Laman

Tonggak

Senin, 06 Januari 2014

Suryatiti A. Manan: PEREMPUAN WALIKOTA



Data buku kumpulan puisi

Judul : Perempuan Walikota
Penulis : Suryatati A. Manan
Cetakan : I, Oktober 2008
Penerbit : Yayasan Panggung Melayu, Depok.
Tebal : xvii + 129 halaman (66 judul puisi)
ISBN : 978-979-16062-9-5
Supervisi : Asrizal Nur
Desain kulit luar : Sufi Firdaus
Sponsor tunggal : Desmond Goh
Kata Pengantar : Hamsad Rangkuti

Beberapa pilihan puisi Suryatati A. Manan dalam Perempuan Walikota

Melayu

Melayu ibarat laut
Selalu terbuka selalu menerima
Siapa saja yang ingin bersama
Melayu ibarat bumi
Selalu memberi selalu mengayomi
Terhadap mereka yang terzalimi
Melayu ibarat langit
Selalu menjunjung tinggi budi pekerti
Selalu menjaga marwah
Melayu selalu amanah
Melayu selalu ramah
Melayu selalu mengalah
Melayu suka berteman tak suka mencari lawan
Tapi pantang dicabar padah jadinya
Karena melayu tak banyak krenah apa adanya tak suka meminta minta
Melayu selalu malu
Tak pernah mau menonjol-nonjolkan diri
Selalu rendah hati
Tak mau seperti kata pepatah “hidung tak mancung pipi tersorong-sorong”
Melayu selalu sopan
Walaupun muka sudah ditampar kawan masih bisa membalas dengan pantun:
Ada buah dan kura-kura ninja
Mengapa dibuang di tempat sampah
Apa salah dan dosa saya
Sehingga tuan sangatlah marah
Melayu bukan perajuk
Hanya tak kuasa hendak bertengkar
Takut terucap kata-kata kasar
Lebih baik berkata:
“biarlah wai, inikan masa dia masa kita belum tentu pula”
Melayu ke mana-mana selalu membawa untung
Tak pernah rugi
Walaupun air sudah sampai di ujung hidung, masih bisa berkata:
“UNTUNG TAK MATI”

Sei Ladi, 14 Sept 2008, 09.00 wib



Hajat Terkabul

Pa, sudah kutunaikan hajatmu hari ini,
Engkau sudah lama berhajat
Ingin mengawinkan anak-anak kita
Di rumah sendiri di sei ladi
Bukan di gedung mewah atau hotel berbintang

Engkau ingin sekali menyaksikan
Perayaan pernikahan itu
Saat kita berbincang-bincang berdua

Tapi sayang, engkau tak dapat menunaikannya
Panggilan itu begitu cepat tak bisa dielak
Tapi aku tak pernah lupa akan hajatmu itu
Setelah 1 tahun 5 bulan 18 hari kepergianmu
Hajat itu terkabul juga adanya

Ribuan orang datang memberi restu dan doa
Kepada anak lelaki kita

Luar biasa, antusias tamu undangan yang datang
Dari petinggi negeri sampai masyarakat yang jauh di pelosok negeri
Dari orang dewasa dan remaja sampai anak-anak bahkan bayi yang masih
dalam gendongan ikut bersama
Belum lagi handai tolan sanak saudara, kaum kerabat baik yang jauh
maupun yang dekat, dan yang tak kalah perannya para staf setia
yang rela berkorban waktu dan tenaga untuk ikut menyukseskan acara

Jika engkau dapat menyaksikan ini
Aku tahu, engkau pasti terharu dan senang sekali
Anakmu yang sederhana justru mendapat helatan istimewa

Anakmu yang satu ini
Memang tak pernah meminta yang istimewa
Dia tak ingin menyusahkan kita
Dia ingin biasa-biasa saja
Sederhana, sederhana dan sederhana sekali
Ketika aku ingin membelikan sebuah kopor
Untuk dibawa nikah ke batam
Dia bilang “tak apelah ma, pakai tas ini saja”
Tas yang dia maksud sebuah tas ransel
Yang dia bawa ke mana-mana

Kadang-kadang aku terharu menangis di dalam hati
Melihat kesederhanaan anak lelaki kita ini
Di balik itu aku juga bangga akan sifat-sifatnya itu

