Laman

Tonggak

Senin, 22 Oktober 2018

Imam Budiman: DI BALIK KULIT DAN BELULANG



Data Kumpulan Buku Puisi

Judul : Di Balik Kulit dan Belulang
Penulis : Imam Budiman
Format buku : E-book, Jakarta
Terbit : April 2018
Tebal : 95 halaman (73 puisi)

Sepilihan puisi Imam Budiman dalam Di Balik Kulit dan Belulang

Wajah Ibu dalam Skripsi

di lembar-lembar skripsi,
kucari-cari sisa wajah ibu.

bagaimana kabar ketulusan
di balik purba rahimnya?

ibu lebih setia merentang jarak
di antara lembah dua spasi.

di sela kata, ia mengintip dengan tatap yang entah.
di celah waktu, ia mendoakan meski tiada kabar.
di ujung bab lima, ia purna menuju Tuhan.

2016


Kota Jakart[u]a

wajah kota gerah pucat serupa mayat
kita sepakat menabur di makam istirahnya,
menjadi bagian sekelompok arakan pelayat

kaum gardu datang menyesaki tubuhnya
ibu-ibu menata gorengan berdebu, dijualnya
anak-anak bermain kencing abu, dibungkusnya

mari memesan tiket bus untuk pulang ke desa,
kita sudah tak layak hidup di kota mayat ini

2016



Kuah Sup

semangkuk kecil kuah sup
dengan cecahan wortel dan kol
menjadi pengantar tidur si anak gubuk

dalam tidur, ditemuinya ayah wortel
dan ibu kol di rumah mangkuk
-keduanya sedang bercinta
di dalam didih panci

ia membisikkan ke kuping panci:
kulumat kau, yah, sehabis-habisnya
kuremah kau, bu, sepayah-letihnya

namun selamanya ia merasa lapar
di sela-sela giginya yang tinggal piatu

2016


Masa Depan Dua Tubuh

sejejak udara mengenang pelbagai macam wewangian
remah cengkih dirembuk bertalu, juga harum pagar damar

dihafalkannya wangi itu demi menyatu pada leluhur
juga demi berlangsungnya sebuah ikatan sehidup-semati

aku meminangmu, serumit persegi sarang lebah
yang dirawat sekian waktu hingga ia padat membatu

kita kerap bergerak pada alur pohon yang suka berubah
demi perbincangan di beranda soal bilangan anak-cucu

2016


Membaca Perempuan dalam Drupadi
; Seno Gumira Ajidarama dan Ayu Utami

lampu-lampu bermekaran
bangku-bangku terisi badan
sabda mahabrata direka ulang
puluhan pasang telinga
menyimak masyuk

dua orang berbicara
tentang satu tema
kelindan wacana
wujud kata
perem
puan
ku

tubuhnya bagi 5 pandawa
kuasanya utuh berpeluh
bermain dan melenguh

dua orang itu pun khatam
berkata dan merajam

lalu ada yang melacak tanya
lalu ada yang mencuri gambar
lalu ada yang memungut tanda
lalu ada, yang ada lalu, lalu ada

adakah kita akan menjadi
tanpa harus dijadikan?

2017


Di Balik Kulit dan Belulang

di seruas daun pala, seekor serangga berkepala puisi menulis
semacam isyarat kata yang sulit dibaca jika dieja sekilas saja.

isyarat itu, oleh para penafsir sebuah pagi, memiliki
kemungkinan ditujukan kepada kekasih, sebelah
sayapnya remuk dihantam oleh serdadu angin:

--
kau melahirkanku dan aku memeranakkanmu
tubuhku terdiri dari tulang-belulangmu,

tulang belulangmu terdiri dari padatan darahku
kulitmu-kulitku bahan abadi lelayang waktu

2016


Dua Tokoh Dalam Kepala Pengarang

di suatu pagi, sembari menanti air yang dijerangnya mendidih
untuk menyeduh segelas kopi. seorang pengarang ingusan yang
juga berstatus sebagai mahasiswa yang belakangan mulai tak
berselera untuk berkuliah -meski telah dijamin beasiswa penuh-
itu ingin mengeluarkan dua tokoh rekaan yang mendadak hadir
dalam kepalanya.

sebab, selama ini ia cukup merasa terganggu dan tak nyenyak
tidur dengan suara-suara riuh yang memenuhi liang tengkorak
kepalanya yang kerap bersitengkar tengah-tengah malam. dan
pagi ini, keduanya diusir tanpa sempat diselipkan rasa iba oleh
tokoh rekaan lain yang masih mendekam. pengarang itu kira-kira
menulis begini dengan perasaan tak keruan:

aku si ranting batu
dan kau si daun ketela

kita bernasib sama; tak dihirau oleh pemilik rumah tak berpintu
dan tak jua berjendela yang mukim di pojok kampung ini -orang
yang tinggal di dalamnya telah sepakat untuk tidak saling bicara
maupun membangun interaksi dengan dunia luar-

dulu kau pernah ingin bercerita padaku suatu hal, dan kau
memintaku agar berjanji untuk tidak menceritakan pada
siapapun. tentu aku tegas menolak. aku bukan perawat rahasia
yang panut, bantahku. tapi kau selalu merasa hanya aku satu-
satunya yang dapat dimintai pendapat soal ini. dan aku tetap
bersikeras, berulang kali menolak.

dan kau tetap mendongengkannya, tak peduli kudengar atau
tidak, kau yakin benar kalau aku takkan buka suara mengenai hal
ini kepada kawan-kawanku. akhirnya aku luluh. menjadi
pendengar keluhan orang lain nampaknya cukup baik mengatasi
kekosonganku pagi gerimis kali ini.

kau tahu, ujarnya mengawali, wajahnya menadah ke cakrawala,
seperti ingin mengabarkan suatu teka-teki yang sukar
terjawabkan. awan-awan itu adalah sisa-sisa hembus napasku
yang tak mau hilang dan kini justru menggumpal di lelangit.
hembus itu mengawang lepas sedari dulu; sewaktu aku baru
menjadi doa yang dihatur ibu bapakku ketika semayam di tubuh
arasy. tepatnya sebelum aku dikutuk menjadi daun yang
diabaikan seperti ini.

lantas apa aku harus memercayai kisahmu? apa kau sedang
berlagak surealis?

tidak. tapi kau harus tahu, kau adalah jelma matahari yang diutus
Tuhan untuk lebur dan menelusup dalam heningku.
menjembataniku untuk kembali ke ambang Sidrat al-Muntaha.

mau sampai kapan kau mengada-ngada?
aku si ranting batu! kau harus percaya.

tidak. kau gila. jangan memperumit hubungan kita sebagai
kawan. kita mesti mafhum bahwa kita dicipta hanya sekadar
tempat singgah sepasang burung pipit yang mencari tempat
untuk bercinta. setelah itu, usailah tugas kita sebagai makhluk.
dan kita akan kembali bersama menuju-Nya. jadi, jangan
mengarang-ngarang cerita lagi.

aku tidak sedang mengarang. jangan asal menuding gila. enak
saja. si pengarang cerita inilah yang menghendaki aku
mengatakan ini padamu. tuding saja ia yang suka mengkhayal
nyeleneh itu.

keduanya menatap wajah si pengarang yang berhadapan dengan
sederetan kata-kata di layar monitor laptopnya. lekat. penuh
ketidaksukaan. membiakkan segala kebencian.

2016


Doa Untuk Kita

aku selalu yakin kekuatan doa, katamu
yang kuhaturkan kepada berlipat-lipat langit

kepada basah dedaunan seusai hujan kecil
kepada akar-akar pepohonan yang diamuk sepi
dan tentu saja kepada pemiliknya yang Mahasuci

: kita akan satu, dan suatu masa kita akan bertemu

aku selalu yakin dengan cara kerja doa
yang kaubacakan, meski tak pernah kudengar

aku selalu yakin bagaimana doa berfungsi
untuk kehidupan yang lupa kita maknai

aku selalu yakin bahwa doa dan keberserahan diri
akan membawa kita kepada jalan sunyi yang abadi

aku selalu yakin doa membentuk diri di keseharian
hingga kelak kita akan berjumpa dan dipertemukan

aku selalu yakin bahwa doa adalah modal utama
bila kelak tak memiliki apa-apa dari yang serba fana

pergilah kepada-Nya
dan berdoalah untuk kita, pintamu

2016


Puisi Pendek

puisi-puisi pendek ditulis
oleh bocah lelaki itu
agar kelak mudah
dibaca berulang
perempuan
pemilik
mata
api

2017


Pertemuan Kecil Angka dan Kata

/I/
seorang perempuan
berkata kepada lelakinya,

separuh tubuhku adalah
angka-angka,
bilangan-bilangan,
rumusan-rumusan,
grafik-grafik,
yang akan membuat keluhuran kata-kata
seketika berjatuhan dan panik.

aku mampu menjinakkan persoalan eksakta yang paling sukar
dipecahkan sekalipun. angka-angka adalah hewan liar yang mesti
dikandangkan dalam struktur rumusan. aku cukup lihai untuk itu.

/II/
seorang lelaki tak ingin kalah,
balik berkata kepada perempuannya,

kau pun mesti tahu, separuh tubuhku telah menyatu pada yang
serba tak terjangkau oleh sekadar rumusan-rumusan. keasingan
filsafat adalah akar dari segala pencarian makna. kata begitu
lunaknya tak serupa angka.

keduanya dapat bergerak dan lesat dalam rusuk juga sum-sum
paling tersembunyi di balik tulang dan daging yang sunyi.

/III/
bila sudah tiba saatnya kelak, di masa yang telah ditentukan oleh
sangmaha, keluhuran kata akan bersetia datang meminang
rumusan angka. bersanding sehari penuh demi menuntaskan
jarak agar satu atap bersama dalam berbagai keadaan,
memulainya dari kerumitan-kerumitan, serta menunaikan ikrar
sehidup-semati.

dan dari keduanya, akan lahir bayi-bayi bermata perkalian-
pembagian-pengurangan-penambahan dengan keluasan makna
dari sulaman kata-kata yang tiada pernah mengenal batas untuk
pencarian paling akhir sebuah makna.

/IV/
: kau adalah angka yang senantiasa mendampingiku,
dan aku adalah kata yang senantiasa melindungimu.

2016


Berpulang

setiap orang, semurung apa pun,
punya alasan untuk pulang

seekor kekunang, damai rahayu,
justru tak ingin bertemu ibu

jengah ia ditanya-tanya
gelisah ia dinyana-nyana
mahalelah ia diterka-terka

kata pulang tiada jinak
sebab ia tak tahu
akan berbuat
apa untuk
si ibu

2017


Pak, Aku Pulang Kepadamu
; kepada Sukiman

Pak, aku pulang bawa teori-teori filsafat dan kebudayaan yang
selama ini coba kubaca dan kukaji sependek pemahaman yang
aku punya. bapak mau aku jelaskan? biar aku kelihatan seolah-
olah seperti akademisi sungguhan. akademisi yang bisa bicara
apa saja, meski isinya itu-itu saja, stagnan.

Pak, aku pulang bawa sedikit hafalan-hafalan hadis yang, bagi
seorang akuntan, bilangannya tak seberapa bila dijumlah dengan
rumusan yang dapat melipat-gandakan angka. bapak mau aku
bacakan? sedikit saja. biar aku yang lekat identitas santri ini tak
terlihat sia-sia mengabdi dan mengaji kitab kuning jauh-jauh dari
tanah semayam kita.

Pak, aku pulang bawa beberapa kardus buku berbagai jenis;
diktat kuliah, agama, filsafat, dan paling banyak fiksi. bapak mau
aku terangkan? satu-dua buku saja hasil rangkuman singkat. biar
aku tak kentara kelihatan dungu dengan buku-buku itu. kan
malu-maluin, pak. punya banyak buku supaya didaulat
intelektual, eh padahal itu palsu.

Pak, aku pulang membawa beragam sertifikat penghargaan yang
kata mereka, sebagai bentuk apresiasi kecil atas laku kerjaku
selama ini. bapak mau melihatnya? nanti biar aku pigura dengan
olahan kayu sisa membuat meja lipat. biar orang-orang berdecak
dan tertipu. sekarang tipu-tipu model begitu sedang musim dan
marak loh pak di kalangan masyarakat urban. agar terlihat
prestisius dan patut diperhitungkan, katanya. padahal,
kesemuanya bentuk kedunguan massal.

Pak, bisa bangun sebentar?

apa tak bosan kau mendekam
dalam sunyi tanah kuburan?

2017


Wujud Jenazah Ikan Mas
; Michel Foucault (1984)

seorang pemikir paruh baya berkepala plontos yang berulang kali
mencoba bunuh diri, sampailah ia di tengah malam bahagia ini;
mengantar nyawa di ujung perempatan ajal.

purna sudah segala cita-cita untuk sekadar menyumbang
kelindan alam pikirnya. namun, sebelum tubuh kakunya masuk
ke dalam peti, satu keinginan lagi belum terpenuhi

: tubuh manusianya beralih wujud menjadi ikan mas.

ia sejak lama bermimpi, bila akan sekarat,
tubuhnya menumbuhkan lapis-lapis sisik,
tak bertunas bagai balita pohon mangga.

ia ingin berinsang, lehernya mengatup-ngatup, mulutnya megap-
megap. ia ingin kedua tangannya melekat satu dan menjadi sirip.
kedua kakinya pun melekat menjadi ekor pipih.

betapa ia kecewa sekali. tak habis-habis ia mengutuk iringan para
jenazah di belakangnya. ia ingin berenang dan menerjang ke
langit yang tak jua biru akibat mendung, di bagian timur bumi,
beruntuh-runtuh menyerbu.

di alam yang tak lagi terjangkau raba, rupanya ia masih
bersikeras mencari cara agar sempurna menjadi seekor ikan mas;
kepada Tuhan ia memohon dan memelas.

: sebab ia ingin berenang bebas.
bebas. sebebas-bebasnya.

2017


Pengarang Ingusan

mimpi pengarang ingusan itu
sungguh amat sederhana:

1) sebuah meja lapang
ukuran laptop 14 inchi

2) bangku empuk
penahan beban 63 kg

3) lampu penerang
daya cahaya 5 watt

4) lemari buku-kitab
bersusun 7 tingkat

5) sebungkus sedang
kopi toraja 500 ons

6) semangkuk kecil
kacang kulit bawang

mimpinya tak muluk
demi mewartakan
seorang tokoh

ia melawan
kantuk
-Nya

2017


Mencintai Kata bukan Pemiliknya

kau terkesima pada nyala kata
cahaya berpijaran di kertasmu
huruf-huruf yang kau susun
tak ubahnya anak kekunang

kau mencintai kata seumpama
bocah yang sejak lama
kauasuh dalam
pangkumu

kata telah merasuk
ke darahmu
ke resahmu
ke sunyimu

hingga luruh seluruh tubuhmu
menjelma lapisan kata-kata

pun bagimu, kata ialah kesucian
yang mesti dirawat sedemikian

“cintailah kata,
bukan pemiliknya,” lirihmu

2017


Matakopi Tuan Penyair

kutulis matakopi-maknakopi di kedalaman palung gelas paling
pekat dan duduk larik kita saling dekat. kopimu yang penuh cinta
berulang-ulang diseduh sendok kata. kopiku fana; tandas
sebelum bermakna.

begitulah, kopi kita alpa bergula,
kepala kita penuh ide gila.

: sudah tunaikah syarat kita menjadi penyair
yang mesra menyetubuhi kata?

sebatang kretek –yang semula tak ingin ikut campur
urusan pengarang puisi, buru-buru menyanggah,

“tanpa aku, segelas kopimu serupa tanpa berahi.
mencintai kopi tanpa mencintaiku adalah dusta belaka.”

2016


Mati

bila esok saya
tinggal seonggok bangkai,

kata-kata saya akan
menjadi tulang dan daging

yang kelak sempurna
menghidupkan saya lagi.

2017


Ketika Hujan

rangka payung merekah
sekujur jalan menjelma
cabang sungai-sungai

yang mengarah layu
kepada kesunyian

perempuan itu pun
menyingsing sepi
agar terhindar

dari jarum
 rerintik

sebelum tubuhnya
lebur dan fana

2017


Tentang Imam Budiman
Imam Budiman, lahir 23 Desember 1994 di Loa Bakung, Samarinda, Kalimantan Timur. Ia menamatkan pendidikan menengah pertama dan atasnya di Pondok Pesantren Al-Falah Putera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Menyelesaikan studi strata I di Fakultas Dirasat Islamiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Ciputat. Semasa kuliah aktif dalam Komunitas Sastra Rusabesi. Kumpulan puisi tunggalnya: Perjalanan Seribu Warna (Indie Publishing, 2014), Kampung Halaman (Tahura Media, 2016),  Riwayat Gerimis (Qalam Press, 2017). Selain puisi, juga menulis cerpen. Karya Imam Budiman tersebar di berbagai media massa dan antologi bersama.

Catatan lain
Ebook puisi ini menulis di halaman persembahannya: untuk orang-orang/yang saya cintai.

2 komentar:

  1. Perhaps, you have found your way here after a long fight with a poem.You seem to be quite easy to interrupt the flow of the poem's plot if you worry. I wish to learn how to make a poem stand out!

    BalasHapus
  2. This question is very relevant for many authors, since it uses similar questions and the search for answers will be very similar for you.

    BalasHapus