Laman

Tonggak

Selasa, 08 Maret 2011

Radhar Panca Dahana: LALU WAKTU


Data buku kumpulan puisi Lalu Waktu

Judul : Lalu Waktu, sajak dalam tiga kumpulan (1985-1994)
Penulis : Radhar Panca Dahana
Cetakan : 1, Mei 1994
Penerbit : Pustaka Firdaus, Jakarta.
Tebal : 129 hlm (60 judul puisi)
Pengantar : Goenawan Mohamad
ISBN : 979-541-056-3


Beberapa pilihan puisi Radhar Panca Dahana dalam Lalu Waktu

Pulang

hujan sedari tadi belum berhenti
kenapa merpati terbang sendiri
kuyup basah tidak perduli
sudah berapa pagi,
tak mau juga ia menepi.
apa yang kau cari?
kabar kekasihkah menyertai
atau sekedar ingin kembali?
tahukah kamu, di sini
seumur hujan ia menanti

1987



Pembunuhan Kopi di Pagi Hari


andaikata kuregang badan sekujur waktu, tetap saja tak kutemukan kau di situ. sejak lama sudah, kecewa ini kupelihara, seperti lumut menyelimuti batu. aku tak pernah sia-sia, walau sekali lagi, sekali lagi, melulu kekalahan kurayakan.
secangkir kopi panas yang kuhirup pagi dini sekali, menyodorkan kangen yang selalu datang di permukaan peruntunganku; kapan aku bisa memenangkan kejuaraan yang tak pernah dipertandingkan? kangen yang selalu mengingatkan bahwa kau masih ada. tapi koran pagi, berita radio dan televisi tak henti mengingatkan siapa saja bahwa waktu sudah tiada. karena itu, silakan kita ramai ramai membunuh kecewa. kita tidak bisa lagi mengenali diri sendiri lewat cermin mephistopheles. bahkan kata hati pun sudah tidak jujur pada dirinya sendiri. lidah selalu me- ngatakan “yang sebenarnya” dari yang sebenarnya bukan. emhh…betapa panas hari, dan tak ada angin di sini. pada- hal masih dini pagi, dan tukang sayur mulai menjajakan koran. pada saat seperti itu, pada suasana seperti itu, hanya satu yang ingin aku nyatakan; aku dapatkan satu dari kamu dengan melenyapkan satu dariku. kau tak tahu.


1992


Lelucon Abu Abu

terdengar diketuk itu pintu
tak juga kubuka, walau kutahu
di luar, Kau sabar menunggu.

1985


Perjalanan

inilah arti banyak dari satu kata laknat: saat.
inilah halte kehidupan, konstanta peradaban, partikel
sebuah perjalanan; semua tumbuh sendiri semua rusak
sendiri, untuk akhirnya mati. (dan saat mengalir di situ).

inilah arti banyak dari perjalanan yang tak mampu kita
hentikan. biang keladi semua yang tak terelakkan.
tak pernah aku percaya jika hanya Tuhan dan kematian
bisa meluputkan kita darinya.
tapi, inilah arti banyak jika hidup dan peradaban baru
dari sejarah yang terbelenggu, akan kita rapikan.
dengan segenap kemurnian, tanpa lagi campur tangan
raksasa perusak itu. dan cuma ini jawabku,
“kalahkan waktu!”

1985


Sajakku, Cinta

: rianti

jika sungai ini cairan waktu
cinta kanyut di dalamnya, hanya,
lebih panjang jarak alirnya
lebih luar batas tepinya
lebih deras kuat arusnya
lebih bening corak warnanya
lebih tak mungkin merumuskannya
tapi, tentang itu
telah terlanjut kita bicara,
“hei kekasih, mana kau senang
tenggelam atau berenang?”

1985


Catatan Kaki Sehabis Demonstrasi

aku melihat diam
tak seorang saja
tapi satu bangsa
kulihat batu
padahal manusia
menunggu waktu
padahal sia sia

di ini negeri apa pun boleh terjadi
tapi jangan sebut revolusi,
siapa pun pahlawan ngeri. mimpi saja tak berani
mereka capek dikibuli, dikebal sakit hati

kubasuh kaca lensa, kuhapus kata berikutnya
dan kutulis cerita: “aku melihat bisu
berjuta juta kamu berjuta juta aku.”

1987



Tentang Radhar Panca Dahana
Lahir di Jakarta, 26 Maret 1965. Menulis cerpen, puisi, novelet, esai di berbagai media massa. Juga menulis naskah drama. Antologi puisinya yang pertama adalah Simfoni Duapuluh (1985). Merupakan lulusan Universitas Indonesia jurusan sosiologi.



Catatan Lain
Rasanya buku ini kubeli saat masih SMA (kisaran tahun 1996 sd 1998). Bersamaan belinya dengan buku puisi Dorothea Rosa Herliany, Nikah Ilalang. Di cover belakang buku itu mash ada tempelan harganya, Gramedia Banjarmasin, Rp. 7.150,-

4 komentar:

  1. Bagus banget, makasih. Sekarang sang penulis, Mas Radhar sedang terbaring kritis di RSCM.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saya turut mendoakan semoga beliau diberi kekuatan batin yang luar biasa untuk menghadapi itu semua...

      Hapus
  2. Radar panca dahana seorang penyair yg DASYAT....

    BalasHapus