Mudah-mudahan sifat semula jadi ini
Tetap bertahan sampai kapanpun
Di tengah badai kebendaan
Yang mengepung kita semua

sei ladi, 25 Juni 2007, 05.40 Wib selesai
mulai 23 Juni 2007


Latah

Begini salah begitu salah
Ini tak betul itu tak betul
Ini tak kena itu tak kena

Satu menuding semua menuding
Satu menyalahkan semua menyalahkan
Satu memuji semua memuji
Satu mencaci semua mencaci

Inilah kondisi terkini di negeri mimpi
Negeri kaya gundah gelana
Siang terpekik malam terpukau
Di sini menjerit di sana mengigau

Jalan berdebu, sungai kelabu
Di mana-mana ribut melulu
Yang dicari selalu kesalahan orang
Kesalahan sendiri tak pernah terpikir
Apalagi pemerintah, selalu disalah
Berbuat salah tak berbuatpun salah

Jadilah pemerintah seperti tak berguna
Seperti tak bertenaga
Seperti macan ompong
Seperti ulat kepompong
Tak berdaya melindungi negara
Dari serangan, hujatan, tuduhan, cercaan dan seribu satu
umpatan

Serangan suara beraneka nada
Semua bisa direkayasa
Yang baik bisa menjadi buruk
Yang buruk bisa menjadi baik
Yang putih bisa menjadi hitam
Yang hitam bisa menjadi putih
Yang besar bisa menjadi kecil
Yang kecil bisa menjadi besar
Yang tinggi bisa menjadi pendek
Yang pendek bisa menjadi tinggi
Terkecuali otong lenon dan udin semekot

Terbalik-balik, seperti membalik martabak india
Alias prata, dihempas ke sana, dihempas ke sini
Mengembang ke kanan dan ke kiri
Alangkah enak dimakan di pagi hari
Bersama kopi panas enak sekali
Inilah hidup hari ini

sei ladi, 24 Oktober 2007 jam 06.35 wib


Corat Coret

Corat coret baju bersorak gembira
Histeris menangis
Stress berat, pingsan, kejang-kejang
Bahkan mengamuk berang
Potret remaja sekarang
Ketika UAN diumumkan

Yang lulus senang bukan kepalang
Yang gagal semangat hidup seakan terbang
Tragis memang
Sekolah 3 tahun hanya ditentukan dalam 3 hari
Dengan 3 mata pelajaran

Siapa yang tak akan gugup
Siapa yang tak akan berdebar-debar
Siapa yang tak akan tegang

Menunggu hasil pengumuman ujian nasional itu

Orang tua mana yang tak cemas
Melihat anaknya lemas
Orang tua mana yang tak sedih
Melihat anaknya menangis

Orang tua mana yang tak galau
Melihat anaknya terpekik terpukau
Guru mana yang tak berusaha
Sekolah mana yang tak ingin punya nama
Agar tingkat kelulusan meningkat
Agar nama sekolah terangkat

Akhirnya berbagai cara ditempuh
Benteng kejujuran pun menjadi rapuh

Anak-anak dibuat belajar dalam tekanan yang tinggi
Jiwanya menjadi labil, kelulusan harus diambil
Tak peduli dengan cara yang bathil

Inilah hakiki pendidikan
Yang dibangun di negeri ini
Bukan membangun jiwa yang utama
Tapi membangun raga yang kasat mata saja

Tidak menghayati makna terdalam
Dari lagu Indonesia Raya

BANGUNLAH JIWANYA
BANGUNLAH BADANNYA
UNTUK INDONESIA RAYA

sei ladi, 22 Juni 2007 


Akal-akalan

Tanah airku begitu luas
Tanah airku begitu panas
Tanah airku begitu mengenas
Yang kuat menindas yang lemah
Yang lemah menyumpah yang kuat
Yang menengah mengambil jalan tengah
Ke atas seolah membela yang lemah
Ke bawah malah memanas-manasi rakyat bawah
Yang kuat tak sadar-sadar
Yang lemah makin terkapar
Yang menengah slalu berpura-pura
Ke atas dan ke bawah
Nyatanya yang menengah hidup mewah

sei ladi, 12 Juli 2007, 08.00 wib


Batu Pertama

Batu pertama selalu mengundang berita
Tanda dimulai pekerjaan yang hebat
Semua mata tertuju ke sana
Semua berita selalu memuja-muja
Seolah semuanya dapat selesai
dalam sekejap mata
Heboh,
Batu pertama di kampungku sedang marak
Ada batu pertama ‘tuk istana raja
Ada batu pertama ‘tuk rumah sakit jiwa
Ada pula batu pertama ‘tuk kampus mahasiswa
Yang belum kedengaran:
Batu pertama ‘tuk rumah keluarga miskin
Batu pertama ‘tuk taman bermain anak-anak
Batu pertama ‘tuk alaun-alun kota
Semoga tidak terlupa

sei ladi, 3 Juli 2008, 20.26 wib


Negeriku Sayang Negeriku Malang

Dulu negeriku terkenal
Negeri nyiur melambai
Negeri elok
Kaya sumber daya
Tanahnya subur
Pantainya indah
Gunungnya megah
Di atas minyak di bawah minyak
Hutan tropis berlapis-lapis
Ikan berenang bergerak riang
Masyarakatnya ramah
Senyumnya cerah

Sekarang
Negeriku sakit parah
Terlalu banyak beban
Terlalu banyak hutang
Terlalu banyak dikuras dan diperas
Tangan-tangan jahil yang ganas
Tak ada lagi keramahan dan senyuman yang ikhlas
Yang tinggal hanya kesemuan, kepalsuan dan
Kepura-puraan yang ditutup dengan warna-warnai pelangi
Yang berdaki

sei ladi, 3 Juli 2008, 23.20 wib


Wartawan 2008

Wartawan profesi yang sakti
Bisa membuat orang kecil menjadi besar
Orang besar menjadi kecil
Yang tak dikenal menjadi terkenal
Yang top bisa menjadi redup

Wartawan profesi luar biasa
Bisa memanaskan
Bisa mendinginkan suasana
Bisa membuat orang tersanjung
Bisa juga membuat orang tersandung
Bisa membunuh tanpa melukai
Hanya dengan dengan kata-kata sakti
Bisa membuat pejabat
Tak bisa makan berhari-hari

Wartawan profesi yang hebat
Membuat pejabat bisa sekarat
Dari eselon II bisa menjadi terdakwa
Dari kota terkotor bisa jadi terbersih
Bisa membat Adipura terlepas dari kota

Makanya jangan sombong
Dengan wartawan
Wartawan profesi yang tahan uji
Mengejar berita dari malam sampai pagi
Walaupan banyak yang mencaci maki
Tapi wartawan sejati tetap punya harga diri

sei ladi, 2 Agustus 2008, Sabtu, 08.30 wib


Habis Manis Sepah Dibuang

Hidup ini singkat
Kenapa harus diisi dengan menghujat
Hidup ini indah
Kenapa harus diisi dengan fitnah dan keluh kesah
Hidup ini nikmat
Kenapa harus diisi dengan dendam kesumat

Hidup bung Karno
Hidup pak Harto
Hidup pak Habibi
Hidup embak Mega
Hidup pak SBY

Inilah presiden-presiden RI
Sejak merdeka sampai hari ini

Semuanya punya andil
Dalam membentuk negeri dan bangsa ini
Masing-masing punya peran
Sesuai dengan zamannya

Sebagai warga negara
Kita harus menghormatinya
Terlepas dari segala
Kekurangan dan kelemahan

Tak ada manusia yang sempurna
Setiap pemimpin harus dihormati
Bukan dicaci maki dengan sesuka hati

Perlakukanlah pemimpin
Seperti di negeri melayu
Pemimpin didahulukan selangkah
Pemimpin ditinggikan seranting
Raja adil raja disembah
Raja zalim raja disanggah

Kalau ada yang bengkok
Luruskanlah secara elok
Kalau ada yang tak patut
Kembalikan pada yang patut

Kalau ada yang tak kena
Usahakan menjadi sempurna
Tidak seperti sekarang
Rasa hormat kepada yang lebih tua sudah berkurang

Pemimpin bangsa = orangtua dalam keluarga
Siapa melawan orangtua
Durhaka namanya
Balaknya langsung diterima di dunia

Inilah yang terjadi di negeri ini
Tak ada rasa hormat kepada orang yang lebih tua
Kepada pemimpin, di waktu berkuasa saja
Hormat itu diberikan
Setelah itu tak dipandang, habis manis sepah dibuang

INILAH CONTOH YANG TAK PATUT
DICONTOH

sei ladi, 11 Juni 2007, 22.30 wib


Dia Sedang di Atas Angin

Dia sedang di atas angin
Macam-macam angin ada di tangannya

Ada angin barat yang bersayap
Ada angin timur yang mendengkur
Ada angin selatan yang menghanyutkan
Ada angin utara yang menggelora

Setiap saat dapat mengejar kita
Dengan angkara murka dan gegap gempita
Membuat kita dan keluarga porak-poranda
Tenggelam dalam neraka dunia

Yang tak jelas
Mana yang benar, mana yang salah
Mana yang hitam, mana yang putih
Mana yang baik, mana yang buruk
Mana yang terselip, mana yang tersalip
Mana yang untung, mana yang buntung

Sakitnya menggapai laut yang tak bertepi
Hanyut tanpa harapan
Kecuali datangnya kebesaran ILLAHI

sei ladi mulai 01.15 dinihari, 20 april 2007
selesai dalam perjalanan ke kantor, 07.40 wib tgl 20 april 2007


Stafku

Stafku, stafku
ada yang bekerja setengah hati
ada yang bekerja semaunya sendiri
ada yang tak suka apel pagi
ada yang pagi-pagi sudah di kedai kopi
ada yang takut diminta mewakili

Stafku, stafku
bila aku ada, banyak yang setor muka
bila aku keluar kota, ada yang tak masuk kerja

Stafku, stafku
ada yang merasa pintar sekali
ada yang merasa paling berkuasa
ada yang tak peduli etika kerja
ada yang tak merasa sebagai abk

Stafku, stafku
Berbagai tunjangan sudah diterima
mengapa masih malas bekerja
berbagai toleransi selalu diberi
mengapa masih tak tahu diri

stafku, stafku
mengapa kesadaran melayani masyarakat
masih jauh di bawah standar
mengapa kepekaan terhadap derita warga
masih jauh tertinggal
selalu menunggu perintah
jarang turun ke bawah

mengapa HP selalu berbunyi:
“nomor yang anda tuju sedang sibuk
atau berada di luar jangkauan
cobalah beberapa saat lagi”

Stafku, stafku
apakah kalian tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu
atau takut ‘tuk memberitahu
pasangan hidup selalu bergaya
“ala ratu balqis”
di tengah bangsa yang dilanda krisis
di saat warga bangsa memperingati
detik-detik proklamasi, justru istri-istri
beramai-ramai keluar negeri
tanpa rasa nyeri

Stafku, stafku
begitukah ungkapan rasa syukur atas
nikmat yang Tuhan “berikan”?

Segera berbenah diri
sebelum malaikat mutasi
memindahkan posisi dari
pejabat negeri ke staf ahli

Stafku, stafku
ada yang suka main api
ada pula yang tak punya nyali
ada yang setia sampai mati
tak banyak yang bekerja dari malam sampai pagi
sedikit yang bekerja tak menghitung jari

Stafku, stafku
ada yang hobby berangkat keluar negeri
walau hanya sakit gigi
ada yang hobby berangkat keluar kota
walaupun belum seizin walikota
ada yang berwajah lugu, wajah tak berdosa
kelakuan ruar biasa
ada yang bermuka palsu, di depan membisu
di belakang menggerutu

Stafku, stafku
dari eselon IV sampai eselon II
dari tugas staf sampai tugas pelaksana
semuanya pandai bermain

Eselon II pandai bermain sandiwara
ada yang suka membadut
ada yang suka tari perut
ada yang suka ke laut

Eselon III pandai bermain mata
sekejap matanya tertutup
sekejap matanya terbuka
alias kejam celek lah wai

Eselon IV pandai bermain petak umpat
kapan bersembunyi
kapan berlari
kapan-kapan kita harus bersembunyi
kapan-kapan kita harus berlari
jangan sampai ketahuan bu wali

Yang tanpa eselon pandai bermain balon
kapan meniup
kapan ditiup

Tapi,
masih ada yang siap siaga
kapan saja diperintah
tak pernah menyanggah

masih ada yang peduli
masih ada yang memahami
bagaimana menggapai
visi dan misi Negeri

sei ladi 23/8/2008, 00.15 wib.


Cik Puan

Encik-encik, tuan-tuan dan puan-puan
Puan selalu disebut paling belakang
Tak jarang terlupakan
Bahkan sering ditinggalkan

Sebetulnya segunung harapan
Berada di pundak cik puan
Cik puan melambangkan kelembutan, kesopanan dan
kedamaian

Cik puan panggilan yang menyejukkan
Menggambarkan perempuan melayu yang bertamadhun
Perempuan melayu yang ucapan-ucapannya selalu santun
Yang tingkah lakunya selalu terjaga
Yang pakaiannya selalu sopan berbaju kurung atau kebaya
Yang senyumnya tulus menawan
Yang malu tersipu-sipu
Yang patuh pada suami
Yang sayang kepada anak-anak
Yang hormat kepada orangtua
Yang taat kepada agama
Yang perkasa membela keluarga
Yang bekerja tanpa beban
Yang sanggup berkorban tanpa bayaran

Sungguh,
Perempuan melayu anggun dan mulia
Laksana engkau puteri raja Hamidah
Pemegang regalia yang amanah dan bermarwah

Cam mane cik puan yang ada di zaman ini
Apakah sudah mewarisi sosok engkau puteri?
Silahkan mengamati sendiri.

sie ladi, 6 mei 2007, 13.40 wib
disempurnakan 9 mei 2007, 06.10 wib


10 November 2004

10 November 2004
Dari istana negara ke pulau Penyengat
Membawa keppres dan plakat
Pengangkatan Raja Ali Haji
Sebagai pahlawan nasional
Upacara penyambutan di halaman masjid sultan
Unsur muspida, pimpinan dewan, tetamu terhormat
Dan masyarakat sudah berada di tempat

Acara dibuka protokol
Dengan elu-eluan tanda suka cita
Dan selamat datang kembali
Pada rombongan petinggi negeri
Dilanjutkan dengan sambutan
Dari ahli waris yang tinggal di penyengat
Seorang tokoh muda yang tampan
Memberi sambutan dengan nada yang kelam dan
kusam

Hadirin terperangah
Suasana sukacita berubah menjadi merah
Mendengarkan kata-kata yang tak pantas
Diucapkan dari seorang keturunan bangsawan
Terhadap seorang perempuan petinggi negeri
Yang telah memperjuangkan gelar
Pahlawan nasional Raja Ali Haji

Memang, beliau tidak berjuang sendiri
Beliau juga mengakui
Perjuangan ini melalu tahap demi tahap
Tiap-tiap tahap ada pemeran utama
Keberhasilan ini adalah perjuangan bersama
Tak perlu menepuk dada
Akulah yang paling berjasa
Tak perlu harus bertengkar
Tak perlu harus mengeluarkan kata-kata kasar
Gara-gara tak dibawa ke tengah pasar

Bukan kehendak petinggi negeri
Aturan menteri mengisyaratkan
Penerima harus ahli waris bergaris lurus
Memang diakui
Munculnya di penghujung kerja
Terkesan menembak di atas kuda
Tak salah bunda mengandung
Nasib badan memang beruntung
Menerima penghargaan Presiden secara langsung
Di istana negara berfoto bersama
Di sana senang di sini berang
Apadaya hendak dikata
Bukan sengaja tidak membawa yang ada
Tapi aturan yang menjadi kendala
Mohon semua berlapang dada
Tak ada gading yang tak retak
Tak ada manusia yang sempurna

Kita semua harus berbangga
Satu lagi putra terbaik
Dari kawasan negeri melayu
Diakui sebagai pahlawan nasional di bidang bahasa
Yang paling utama memasyarakatkan buah karyanya
Yang tersebar di seantero dunia
Menjadi pedoman
Menjadi pegangan
Menjadi rujukan
Dalam menjalani kehidupan

sie ladi 9 mei 2007, 07.05 wib


Tentang Suryatati
Bernama lengkap Dra. Hj. Suryatati A. Manan, lahir di Tanjungpinang, 14 April 1953. Lulusan Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Memulai karir kepegawaian di jabatan struktural sebagai Kasubbag Perundang-undangan Setda Kabupaten Kepulauan Riau (1978-1983) hingga puncaknya meenjadi walikota Tanjungpinang pilihan DPRD (2003-2008) dan walikota pemilihan rakyat langsung (2008-2013). Turut mendeklarasikan kotanya sebagai Kota Gurindam Negeri Pantun. Pernah baca sajak tunggal di Taman Ismail Marzuki pada 2007.

Catatan Lain
Saya tak pernah menangis ketika membaca puisi, tapi ketika membaca puisi “Hajat Terkabul” saya menitikkan airmata. Biasanya saat baca novel saja saya bisa menangis. Tangisan pertama saya saat baca karya sastra dimulai dengan novel Hamka, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, saat saya masih SMP. Kemudian “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk”, masih dari Hamka, dalam waktu yang tak berselang lama dari pembacaan pertama, mungkin SMA. Waktu mahasiswa, saya menitikkan airmata di satu bagian saat membaca Supernova, Dewi Lestari. Ah, lupakan sejenak peristiwa sentimentil ini. Yang jelas di sampul belakang buku ada endorsemen dari DR. Ing. H. Fauzi Bowo, Taufik Ismail, Maman S. Mahayana, dan Tommy F. Awuy. 

4 komentar: