Minggu, 05 Februari 2017

M. Amin Mustika Muda : LAYANG-LAYANG RAKSASA SANGKUT DI ATAS POHON DURIAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian
Penulis : M. Amin Mustika Muda
Cetakan : I, Nopember 2016
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal : vi + 104 halaman (91 puisi)
ISBN : 978-602-8414-17-3
Penyunting : Hajriansyah
Tata Letak dan Desain : Ibnu T

Buku puisi ini dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tahun penciptaan, yaitu 2002-2010 (13 puisi), 2011-2012 (58 puisi), dan 2013-2016 (20 puisi).

Beberapa pilihan puisi M. Amin Mustika Muda dalam Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian

DAWAI CINTA SUNGAI BARITO

Angin menyemilir sore ini,
riak-riak Sungai Barito
melantunkan dawai
cintanya, gemulai selendang
petang memberi warna
jala nelayan,
perahu motor lalu lalang
berlabuh,
pulang.

Dari depan wajahmu,
aku menatapmu, menatap keindahanmu, lalu
menembus relung
damaimu.

Hidup jangan seperti jalan di tempat,
yang kadang terlihat jelas,
kemudian samar,
jelas lagi,
dan kemudian samar
lagi.
Sudah saatnya kita
patahkan segala kebuntuan nasib, untuk waktu nanti
yang baik.

Mentari hari ini hampir terbenam,
senja kuning sudah mulai menyapa malam,
Oh Nusantara:
Dari Bumi Ijejela aku bersujud
di kakimu, masih banyak pertanyaan
yang mestinya kau jawab,
atau jawaban keliru yang
mestinya kau betulkan.

20 Mei 2010

J.E. Tatengkeng : RINDU DENDAM




Data buku kumpulan puisi

Judul : Rindu Dendam
Penulis : J.E. Tatengkeng
Diterbitkan pertama kali : 1934
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya, Bandung
Bekerjasama dengan Bakti Budaya Djarum Foundation
Cetakan edisi Pustaka Jaya: V, 2016
(cet. I, 1974; II, 1975; III, 2000; IV, 2001)
Tebal : 48 halaman (32 puisi)
ISBN : 978-979-419-444-7
Gambar sampul : A. Wakidjan

Buku Rindu Dendam terdiri atas 2 bagian, yaitu Buah Tangan (31 puisi) dan Rindu Dendam (1 puisi).

Beberapa pilihan puisi J.E. Tatengkeng dalam Rindu Dendam

MENCARI KATA

1. Gerakan daun
    di taman sari,
    Memberi tahu:
    Adinda ke mari

2. Kulambai lengan,
     Gerakan suka,
     Kupeluk di tangan,
     Dicium di muka.
3. Lupakan waktu
    Tak insyaf tempat,
    Kutahu satu:
    Adinda kudapat!

4. Di kaki belukar,
     Kupandang di mata,
     Kuingin berkabar,
     Ah … di mana “kata”?
Bibir melekat,
Kurasa panas…
“Kata” kudapat,
Adinda lepas…


Hasyim Wahid : BUNGLON




Data buku kumpulan puisi

Judul : BungLon!
Penulis : Hasyim Wahid
Cetakan : I, Juli 2005
Penerbit : Fresh Book, Jakarta.
Diterbitkan pertama kali : PT Koekoesan, Depok, Juni 2005
Tebal : x + 88 halaman (71 puisi)
ISBN : 979-98459-5-5
Desain dan ilustrasi : Dina Chandra

Beberapa pilihan puisi Hasyim Wahid dalam BungLon!

Tentang Fiksi dan Kenyataan

kalau sejak dilahirkan kau jumpai
kehidupanmu penuh keanehan dan kekacauan
lalu sepanjang umurmu dalam ingatan
hari-harimu berantakan dan acak-acakan
maka fiksi adalah anugerah yang menakjubkan

kau bisa tulis apapun yang kau ingin lampiaskan
baik penggalan hidup nyata atau lamunan
dan pembacamu toh takkan bisa membedakan
kenyataan hidupmu atau sekedar impian
karena fiksi adalah anugerah yang menakjubkan

tapi kalau dalam sisa umurmu di kepalamu
muncul mahluk-mahluk yang tak pernah jelas
apakah mereka cuma fiksi atau kenyataan
namun sebaliknya mereka selalu bisa bedakan
kenyataan hidupmu atau cuma sekilas khayalan

kau lalu ingin lelehkan jam, pecahkan detik
agar bisa kembali ke masa sebelum waktu
untuk tawar-menawar lagi dengan senyap dan diam
agar kau diberi ijin untuk diciptakan ulang
bukan sebagai fiksi, bukan pula sebagai kenyataan

2005

Rahmat Jabaril : PATAH




Data buku kumpulan puisi

Judul : Patah
Penulis : Rahmat Jabaril
Cetakan : I, Mei 2008
Penerbit : Ultimus, Bandung.
Tebal : xx + 120 halaman (102 puisi)
ISBN : 978-979-17174-7-8
Editor :Hawe Setiawan
Naskah : Ika Ismurdyahwati
Gambar sampul : karya-karya Rahmat Jabaril
Foto sampul : Noorman
Desain sampul : Ucok (TYP:O Graphics)
Prolog : Setiaji Purnasatmoko

Beberapa pilihan puisi Rahmat Jabaril dalam Patah

NAFASKU HARI INI

Tukang becak
pemulung
lonte
pedagang kecil
buruh pabrik
kuli bangunan

Lorong-lorong
anak-anak kumuh
kuli-kuli jalanan
ibu-ibu ngerumpi

Sampah dan limbah pabrik
yang menekan
sesak nafasku

Ciroyom-Jatayu
rel kereta api
gerbong tua
adalah nafasku
hari ini!

Jatayu, 1984

Purwadmadi : WAYANG DAN LAIN-LAIN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Wayang dan Lain-lain
Penulis : Purwadmadi
Cetakan : I, Juni 2014
Penerbit : Interlude, Yogyakarta.
Tebal : xvi + 176 halaman (120 puisi)
ISBN : 978-979-14870-7-5
Desain sampul : Omah Djanur
Gambar sampul : Purwadmadi
Ilustrasi Isi : Purwadmadi
Tata letak : Gapura Omah Desain
Catatan Pengantar : Indra Tranggono

Buku Wayang dan Lain-lain terdiri atas 2 bagian, yaitu Lembar-lembar Wayang (50 puisi) dan Dan lain-lainnya (70 puisi).

Beberapa pilihan puisi Purwadmadi dalam Wayang dan Lain-lain

Ranjab Laku Luka Cinta

(yang tidak suka wayang jangan membaca)

1#1 -- menengarai tenggara dalam angin kuru yang terjaga.
Tatkala berpaling terbit rasa ingin mengepitnya dalam ketiak
waktu. Siti Sendari dalam rabun waktu, mencium bau mesiu
dan anyir darah penghabisan. Langit menjingga dan gemintang
bintang bertabur mega. Tak ada tangis, tak ada tangis,
kerna sayat miris kelewat bengis. Air mata telah menjadi
gumpal dupa, nafas telah menghela aroma kematian, serta
doa membentur dinding pengampunan atas remah karma-
karma, setara pengasingan jiwa pada cinta tanpa asmara,
cinta tanpa jiwa. Dalam padamu, rentang tembang mewirid
taksu, mantra rebah di persinggahan tanah merah. Wahai Siti
Sendari, dadamu mengerling seperti sungging penuh picing,
membiarkan tubuh Abimanyu tersangga gendewa, terpasung
tancap tancep anak panah tajam, pada sebuah orkestrasi
ranjaban, komposisi luka arang kranjang, kujur tubuh penuh
torehan merah saga, tak terkuaskan, hanya kucur leleh yang
mulai alum dan mengering. Kepada siapa mereka berpaling?

2#1 -- ada angin semilir, anglir mengalirkan raga rapuh. Siti
Sendari tetep sintal tak tersentuh. Tatkala angin melabuh,
begitu banyak gemuruh tanpa tabuh, derum dentam
menghantam ceruk serta ruam-ruam terdalam pada lubuk
aruh. Terluka sekaligus terasing, tepian Padang Kurusetra
mamring. Langit jingga, angin termangu, dan gelegak gagak
kuakan seruak hasrat hisap darah beku dan robek cabik tubuh
kaku. Siti Sendari-Abimanyu, berambang pada genang air di
petirtaan suci, terpilin arus setrum timbangan cinta, pada usia
tak terpaut. Setara. Kepada cinta mereka berpaling, bertaruh
ranjab tebusan. Ketika cinta bukan lagi pilihan, ketika cinta
tinggal kepastian, perselingkuhan menjadi sempurna. Memetik
nikmat selagi sempat. Kepada siapa Abimanyu bertambat?

3#1 -- asmaragama kehilangan makna. “Aku tak hendak
berpaling. Kutebus rasa ingin. Untuk penghabisan kali, teguh
kukatakan. Kepadamu akan bersilat janji, satu cintaku tak
terbagi.” Siti Sendari tercenung dalam menung menghitung
dunung, menemu sangkan sekaligus paran. “Kepada siapa
kau membilang bujang?” Abimanyu meradang ajal, kuasa
beringsut. “Kepada harapan. Kepada hari depan. Kepada 
pewaris zaman.” Siti Sendari diam, mencengkeram batin
kelam, tenggelam dalam dalam. Meraba gemetar pada kening
lebam Abimanyu. Gagap membau darah beku, menatap
luka nganga. Langit gelap, hari hampir malam, senjakala rela
melepaskan. Hanya ada satu tanya: adakah hari depan di
tangan perselingkuhan indah dan kebohongan menyenangkan?

Yogya, 2014