Laman

Tonggak

Kamis, 01 Januari 2015

Abdurrahman El Husaini: BIUS DOA DI KM 48




Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : Bius Doa di Km 48
Penulis : Abdurrahman El Husaini
Cetakan : I, Desember 2013
Penerbit : Scripta Cendekia, Banjarbaru.
Tebal : xii + 116 halaman (98 judul puisi)
ISBN : 979-17199-9-3
Pengantar : Dewi Alfianti Pratama

Beberapa pilihan puisi Abdurrahman El Husaini dalam Bius Doa di Km 48

Tentang Pulang

Pulanglah kata-kata
Ke rumah kamus puisimu yang purba
Untuk mencari bisa sebuah makna
Pada bahasa-bahasa yang telah berkhianat dengan kejujuran
Pada kalimat-kalimat yang telah bersekutu dengan kemunafikan
Pulanglah kata-kata
Ke rumah kamus puisimu yang purba
Untuk mencari bisa sebuah makna
Pada laki-laki yang bernama: MUHAMMAD!


Petuah Jiwa

Wahai mata yang buta akan keindahan, melihatlah
Wahai telinga yang tuli akan kemerduan, mendengarlah
Wahai mulut yang bisu akan kebenaran, bicaralah
Wahai hati yang beku akan kejujuran, berbisiklah
Wahai tangan yang buntung akan ketulusan, merentanglah
Wahai kaki yang pincang akan kebebasan, melangkahlah
Sebelum kokok ayam
Sebelum matahari terbit
Sebelum perahu umurmu merapat di dermaga sunyi

Dharmadi: AKU MENGUNYAH CAHAYA BULAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Aku Mengunyah Cahaya Bulan, 56 Puisi Pilihan (1974-2004)
Penulis : Dharmadi
Penerbit : bukulaela, Yogyakarta.
Cetakan : I, November 2004
Tebal : 103 halaman (56 puisi)
ISBN : 979-96590-26-4
Editor : Abdul Wachid B.S. (sekaligus menulis Epilog)
Prolog : Yudiono KS
Lukisan Sampul : Hadi Wijaya
Rancang sampul : Hief

Beberapa pilihan puisi Dharmadi dalam Aku Mengunyah Cahaya Bulan

Di Sisi Jenazah di Bibir Liang Kubur

diukur-ukur, direntang-rentang
dipotong-potong, selembar kain kafan
aku bayangkan; membungkus ragaku
dimandikan dengan ramuan wewangian

masihkan bisa menghapus dosa-dosa?

ruh telah pergi tak mau berpaling lagi
sendiri, tak lagi mau kembali
aku bayangkan; tentang jarak perjalanan
jauhnya, tak lagi terduga

di pundak pelayat jasad ditinggikan sesaat
di liang kubur jasad dikembalikan ke asal-usul

sepotong kayu atau selempeng batu
sebagai nisan hanya pertanda

di sini ada yang dikembalikan
ke balik bumi

aku pun kembali ke jalan sendiri
mencari hakekat hidup sehari-hari

sebelum mati

1995

Ngurah Parsua: 99 PUISIKU




Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : 99 Puisiku
Penulis : Ngurah Parsua
Cetakan : I, Mei 2008
Penerbit : Lembaga Seniman Indonesia Bali (LESIBA), Bali.
Tebal : xvi + 132 halaman (99 judul puisi)
ISBN : 978-979-15268-2-1
Desain sampul dan buku : MDR, KT
Percetakan : Swasta Nulus
Prolog : Jiwa Atmaja
Epilog : Putu Arya Tirtawirya

99 Puisiku terbagi atas tiga bagian, yaitu Puisiku (2001-2004, 47 puisi), Puisiku Hari Ini (1999-2000, 38 puisi), Pada Puisi (1972-1998, 14 puisi)

Beberapa pilihan puisi Ngurah Parsua dalam 99 Puisiku

Pada Puisi

kepedihan luka, mengembara ke batas dunia
sayap tak pernah jemu dan layu
kepak pikiran, gairah, burung mungil terbang
dalam sunyi, pembicaraan dini hari

penghibur lelahku, diamlah duka, tidur saja
dalam puisi ini, rebahkan tubuh kering dan pahit kaku
tatap langit biru senandungkan isi hati
haru tergenang di kelopak mata
istirahat dari huru-hara

kutulis cermin sendiri, mengasah pedang
mesiu, memberi selamat kepada saudara
dendam dengki kasih sayangku, kebanggaan
dan kesombonganku
keserakahan, ketercelaan pikiran burukku
memberi selamat kepada derita
tabahlah, dunia kecil jatuh
ke tangan kesedihan

rebahlah, tidur paling nyenyak
esoknya mendaki pegunungan himalaya
pulang dan mengembara
menyeberangi selat malaka
teduhnya rumah sendiri
pada puisi

Denpasar, 1979

Toeti Heraty: NOSTALGI = TRANSENDENSI




Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : Nostalgi = Transendensi
Penulis : Toeti Heraty
Cetakan : I, 1995
Penerbit : PT. Grasindo, Jakarta.
Percetakan : PT. Gramedia Jakarta
Perwajahan : Albertus Swandaru
Sampul depan : Kunta Rahardjo
Tebal : xiv + 123 halaman (78 judul puisi)
ISBN : 979-553-483-1
Kata pengantar : Budi Darma

Beberapa pilihan puisi Toeti Heraty dalam Nostalgi = Transendensi

Cocktail Party

meluruskan kain-baju dahulu
meletakkan lekat sanggul rapi
lembut ikal rambut di dahi
            pertarungan dapat dimulai
berlomba dengan waktu
dengan kebosanan, apa lagi
            pertaruhan ilusi
seutas benang dalam taufan
amuk badai antara insan

taufan? ah, siapa
yang masih peduli
tertawa kecil, menggigit jari adalah
            perasaan yang dikebiri
kedahsyatan hanya untuk dewa-dewa
tapi deru api unggun atas
            tanah tandus kering
angin liar, cambukan halilintar
            mengiringi

perempuan seram yang kuhadapi, dengan
garis alis dan cemooh tajam
            tertawa lantang –
aku terjebak, gelas anggur di tangan
tersenyum sabar pengecut menyamar –
ruang menggema
dengan gumam hormat, sapa-menyapa
dengan mengibas pelangi perempuan
itu pergi, hadirin mengagumi

mengapa tergoncang oleh cemas
dalam-dalam menghela napas, lemas
            hadapi saingan dalam arena?
kata orang hanya maut pisahkan cinta
tapi hidup merenggut, malahan maut
            harapan semu tempat bertemu

itu pun hanya kalau kau setuju
keasingan yang mempesona, segala
tersayang yang telah hilang –
penenggelaman
dalam akrab dan lelap
kepanjangan mimpi tanpa derita
dan amuk badai antara insan?
gumam, senyum dan berjabatan tangan

Multatuli: MAX HAVELAAR



  
Data buku

Judul : Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda
Penulis : Multatuli (adalah nama samaran dari Eduard Douwes Dekker 1820-1887, yang bermakna = aku telah banyak menderita)
Tahun terbit buku : 1860
Penerjemah: H.B. Jassin (langsung dari Bahasa Belanda)
Penerbit : Djambatan, Jakarta.
Cetakan : IX, 2005 (Cet. I: 1972)
Percetakan : Ikrar Mandiriabadi
Tebal : xxi + 359 halaman
ISBN : 979-428-586-2
Pendahuluan dan Anotasi : Dr. Gerard Termorshuizen

“Ya, aku bakal dibaca!//Jikalau tujuan itu tercapai, maka puaslah aku. Sebab aku bukan hendak menulis baik,… aku hendak menulis begitu rupa, sehingga didengar, dan seperti orang yang berteriak :’tangkap maling itu!’ tidak perduli gaya ia menyampaikan ucapannya yang spontan kepada publik itu, maka akupun tidak perduli bagaimana orang menanggapi cara aku meneriakkan: ‘tangkap maling itu!’.// Buku itu isinya aneka macam, tidak beraturan, pengarangnya mengejar sensasi, gayanya buruk, tidak nampak keahlian;…tidak ada bakat, tidak ada metode…. //Baik, baik,… semuanya itu benar,… tapi orang Jawa dianiaya!//Sebab, orang tidak bisa membantah maksud utama karyaku.”
(Multatuli, hlm 347)

Puisi-puisi dalam buku Max Havelaar karangan Multatuli alias Eduard Douwes Dekker

Kembalikan Dulu Ibuku Padaku

      Ibu, jauh memang tempat ku lahir,
Negeri tempat kulihat cahaya mentari,
Airmataku berlinang pertama kali,
      Kau besarkan aku dalam bimbingan;
      Jiwa sang anak kau isi dan kau pimpin
Penuh kasih sayang seorang ibu
Setia kau mendampingiku
      Kau angkat jika ku jatuh; –
Nasib kejam memutus hubungan kita
      Tapi hanya lahirnya saja…
Sendiri aku berdiri di pantai asing
      Seorang diri,… dan Tuhan…

Namun, ibu, apapun menggelisahkan hati,
      Yang menyenangkan maupun menyedihkan
Janganlah ragu cintanya beta
      Cinta puteramu di dalam hati!

Belum ada empat tahun yang silam
      Aku berdiri penghabisan kali nun di sana
      Tanpa kata di tepi pantai
Menatap jauh ke masa depan;
      Kubayangkan segala yang indah
Yang menunggu di masa depan,
Kelecehkan masa kini dengan berani
      Kuciptakan surga firdausi;
      Hatiku tak gentar menempuh jalan
      Melanda segala hambatan,
Yang melintang di depan mata,
Ku rasa dunia bahagia semata…