Data buku kumpulan puisi
Judul: Sajak-sajak Saronen Nurhadi
Penulis: Akhmad
Nurhadi Moekri
Cetakan: I, Agustus 2013
Penerbit: CV. Alif Gemilang Pressindo
Tebal: viii + 56 halaman (61 puisi)
ISBN: 978-602-7692-41-1
Penyunting: Tiana Hidayat
Desain Sampul: Bayu Hidayat
Tata Letak: Ahmed Ghoseen A.
Beberapa
pilihan puisi Akhmad Nurhadi Moekri
dalam Saronen
Munajat 1
Tuhan, tetap saja
aku tidak siap mati
Sumenep,
11 Juli 2011
Munajat
9
Tuhan,
baringkanlah aku
dengan alunan firman-Mu
Sumenep,
23 Juli 2011
Munajat
11
Tuhan,
berikan aku
kenikmatan gempa
dan musibah
Sumenep,
24 Juli 2011
Munajat
14
Tuhan,
berkahilah sarapan kami
Sumenep,
26 Juli 2011
Munajat
7
Tuhan,
kalau Kau lempar aku ke jurang neraka
aku bisa berbuat apa?
tapi Kau Maha Bijaksana
Sumenep,
20 Juli 2011
Munajat
17
Tuhan,
atas perkenan-Mu
terima kasih
Sumenep,
29 Juli 2011
Munajat
19
Tuhan,
tumbuhkan rumput
di kuburanku
Sumenep,
30 Juli 2011
Munajat
39
Tuhan!
Sumenep,
15 Agustus 2011
Munajat
44
Tuhan,
benarkah aku berpuasa?
Sumenep,
20 Agustus 2011
Munajat
51
Tuhan
pertemukan aku
dengan layla
Sumenep,
27 Agustus 2011
Saronen
Nurhadi, 3
banyak yang kutangisi malam ini
-juga adikku dengan transplantasi dua kali-
rasa dosa endapan masa silam
-jembatan runtuh-. Keputusasaan
masa depan tidak menjanjikan apa-apa:
Ah, siapa yang bakar diri di depan istana?
Saronen
Nurhadi, 5
tengah malam angin melintasi
jalannya sendiri seperti
mimpi tanpa harus dibebani arti hidup
biarkan menemukan takdirnya sendiri, lukisan
menemukan warnanya sendiri,
sajak menemukan tafsirnya sendiri, laut menemukan
gelombangnya sendiri, angin menemukan musimnya
sendiri, ajal menemukan kuburnya sendiri.
tengah malam angin melintasi
jalannya sendiri seperti
mimpi tanpa harus dibebani arti.
Saronen
Nurhadi, 6
sederhana saja
makan nasi bungkusan
naik bus
tidur di emperan masjid
tanpa hutang
tanpa beban
tanpa belenggu
belenggu status
belenggu kursi
belenggu waktu
Saronen
Nurhadi, 8
sepotong hujan
jatuh
tidak selesai
selalu tidak akan pernah selesai
juga kenangan
bahwa kita pernah bercinta
dan membakar kota Roma sambil tertawa
bahwa kita pernah bercinta
dan melahap khuldi sepuasnya
bahwa kita pernah bercinta
bahwa kita pernah bercinta
dan mengobarkan perang Troya
Saronen
Nurhadi, 14
infus mengalirkan kenangan ke tubuhmu
jadi imun
sepertinya ada profil di sana
mengembara di layar proyektor
di layar syaraf di layar imajinasi
di layar televisi di layar perahu
huk huk...
akulah nelayan
yang membelah gelombang darahmu
kau kujaring
aku menikmati geleparmu
huk huk...
akulah penyadap nira
dari segar geliatmu
kau kuhirup
aku menikmati mabukku
dan bagai tawon aku meneteskan
madu puisiku
infus mengalirkan kenangan ke tubuhku
jadi imun
ada profilku di sini
Saronen
Nurhadi, 19
pada waktunya
semua harus berakhir
juga petualangan ini
menyelamlah sendiri
bermain dengan ikan
menggoda gelombang
terbanglah sendiri
berkejaran dengan burung
menyapa topan
biar aku pulang
minum kopi
baca koran
dan tidur siang
Saronen
Nurhadi, 21
berhiaslah untukku bianglala
karena sebentar lagi aku sirna
kembali dalam bayang hujan
semilir angin sebisik desah
berhiaslah untukku bianglala
tanpa duka
Sajak
Lobster
anakku merengek-rengek
minta lobster
enak kata tv
dikira terjangkau
harga bbm naik
buruh demo
mahasiswa demo
lobster semakin
tak terjangkau
bbm naik
angkot naik
bawang naik
jengkol naik
petai naik
ongkos politik naik
ongkos demokrasi naik
ongkos birokrasi naik
tentu saja juga korupsi
korupsi politik
korupsi demokrasi
korupsi birokrasi
buruh demo
menyisakan sampah
di mana-mana
tuntutan mereka
jadi komoditas politik
karena sebentar lagi
pemilihan wakil rakyat
dan presiden
mahasiswa demo
dengan biaya sendiri
atau dibiayai
semangat mereka berceceran
di jalan
mereka latihan
mengelola sampah politik
mengelola sampah demokrasi
mengelola sampah birokrasi
anakku merengek-rengek
minta lobster
termakan provokasi tv
termakan iklan
sapeken penghasil lobster
untuk ekspor
untuk resto Jepang
Korea
Cina
bukan untuk papa
bukan untuk mama
bukan untuk kamu
bukan untuk buruh
bukan untuk mahasiswa
kepiting bukan untuk kamu
mutiara bukan untuk kamu
minyak bukan untuk kamu
gas bukan untuk kamu
untuk kamu limbah industri
untuk kamu polusi
untuk kamu bangkai
bangkai politik
bangkai demokrasi
bangkai birokrasi
bangkai
Sumenep,
1 Juli 2013
Tentang
Akhmad Nurhadi Moekri
Akhmad
Nurhadi Moekri lahir pada 16 November 1954 di kota pudak Gresik. Terbawa tugas
dinasnya sebagai guru, ia pindah ke Sumenep sejak 1978. Kepala SMP, SMA, dan
Sekolah Tinggi pernah dijabatnya. Menulis puisi sejak duduk di bangku SMP.
Puisi-puisinya tersebar di banyak surat kabar, majalah, dan antologi bersama.
Antologi bersama yang dihasilkan diantaranya: Potret Pariwisata Indonesia dalam Puisi (1991), Kampung Indonesia Pasca Kerusuhan
(2000), Wanita yang Membawa Kupu-kupu
(2009), Karena Aku Tak Lahir dari Batu
(2011), dan Dialog Taneyan Lanjang (2012).
Catatan
Lain
Buku
ini saya beli dari web AG Litera. Terdiri dari 3 bagian: Munajat-munajat (39 puisi), Saronen
Nurhadi (19 puisi), dan Keris,
Kambing, dan Lobster (3 puisi).
Dalam bagian “Munajat-munajat”, puisi-puisi di bab ini diberi nomor 1
sampai 52, namun ada beberapa bagian yang tidak ada, seperti nomor 25, 29, 30,
31 dan sebagainya. Hal serupa juga tampak dalam bagian “Saronen Nurhadi”.
Dalam
pengantarnya, penulis berkata begini: “Saronen, musik tradisional Madura, yang
sering mengiringi kehadiran sapi karap
(baca: sappe kerap) memasuki arena balapan,
mengundang passion tersendiri.
Ia mempresentasikan kemaduraan: instrumen, kostum, personil, dan tentu saja
irama yang dibangun. Bangunan Madura, sawah, ladang, keramahan, ketegasan, dan
kesalehan.// Antologi Sajak-Sajak Saronen
Nurhadi tentu saja belum mampu mencapai martabat musik saronen, tapi paling
tidak gemanya. Gema itulah yang saya pungut secuil demi secuil di pantai, di
laut, di hutan bambu, di pucuk cemara udang, dan di mana saja.”
Oya,
tanpa sengaja saya menemukan 5 puisi penyair ini pada buku “Memandang Bekasi”
terbitan Taresi Publisher. Di sini saya cantumkan 2 di antaranya:
Bumi
Pahlawan
bumi pahlawan melahirkan pahlawan
pahlawan itu tukang mie
tukang
batu
tukang bakso
tukang becak
tukang kayu
tukang parkir
kuli serabutan
kuli pasar
kuli terminal
di bumi pahlawan tumbuh pahlawan
juga tumbuh tukang copet
tukang judi
tukang palak
tukang mabuk
tukang tipu
tukang teror
di bumi pahlawan ternyata bisa tumbuh apa saja
dan tentu saja menjadi tanggung jawab bersama
Sumenep,
9 Mei 2015
Hujan
Tinggal Sekali, Bekasi
hujan tinggal sekali saja
buka semua jendela rasakan dingin
tiang listrik basah
kawat-kawat basah
langit basah
apalagi sawah
hujan tinggal sekali saja
bekasi menerimanya dengan senang hati
tanpa luaran air
tanpa luapan emosi
hujan tinggal sekali saja
segala tersalur ke muara
juga duka
Sumenep,
10 Mei 2015
Kontributor: AHMAD FAUZI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar