Laman

Tonggak

Minggu, 01 Maret 2015

Ook Nugroho: TANDA-TANDA YANG BIMBANG




Data buku kumpulan puisi

Judul : Tanda-tanda yang Bimbang
Penulis : Ook Nugroho
Cetakan : I, Juli 2013/Sya’ban 1434 H
Penerbit : PT Kiblat Buku Utama, Bandung.
Tebal : 93 halaman (53 puisi)
ISBN : 978-979-8002-41-0
Gambar kulit muka : lukisan karya Salim “Kesepian Mawar” (2001)
dari buku Salim Pelukis Indonesia di Paris (Ajip Rosidi, Pustaka Jaya, 2003)

Tanda-tanda yang Bimbang terbagi atas empat kumpulan, yaitu Separuh Puisi (18 puisi), Jagal Jumat (7 puisi), Tema Insomnia (19 puisi) dan Lampiran: Pelajaran Dasar Bermain Bidak (9 puisi)

Beberapa pilihan puisi Ook Nugroho dalam Tanda-tanda yang Bimbang

Separuh Puisi

Sebagus-bagus sajak kau tulis
Itu barulah separuh puisi, katanya

Separuhnya lagi tertahan oleh sunyi
Yang mendekapnya di hulu waktu

Kelak jika musimmu telah muara
Diaruskannya sempurna mencapai hilir

2010

Azhar: MATA YANG MEMBERI




Data buku kumpulan puisi

Judul : Mata yang Memberi
Penulis : Azhar
Cetakan : I, September 2005
Penerbit : Bukupop, Jakarta.
Tebal : vi + 54 halaman; 11 x 17,7 cm (53 puisi)
ISBN : 979-99370-8-6
Perwajahan : Radite C. Baskoro
Rancangan sampul : Yonas Sestakresna

Beberapa pilihan puisi Azhar dalam Mata yang Memberi

Siul Hujan

Aku pun bersiul menahan dingin hujan
Tapi sesaat kerna gubuk-gubuk
memantulkan kepedihan
Lalu kucumbu kesan rumahku
yang kena gusuran
dan kubur saudaraku
yang hilang bagi jalanan

hujan senja pun berhenti perlahan-lahan
Dan kunikmati wajahmu pada mataku
Tapi peluit kereta menyulutkan sendu
dalam riuh suara-suara
di dalam dan di atas gerbong tua

Ali Syamsudin Arsi: GEMURUH, PUISI DARI KALIMANTAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Gemuruh, Puisi dari Kalimantan
Penulis : Ali Syamsudin Arsi
Cetakan : I, April 2014
Penerbit : Framepublishing, Yogyakarta.
Tebal : xxii + 164 halaman; 13,5 x 20 cm (74 puisi)
ISBN : 978-979-16848-9-7
Penyelia akhir : Raudal Tanjung Banua
Desain isi dan cover : Frame-art
Gambar cover : Darvies Rasyidin
Ilustrasi : Moses Oyes
Catatan apresiasi : Dimas Arika Mihardja dan Sumasno Hadi

Beberapa pilihan puisi Ali Syamsudin Arsi dalam Gemuruh, Puisi dari Kalimantan

Hutan Kalimantan

anak-anak riang ceria
di arena sebuah lomba

kita sekarang menggambar kembali:

hutan kita yang hilang

/asa, banjarbaru, 14 juli 2013


Sungai di Kalimantan

wahai sungai, mengalirlah sebagaimana kalian mengalir sejak lama seperti yang aku pahami dalam kekinian dan pengertianku sendiri tentang sejarah masa silam, wahai sungai, meliuklah sebagaimana engkau meliukkan badan dalam jeram-jeram dalam tebing-tebing dalam hutan-hutan, wahai sungai, di atas riakmu pula ada banyak kabar dari satu titik ke titik lain dan ketika pecahan riak menuju gelombang maka saksikanlah bahwa kecipak ikan-ikan dengan ekor selalu bergerak dari satu hentak ke hentak lainnya, wahai sungai dalam rimba belantara wahai hutan dalam gelombang dan wahai sungai dalam pijar dendam membara-bara, wahai sungai keruh yang kian membuncah-buncah, wahai sungai, atas dasar berpasir batu dan kulit kerang juga tanah liat tanah lempung campuran lumpur serta batu-batu, wahai sungai; meluaplah, meluap sampai keluh kesahmu naik di puncak ramai sampai ke pucuk tugu dan tiang-tiang bendera, wahai sungai; saksikan olehmu keangkuhan menara dan banyaknya tiang-tiang istana, istana rapuh yang ditancapkan di mana-mana atas dasar apa, wahai sungai, sampai di mana diam kita bila semua arus telah dengan sengaja disumbat di mana-mana

/asa, banjarbaru, desember, 2013

Made Adnyana Ole: DONGENG DARI UTARA




Data buku kumpulan puisi

Judul : Dongeng dari Utara
Penulis : Made Adnyana Ole
Cetakan : I, Mei 2014
Penerbit : Akar Indonesia, Yogyakarta
Tebal : xiii + 112 halaman (57 puisi)
ISBN : 978-979-99838-9-3
Penyunting : Raudal Tanjung Banua
Desain isi dan cover : Frame-art
Gambar cover : Polenk Rediasa

Dongeng dari Utara terbagi atas 3 bagian menurut tahun penciptaan, yaitu 2007-2012 (7 puisi), 1996-2006 (29 puisi) dan 1986-1995 (21 puisi)

Beberapa pilihan puisi Made Adnyana Ole dalam Dongeng dari Utara

Si Tua Penyadap Tuak

Penyadap atau pemabuk, segalanya tak terduga
Si tua itu hanya minum pada setiap hari yang dini
dari sadapan embun sisa-sisa usia

Tuang, Kekasih, tuanglah!
Hempaskan dahagaku
Setelah kudaki tiga ratus ribu pohon lontar
Tiga ratus ribu lagi batang sagu
dan tiga ratus ribu kelapa di tebing curam
pada lintas angin
pantai-pantai yang terlupa

Tuang lagi, larutkan kering usiaku
Seteguk nyeri di ujung ginjal
tak akan membuatku terhuyung
karena maut sudah kerap kusaksikan
saat kutundukkan puncak pohon
yang dicintai langit
dan bintang siang terjatuh di mataku

Si tua itu sangat paham arti tubuh yang terlepas
dari tanah atau roh yang khilaf
Ketika elang liar menyapa di sela udara
dan tangan ramping serangga pohon
meraba pundak tanpa kata

Tuang lagi, Kekasih, tuanglah!
Sekerat usia tak akan tandas, meski segala alas
ditingkap ke seluruh arah
Karena telah kukenal beratus ribu pohon ketinggian
Ingin kukenal juga beratus ribu jurang tanpa akar

2006

Ahmad Nurullah: SETELAH HARI KEENAM




Data buku kumpulan puisi

Judul : Setelah Hari Keenam
Penulis : Ahmad Nurullah
Cetakan : I, Agustus 2011
Penerbit : Cakra Books, Jakarta.
Tebal : x + 114 halaman; 13 x 19,5 cm (50 puisi)
ISBN : 978-979-3456-30-0
Prakata : Ahmad Nurullah
Tata letak : Imam Saptaji
Rencana Sampul : Sides Sudyarto DS
Lukisan : Albrecht Durer, Adam and Eve (1504)

Beberapa pilihan puisi Ahmad Nurullah dalam Setelah Hari Keenam

Tuhan Para Pelaut

Tuhanku adalah Tuhan para penjelajah:
mereka yang menampik ketenangan
sebagai hadiah –
Tuhan badai, gelombang, angin puyuh
Tuhan para pemberani, dan para penemu

Tuhannya orang-orang yang bertanya,
dan merayakan kegelisahan
sebagai sebuah pintu
untuk berangkat:
Tuhan para pelaut
Tuhan para penakluk

Tapi, Tuhanku juga Tuhan rembulan,
matahari, bintang-bintang, yang bersinar –
tanpa berisik. Tuhan yang tidak minta dicari,
tapi ditemukan. Di dalam sukmamu:
sehabis melepas jangkar,
dan membuang sauh.

Jakarta, 2005