Jumat, 06 Januari 2017

Roestam Effendi: PERCIKAN PERMENUNGAN




Data Buku
Judul buku : Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan
Penulis : Ajip Rosidi
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya, Bandung
Cetakan : I, 2013
Tebal : 168 halaman
Bekerjasama dengan : Bakti Budaya Djarum Foundation
ISBN : 978-979-419-387-7
Desain jilid : Ayi R. Sacadipura
(Keterangan kumpulan puisi Percikan Permenungan
Selesai ditulis di Padang, Maret 1925, 63 puisi
Penulis: Roestam Effendi)

Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan terdiri atas 2 bagian, Bagian Pertama, Bab I, berisi tulisan Ajip Rosidi: Puitika Roestam Effendi; Bab II: Surat Menyurat Ajip Rosidi dengan Roestam Effendi; Bagian Kedua: Percikan Permenungan.

Beberapa pilihan puisi Roestam Effendi dalam Percikan Permenungan

DIDIKAN YANG SEBENARNYA

Maukah tuan mendidik anak?
Siapapun juga yang tuan ikut,
sekalipun metode Pestalozzi,
atau ajaran yang salut-salut.

“Kebenaran” pokok segala didik.
Hendaklah ajar dengan buatan.
Jangan dua permainan guru,
lain di luar lain di dalam.

Kalau murid menampak kumidi.
Hilang harga hilang maksudmu.
Hilang percaya, ragu hormatnya.
Ingatlah tuan celaka itu.

Betapa halus tipuan kita.
Mata si anak susah disunglap.
Mana tersuruk sangka si tua
Nyalang mata anak menangkap.

Hendaklah tuan menjaga palsu.
Tanam “Kebenaran” di kalbu sendiri.
Buahnya dipetik di pohon anak.
Sebab itu bibit Sujani*

------
* sujani = kebaikan


BUKAN BÉTA BIJAK BERPERI

          Bukan béta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair;
          Bukan béta budak Negeri,
musti menurut undangan mair.

          Sarat saraf saya mungkiri;
Untai rangkaian seloka lama,
          béta buang béta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma*

Susah sungguh saya sampaikan
degup-degupan di dalam kalbu.
          Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu.

          Sering saya susah sesaat,
sebab madahan tidak nak datang.
          Sering saya sulit menékat,
sebab terkurang lukisan mamang.

          Bukan béta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun.
          Bukan béta berbuat baru,
hanya mendengar bisikan alun.

-------
* sukma = nyawa

Lukas Jono : TINGKIR




Data buku kumpulan puisi

Judul : Tingkir
Penulis : Lukas Jono
Cetakan : I, Oktober 2014
Penerbit : Garudhawaca, Yogyakarta.
Tebal : 114 halaman (93 puisi)
ISBN : 978-602-7949-35-5
Tata letak dan desain sampul : Jalu Sentanu
Prolog : Korrie Layun Rampan

Beberapa pilihan puisi Lukas Jono dalam Tingkir

GUBUK DOA

Kudiam diri dalam gubug doa
Hatiku bergembing
Sunyi senyap jiwa ragaku
Kuhaus akan rahmat sang ilahi
Setiap manusia menuju gubug doa
Rasa manis dan gembira pasti dikecapkan
Sang Khalik memanggil aku
Harapanku moga terkabul
Suasana hati yang halus dan dingin
Yang terindah daripada semua yang di dunia ini
                                    melebihi emas murni
Rasanya tak  ada kedukaan jiwa dan raga
Biar gubug doa melunturkan rasa syukur bagi
                        yang terpanggil dalam jiwa
Seorang manusia termenung dalam batin yang tenang
Mungkin yang dicari seorang umat manusia selama ini
Biar cakrawala yang tak pernah pudar untuk selama-lamanya

Gus Noy : CINTA USANG




Data buku kumpulan puisi

Judul : Cinta Usang, Sehimpun Puisi Cinta Basi
Penulis : Gus Noy
Cetakan : I, September 2016
Penerbit : Abadi Karya, Balikpapan.
Tebal : 100 halaman (70 puisi)
ISBN : 978-602-98452-2-8
Gambar dan rancang sampul : Agustinus Wahyono
Prolog : Muhammad Rois Rinaldi

Beberapa pilihan puisi Gus Noy dalam Cinta Usang

Kecupan Nista

Ada sebuah kecupan
Seperti bibir Yudas Iskariot
Di Taman Getsemani


Rinduku Mengalir pada Peta Butamu

Harus kularung ke manakah
Rindu ini
Sedang letak lautmu tak terpeta
Kecuali anak-anak sungaimu
Pasang-surut mengalir mengering

Harus kujawab bagaimana
Lebam ini merajam dalam
Sedang dirimu tergantung gelombang
Muncul tenggelam bernyanyi sembunyi

Andai tak kuhirau serak parau
Ombakmu menyenggol garis peta
Kausangka aku cuma angin
Hembuskan hasrat sekilas lenyap
Hembus lagi lenyap lagi
Perasaan jadi perahu kayu dimainkan
Angin gelombang

Andai terus kutunggu hingga bibir pantai
Menangkap nyata garis petamu
Harus sampai berapa kalender lagi
Terkelupas terhanyut hingga ke buncah
Ombak dalam peta butamu

H. Amang Rahman Jubair : SAJAK PUTIH




Data buku kumpulan puisi

Judul : Sajak Putih
Penulis : H. Amang Rahman Jubair
Cetakan : I, 2001
Penerbit : Pustaka Adiba, Surabaya.
Tebal : 60 halaman (22 puisi)
Percetakan : Lutfansah Mediatama
Penggagas : Yusron Aminulloh, Henry Nurcahyo, Yunus Jubair
Editor : Henry Nurcahyo
Sketser : D. Zawawi Imron
Desain cover : Ahmad
Prolog: Rusdi Zaki
Epilog : Henry Nurcahyo

Beberapa pilihan puisi H. Amang Rahman Jubair dalam Sajak Putih

Percakapan

Pro : Drs. Sujarwadi

Ketika aku berkaca
ada sebuah tanya
Ke mana hilangnya muka kanak-kanakku
yang lucu

Ketika daun-daun mulai menguning
Ada sebuah tanya
Ke mana perginya warna hijau kemarin dulu

Ah,
Ke mana perginya “tadi”
dan
Darimana datangnya “nanti”

- 1984 -

Aesop : KUMPULAN FABEL AESOP



 

Data buku kumpulan puisi

Judul : Kumpulan Fabel
Penulis : Aesop
Penerjemah : Nurul Hanafi
Diterjemahkan dari : Aesop’s Fables, Barnes & Noble Classics, 2003
Cetakan : I, September 2016
Penerbit : Kakatua, Yogyakarta.
Tebal : 176 halaman (150 fabel)
ISBN : 978-602-73284-2-6
Penyunting : Gita Kharisma
Perancang sampul dan Penata letak : Gita Kharisma
Pemeriksa aksara : Maya Yulita
Illustrasi disadur dari buku Aesop’s Fables,
George Routledge and Sons, 1875

Beberapa pilihan fabel Aesop dalam Kumpulan Fabel Aesop
           
LEMBU JANTAN DAN BATANG AS

Sepasang lembu jantan tengah menarik sebuah gerobak
penuh muatan berat. Setelah cukup jauh menarik beban
sekuat tenaga seperti itu, batang as pun mulai merintih dan
mengerang keras-keras. Si lembu jantan tak tahan men-
dengarnya dan dengan menahan kesabaran, ia berpaling
dan berkata, “Halo, kau yang ada di sana! Mengapa gaduh
begitu? Semua pekerjaan ini hanya kami berdua yang
jalankan!”
            Mereka yang mengeluh justru yang paling sedikit
menderita.


PEREMPUAN TUA DAN GUCI ANGGUR

Mungkin Anda belum tahu bahwa kadang para wanita
lanjut usia suka menenggak secawan anggur. Salah satu
di antara wanita ini suatu hari menemukan sebuah guci
anggur di tepi jalan. Sambil mendekat, ia amat berharap
guci ini terisi penuh. Tapi ketika ia raih, ternyata semua
isinya telah habis. Ia hiruplah sisa-sisa bau yang masih
tertinggal dari dalam guci itu.
            “Ah,” pekiknya, “betapa kenangan indah saling mengait
bersama benda yang menyertainya.”