak pada putik dan bunganya
Ilmu merupakan alat bagi perwujudan pribadi
Ilmu dan seni adalah hamba sahaya bagi kehidupan ini
Tapi mahkota Kisra ada di bawah telapak kaki umatnya
Dan Gua Hira adalah tempatnya berkhalawat
Lalu dibentuknya negara dan hukum serta pemerintahan
Malam-malamnya tidur tanpa nyenyak
Agar umatnya dapat tinggal di singgasana Persia
Dalam detik-detik perjuangan besi pun hancur oleh pedangnya
Kala sembahyang airmatanya jatuh seperti hujan dari pelupuk matanya
Tatkala dia dipanggil untuk memberikan bantuan,
pedangnya menjawab:
Amin!
Dan ditumpasnya hingga musnah bangsa raja-raja
Dibuatnya undang-undang baru untuk dunia
Diruntuhkannya kerajaan purba masa silam
Dengan anak kunci agama dia buka gerbang alam semesta
Belum pernah rahim dunia melahirkan orang seperti dirinya
Di hadapannya semua manusia sama tak berbeda
Dengan para abdinya dia duduk untuk makan bersama
Putri Tai yang tertangkap saat perang dihadapkan kepadanya
Kakinya terbelenggu, dan wajahnya tanpa kerudung
Putri itu tertunduk tanpa kata
Kemudian sang nabi segera mengerudungi wajah sang putri
Tapi kita ternyata lebih telanjang lagi dibanding putri tai itu
Malah kita bertelanjang di depan bangsa-bangsa lain
Kita beriman hanya kepadanya di hari padang Mahsyar
Dan di atas bumi ini dialah pelindung keselamatan kita
Karunia dan amarahnya semata ujud dari kasih-sayangnya
Demikianlah dia bersikap terhadap musuh-musuh-Nya
Dibentangkannya pintu rahmat bagi seluruh penentangnya
Diberinya pesan kepada Mekkah: “La tatsriba ‘alaikum sampai akhirnya, –
Tak ada setitik noda ataupun hukum ditimpakan kepadamu!” 

Kita yang belum tahu seluruh luas negri
Samalah artinya dengan dari sinar dua mata tapi
tetap satu yang dilihat.
Hejaz, Tiongkok serta Persia milik kita
Dan kitalah titik-titik embun dari senyum fajar kegembiraan
Kita semua takjub menyaksikan pembawa piala dari Mekkah
Kita satu padu bagikan anggur dengan piala
Dikikisnya segala perbedaan asal-usul
Apinya meluluh-lantakkan remeh-temeh dan kekolotan ini
Kita serupa rumpunan bunga namun hanya satu wanginya
Dialah ruh bagi masyarakat dan dia tunggal adanya
Kitalah rahasia yang tersembunyi dalam relung kalbunya
Lagu Cinta untuknya memenuhi batang kesenyapan serulingku
Ratusan nada menggetari ruang dadaku
Betapa akan kukisahkan kebaktian yang dihidupkannya padaku?
Sebatang kayu kering menangis tatkala berjauhan dari dirinya.
Wujud Muslim tumbuh saat kehadiran wahyunya
Gunung Sinai bertumbuhan pada jejak-jejak langkahnya
Bayanganku tercipta oleh kacanya
Fajarku menyingsing dai matahari dadanya
Istirahku adalah demam panas tak sudah
Budak yang diasuh dan dididik dalam rumah kehidupan
Bangkitlah! Kau yang selama ini asing bagi keajaiban hidup
Buatlah dirimu mabuk kepayang dengan anggur cita-cita
Jika engkau penjelmaan cita kau akan bercahaya seperti fajar
Dan jadikan dirimu sebagai kobaran api bagi siapa pun
Jika engkau adalah Cinta, kau pasti lebih tinggi dari langit
Parusah yang percuma dan palsu dari masa silam
Dipenuhi kegelisahan, penjelmaan akhir zaman
Kita hidup dengan terus membangun cita
Kita menyala bersama cahaya matahari keimanan!


RIWAYAT SAYYIDINA ALI

Ali seorang Muslim temasyur
Di depan mata Sang Pencinta Ali adalah gugusan iman
Bakti pada keluarganya mengilhami aku hidup kekal
Hingga aku jadi mutiara kemilau
Bagai bunga nargis aku semata keindahan untuk dipandang
Bagai aroma wangi aku ngembara di tamannya
Dialah yang menumbuhkan anggur
Aku debu, tapi matahari membuat aku seperti kaca
Lagu mendendang dalam dadaku.
Dari wajah Ali
Muhammad melihat tanda-tanda baik
Oleh karena sifatnya yang luhur
Agama sejati ditegakkan
Perintahnya mengandung kekuatan Islami
Semua hormat padanya.
Bu Turab, demikian Muhammad memberi gelar padanya
Dalam al-Qur’an Allah menyebutnya “Tangan Allah”
Siapapun yang mengetahui rahasia kehidupan
Pasti mengetahui makna sejati dari nama-nama Ali.
Lempung hitam yang dinamakan jasad
Penuh kegelapan dan dosa
Sebab itu
Angan kita yang melambung tinggi
Kembali membajak bumi;
Dibuatnya telinga tuli dan mata kita buta
Digenggamnya pedang nafsu bermata dua
Dan banyak musafir kalah olehnya.
Tapi, Ali, singa Allah, menundukkan nafsu badani
Dan dirubahnya bumi hitam ini jadi emas permata
Wahai kau yang diridhoi Allah, pedang siapa
yang memancarkan Cahaya kebenaran
Dialah Bu Turab yang kuasa menaklukkan nafsu badaniah itu
Namun, permatanya yang terindah adalah menguasai diri
Siapa pun akan jadi Bu Turab
Menerbitkan matahari dari ufuk barat
Siapa pun yang sanggup memperteguh dirinya
Tegak duduknya di singgasana kedaulatan
Di sinilah benteng Chaibar dihancurkan
Dan setelah itu tangannya menerbarkan air Kautsar
Karena tinggi ilmunya dia bertindak selaku tangan Ilahi
Dan karenanya dia kuasai semua ini
Pribadinya adalah gerbang kota pengetahuan
Arabia, Tiongkok dan Yunani takluk padanya
Jikalau kau teguk anggur dari buahmu sendiri
Maka berkuasalah engkau atas bumimu sendiri
Menjadi tanah adalah keyakinan sang Agas
Jadilah penguasa bumi
Hanya itu yang layak bagi manusia
Jangan rapuh sebagai mawar
Keraslah seperti batu
Agar kau jadi dinding dasar tamansari!
Pahat patungmu jadi manusia!
Bangun umatmu jadi dunia!
Jika kau tak layak jadi dinding atau pintu
Maka orang lain akan menjadikan tanahmu batu batas semata
Wahai kau yang berkeluh kesah tentang kekejaman langit
Cermin dirimu berteriak pada ketidakadilan batu
Berapa lama akan kau tenggelamkan dirimu
dalam keluh-kesah-derita
Akan berapa waktu lagi kau pukul dadamu sendiri
Ingatlah! Daya hidup menyatu dalam amal perbuatan
Gairah penciptaan adalah hukum kehidupan.
Bangkitlah, bangun dunia baru!
Seperti Ibrahim yang tak hangus dalam api!

Satukan dirimu dengan dunia gelap ini
Berarti telah engkau campakkan perisaimu di tengah peperangan
Orang yang dapat melindungi diri sendiri
Yang sanggup menguasai diri sendiri
Yang pasrah menjalani nasib baik dan nasib buruk
Jika dunia ini tak sejalan dengan inginnya
Maka dia berusaha menggempur langit dengan amal-doanya
Dia akan menggali sari-pati alam semesta
Dan dirangkainya atom demi atom membentuk dunia baru
Akan dia putar balik jarum waktu
Dan oleh kuasanya sendiri dia wujudkan dunia baru
Yang akan menggembirakan hatinya
Akan dikorbankan jiwanya bagi kesenangan orang lain.
Dia yang hidup akal budinya
Akan mati-matian membuktikan kekuatannya
Alangkah nikmat Sang Pencinta dalam kerja kerasnya
Seperti Ibrahim yang memetik mawar dari kobaran api
Kekuatan manusia beramal jadi nyata
Jika dia menjalani kesukarannya dengan penuh senyum
Tidak seperti jiwa yang hina dina
Yang sarat keluh kesah dan sesal semata
Begitulah jalan hidup mereka
Hidup dengan kekuasaan asalnya adalah keinginan untuk menang
Berdamai dengan keadaan akan mendinginkan darah kehidupan
Rahimnya penuh ketakutan dan dusta
Jiwanya hampa dari kebajikan
Air susunya penuh dosa.
Wahai, insan yang selalu menilai, waspadalah!
Perusak itu selalu mengintai manusia
Jangan sampai kau jadi korban jika kau bijaksana
Dia seperti bunglon selalu menyerupa
Bahkan seorang yang paling awaspun
Tak dapat melihat bentuknya

Karena tabir menyelubung mukanya
Kadang tampaknya dia sebagai alim ulama yang lemah lembut
Kadang dikenakannya jubah ketaatan
Kadangkala dia seperti seorang yang penuh duka derita
Dia pun dapat berperan sangat penurut
Tapi, diam-diam dirampasnya keberaniaan manusia perkasa.
Tenaga adalah saudara yang tepat;
Kalau kau kenal akan diri sendiri
Maka lewat kekuatan tenaga akan kau kenal Tuhan
Kehidupan adalah benih dan kekuasaan adalah buahnya
Kodrat-iradat menyingkap rahasia yang benar dan yang bathil
Pandawa palsu merebut kekuasaan dari yang sah
Dan dengan memalsukan yang hakekat
Diramunya racun jadi minuman lezat
Yang baik dikatakannya buruk
Yang buruk dikatakannya baik
Wahai kau si pengingkar amarah
Tempalah dirimu lebih agung di antara dua dunia itu
Rebutlah ilmu rahasia kehidupan ini
Jadilah sang zalim yang menyingkirkan segalanya
KecualiTuhan!
Hai kau manusia berilmu, buka mata, telinga dan mulutmu.
Jika tak juga kau lihat jalan kebenaran
Tertawailah aku.


LENIN DI HADAPAN TUHAN

Ujud dan sifatMu, Tuhan
Meruang di segala bidang
Jadi ruh di dunia ini
Betapa aku akan tahu selagi akal masih berputar
Apakah kau ada atau tak ada
Siapakah gerangan yang mendengar musik
penciptaan semua ini
Peneliti bunga atau peghitung bintang?
Hari ini kutengok kerajaan dan negara
Yang bagiku hanya tipu daya kaum gereja
Sedang kami terpuruk, dipenjara siang dan malam
Kau, pencipta dan kekal. Pesona sang zaman
Tuhan, luangkan waktu sekejap menjawab pertanyaanku
Yang selama ini membuat penasaran para cerdik-pandai
Tuhan…, selagi aku masih hidup dinaungi atap langit
Hatiku gelisah penasaran
Diamuk pikiran demi pikiran dalam jiwaku
Tak ada satu negara pun yang sedang diperbincangkannya
Siapakah sebenarnya manusia itu
Yang bertuhan kepadaMu
Itukah makhluk yang dibentuk dari debu kolong langitMu ini:
Seorang Perancis pucat dewa sang Timur
Logam berkilau dewa negeri Magribi
Dimanakah nyala terang pelita ilmu
Gelap gulita oleh sumber kehidupan!
Dalam kesyahduan, bujuk dan senang gembira
Bank berkilau melebihi kilau RumahMu, Tuhan
Mereka bermain dengan batu-batu dadu
Untung untuk seorang, celaka bagi ribuan orang
Ilmu, filsafat, kulian dan konstitusi
Mengajarkan kesetaraan manusia, tapi menghisap darah
Bersenang-senang telanjang mabuk kepayang,
kebutuhan
Dan menganggur
Itulah kemenangan gemilang negeri Magribi!
Amboi benua… tak kunjung diberkahi cahaya nazari
Hasil kerisnya bergantung pada uap dan listrik
Alat-alat itu dipuja dan dirawat
Bagai beban bertambah berat
Pemain catur kehilangan rencana dan siasat
Dari jari-jari Si Tua Bangka lemah menadahkan mangkuk
Wajah senjakala Magribi dicat merah
Mukjizat anggur dalam kendi selalu menghimbau:
Yang Maha Kuasa, Yang Adil, KAU! Betapa pahit zaman ini
Pahit terhambat jam dan waktu buruh,
Kini terikat dalam duniaMu
Bilakah runtuh dan karam “kapal kerajaan emas ini?”

DUNIAMU
HARI PEMBALASANMU, TUHAN
BERDIRI DAN MENUNGGU!


MEMPERTIMBANGKAN PLATO

Plato yang rahib dan cendikiawan
Dialah salah seorang dari kumpulan kambing zaman purba
Kuda Pegasus yang ditunggangnya tersesat di kegelapan filsafat
Dan mendaki gunung nyata ini
Terpana takjud dirinya oleh idealisme
Sehingga pancaindra tak diperhitungkan.
“Matilah!” katanya, rahasia kehidupan:
Pelita jadi benderang bila dipadamkan apinya
Dia kuasai pikiran kita
Anggurnya membuat kita tidur
Dan dia renggut dunia milik kita
Dia adalah kambing berujud manusia
Jiwa sang sufi tunduk kepadanya
Membumbung dia sampai ke langit sebab kekuatan pikirannya
Dilukisnya dunia seumpama jelmaan dongeng
Kerjanya adalah memporakporandakan tata kehidupan
Dan mematah-belah dahan kehidupan yang harmonis
Pikiran plato mengajarkan kerugian sebagai laba
Filsafatnya mengajarkan sang ujud adalah kenihilan
Fitrahnya tertidur dan menciptakan mimpi
Mata idenya merealisasikan bayangan
Itu hanya karena dia tak terlibat dalam amal perbuatan
Ruhnya pesona bagi kenihilan
Dia tak percaya pada alam kebendaan
Laku dirinya jadi pencipta gagasan ide.
Padahal dunia nyata ini amat indah
Bagi ruh kehidupan sejati
Bernilai luhur bagi mereka yang mati jiwanya:
Yang kijangnya tak bergerak luwes
Yang burung meraknya tak lagi melangkah dengan gaya nan elok
Yang titik embunnya tak kuasa bergetar
Yang unggasnya sudah tak bernyawa
Yang benihnya pun mandul
Yang kunang-kunang tak bercahaya
Demikianlah filsuf kita itu
Yang bingung hendak ke mana
Sebab dia tak sanggup jadi penghuni dunia seperti kita
Dia terangi hatinya dengan nyala api yang hampir padam
Dan dilukisnya dunia ini dengan candu memabukkan
Dan dia tak kunjung pulang ke sangnya lagi
Khayalnya sirna dalam kendi angkasa
Aku tak tahu apakah itu dasar kendi ataukah batu semata
Karena bangsa-bangsa terlena dengan mabuk kepayang filsafatnya
Dia ngantuk dan tak sedikit tertarik akan amal perbuatan.


PESAN KEPADA BANGSA TIMUR

Bangunlah kerajaan cinta di tempatmu berdiam
Ciptakan nama baru
Fajar dan malam kemilau
Tenunlah kata-katamu
Jika Tuhan melimpahimu sahabat alam
Dari kesenyapan mawar dan teratai
Jangan pinta karunia dari si tukang gelas Magribi
Buatlah sendiri piala dan kendimu dari tanah lempungmu

Lagukan bagai buah anggur di tangkainya
Buatlah minuman darinya
Jalan hidupku bagai fakir
Tapi aku tak berkeluh
Jangan jua pribadimu sambil mengenakan pakaian pengemis

Lihatlah! Wahai pengatur matahari dan bulan
Semurah debu dalam gairahnya takjub terpesona
Melahirkan gurun pasir maha luas
Telah kau tanamkan cinta dalam hati manusia
Bara api kau lontarkan ke rumpun ilalang
Tapi lihat betapa aroma manusia menggetarkan api
Dan menegakkan langit baru.
Sebuah atom tak punya arti untuk membangun sebuah alam baru.


DOA

Wahai Kau ruh alam semesta
Kau jiwa kami dan Kau yang senantiasa menjauh dari kami
Kau tiupkan irama dalam suling kehidupan
Hidup ini cemburu kepada mati
Jika mati kami yang duka
Bersemayamlah Engkau dalam lubuk hati ini
Sering kami mengeluh takdir
Perkuatlah cinta kami yang lemah
Kau begitu tinggi
Jangan sembunyikan wajahMu dari tangan kami yang hampa
Karuniakan kami dengan cinta Salman dan Bilal
Nyalakan mati kami dan lepaskan kantuk darinya
Berilah kami fitrah air perak!
Jadikan jasad kami ini setangguh gunung bercahaya api
Bakarlah dengan api kami segala yang bukan Tuhan

Apabila umat mencampakkan kunci tauhid
Mereka pecah berantakan
Bagai bintang di cakrawala kami berpencaran
Dengan cinta kasih satukan kami kembali
Bimbinglah kami menghikmati Kamu
Tugaskanlah mereka yang cinta kepadaMu
Kami hanya musafir. Berikan kami kebaktian menempuh tujuan
Seperti Engkau kepada Ibrahim, berilah kami iman yang teguh
Ajarkan kami lagi makna La ilaha
Bisikkan ke telinga kami ‘illa’llah!

Aku yang menyala seperti damat bagi manusia lain
Ajari diriku untuk menangis lagi
Ya Allah! Air mataku yang menerangi kalbu
Aku dipenuhi gairah oleh duka nestapa yang menelan kedamaianku
Aku semaikan dalam taman
Agar kelak bibitku tumbuh menjadi api
Yang akan membakar tanda api dari jubah bunga nan elok
Kalbuku bersama malam kemarin
Mataku bersama hari esok
Aku sendiri di antara kawan-kawanku
Walau setiap orang yang berkhayal adalah sahabatku
Tapi citaku tak terpengaruh oleh mereka
Ah, dunia yang luas. Di manakah sahabatku?
Aku adalah api menyala di puncak Sinai
: DI MANAKAH MUSAKU?
Aku seorang zalim, ya Allah
Banyak kesalahan yang aku lakukan
Aku telah menyalakan bara dalam dada
Nyala yang menerangi alat pertimbangan

Wahai wajahMu yang memberi cahaya kepada bintang
Aku bagai bunga di tengah padang
Di tengah keramaian aku sendiri
Kumohon karuniaMu sebagai kawan
Agar dapat aku berkeluh kepada jiwanya
Dan melihat kembali wajahku dalam kalbunya.


Tentang Dr. Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkat (Punjab), 9 November 1877, sekarang di wilayah Pakistan. Merupakan keturunan Brahmana dari sub kasta Sapru yang leluhurnya berasal dari Kashmir, yang sekitar abad 18 dan awal abad 19 mereka pindah ke Sialkat. Setamat Maktab (setingkat madrasah), Iqbal belajar ke sekolah misi, Scoth Mission School. Tamat tahun 1895 dan melanjutkan ke Government College, Lahore. Iqbal banyak dipengaruhi gurunya, Maulana MIR Hasan, yang mendorongnya mendalami kebudayaan dan sastra Islam. Tahun 1899, Iqbal memperoleh MA dan atas saran gurunya, Prof Thomas Arnold, tahun 1905 Iqbal memperdalam filsafat di Universitas Cambridge, London. Iqbal juga menyempatkan diri belajar di Universitas Munich, Jerman. Di universitas inilah ia menulis tesis Doktornya: The Development of Metaphysics in Persia, tahun 1907, di bawah bimbingan Prof. F. Hammel.
            Iqbal mengajar kuliah filsafat dan sastra Inggris. Ia juga membuka praktik sebagai pengacara, yang membawanya masuk ke pergaulan politik. Ia menjadi Presiden Liga Muslim India. Iqbal meninggal dalam usia 60 tahun Masehi, 1 bulan 26 hari. Karyanya antara lain: Bang-I-Dara, Asrar-I-Khudi(1915), Rumuz-I-Bekhudi, Chidr-I-Rah, Tulu’-I Islam, Payam-I Mashriq, Zabur-I ‘Ajam, Javid Nama, The Reconstruction of Relegious Though in Islam, The Reconstruction of Muslim Jurisprudence (tak selesai).


Catatan Lain
Buku ini dihantar oleh sebuah pengantar sepanjang 15 halaman (v-xix). Entah siapa yang menulis. Disebutkan bahwa Asrar-I-Khudi merupakan pembatas awal antara dua masa, di mana karya yang terbit sebelumnya, percikan-percikan filosofisnya masih berserakan tidak jelas. Sedang Asrar, dikatakan, filsafatnya telah menyatu dengan puisi, baik dalam bentuk, imajinasi maupun keindahan. Dikatakan bahwa Asrar-I-Khudi adalah filsafat yang berbentuk puisi. Entah siapa yang mengatakan ini, bisa yang menulis pengantar buku ini atau kutipan orang lain saja. Yang sedikit mengganggu, banyak kesalahan cetak di buku yang saya pegang ini. Ada beberapa kata dalam puisi yang bisa ditebak kesalahannya, tapi ada juga yang tidak. Seperti dua baris berikut:

Ilmu, filsafat, kulian dan konstitusi (Puisi “Lenin di Hadapan Tuhan”)
Dan dia tak kunjung pulang ke sangnya lagi (Puisi “Mempertimbangkan Plato”)

Kira-kira kulian dan sangnya itu apa, ya? Saya sempat mempertimbangkan kata “kuliah” dan “siangnya” atau “sarangnya”. Tapi biarlah itu tetap menjadi kesalahan cetak yang tetap misteri bagi saya. Dasar si tukang ketik!
            Tentang judul buku, penerjemah melabelinya sebagai “AKU” tanpa embel-embel apapun. Literatur lain (baca: google) menerjemahkan sebagai “Rahasia Diri”. Demikian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar