Laman

Tonggak

Minggu, 04 Mei 2014

Ulfatin Ch.: KATA HUJAN

 

Data buku kumpulan puisi

Judul : Kata Hujan
Penulis : Ulfatin Ch.
Penerbit : Interlude, Yogyakarta
Cetakan : I, Juli 2013
Tebal : x + 54 halaman (49 puisi)
ISBN : 978-979-16340-6-9
Desain sampul : Omah Djanur
Gambar sampul : Sani
Tata letak : Gapura Omah Desain

Beberapa pilihan puisi Ulfatin Ch. dalam Kata Hujan

Ziarah Rindu

Di tanahmu, ibu. Aku pulang
membuka catatan lama
tentang rindu dan harapan
Di tanahmu, ibu. Hujan kupatahkan
agar derainya tak berujung di mata
Kuyup jiwaku
berkalang rinai mengasuh jarak
hingga sampai

2010



Membaca Batu

Akhirnya, wajah kita yang menunduk
membaca batu-batu di sepanjang jalan itu.
Dingin udara malam melangkahkan kaki kita
berputar-putar seperti piringan hitam
Tapi tak juga sampai pada kata
pada nada terkemas yang mendendangkan lagu
Mestinya Tuhan menciptakan kita bahagia, katamu
tapi, angin yang kesiur hanya menjawab rindu

2009


Anomali Rindu

Jika kau inginkan bunga dan ziarah. Maka
musim akan mencatatnya di sini
Di sepanjang perjalanan ini
daun-daun berhamburan memaknai rindu demi rindu
Jika sunyi dan kehadiran. Maka hujan akan
mengulumnya
dalam sebuah sajak
purnama dalam kelam, cinta pada kerinduan
Maka, sepanjang apa penantian
Jika kemarau atau pun hujan tak bisa kubaca lagi
akan selesaikah perjalanan

2010


Kekasih Hujan

Sebab rinai kekasih hujan
kutitipkan mata pelangiku padanya
agar rindu terbayarkan
Sebab guntur kekasih awan
kusematkan mata cintaku padanya
agar lunas segala resah
segala kesah
sesalku padamu

2010


Kata Hujan

Tes tes tes
kata hujan mencintai kamu
Di bibir payung yang terbuka, di atas aspal yang dingin
ia mencoba memungut rindu
yang terlanjur beku

2012


Pesan di Pintu

Hanya ada pesan di pintu
ketika aku pulang buru-buru sebelum menjemput kamu
Tak ada rindu. meski vas tanpa bunga itu pun bilang
tengah menunggu
tak ada kenangan. Meski setiap jejak di jalan
masih menuliskan namamu

2013


Lagu Hujan, 1

Hujan menurunkan nyanyinya
di bukit yang teduh di hati gemuruh
Tetes-tetesnya meninggalkan jejak
seperti sajak
yang tinggal berhamburan
Seperti angin meliuk di kisaran subuh
daun-daun luruh menjauh

2011


Lagu Hujan, 2

Hujan menyematkan rindu
di jantung bumi
di dada lebam penuh liku
Sungai-sungai mengalirkan air mata
mengalirkan cinta
Di sebelah mana langkah kupatahkan
agar derainya tak berujung
di mata

2011

Lagu Hujan, 3

Subuh, sebelum embun jatuh
hujan mengetuk pintu
memeluk rindu
Angin kesiut merontokkan daun cermai
dengan kisaran tak beraturan
resah di ranting-ranting basah
Di manakah kekasih berteduh
saat hujan jatuh

2012


Cinta Berpaling

Cintaku yang hilang
sepuluh tahun tak berbilang
di hutan malang

Dan jika kukenang, sayang
jiwa pun ingin melayang
Maka, kubiarkan saja ia
singgah ke mana disuka

Ke selatan atau ke utara
sama saja
toh, tak berujung ia padaku

2012


Hujan Januari

Tak ada batas jemu, jika terus menatap kamu
bahkan angin pun tak mengajakku surut

Seperti hujan januari
kau mengguyurkan rindu

Prasasti jingga, muara tak bermahkota
Ke manakah jalan cintamu

Selalu derai yang membatasi rindu
tanpa ucapan tanpa pelabuhan

Hanya sajak-sajak yang memaknai jarak
mengubah rentang menjadi rembang

2013


Melukis Air Mata

Dan seandainya laut pun tinta
dapatkah ia melukiskan air mata? Dapatkah ia
menuliskan makna cinta
yang sungainya mengalir dari gunung bermagma
Dapatkah ia menenggelamkan rindu
yang apinya menyala dari batu
yang sinarnya dari ketulusan tanpa kata
Dan seandainya matahari pun harapan
biarkan ia bersemayam pada bunga-bunga
biarkan ia tumbuh di dalam jiwa
agar dapat kulihat di sepanjang hayat
kudekap di dalam hijab

2011


Sajak Gugur

Satu kelopak bunga gugur di taman
satu sahabat, satu teman, satu saudara
dan, entah siapa lagi
menggenapkan hitungan ini
hingga di nol tangkai
Aku sendiri, entah kapan sampai
di urutan terdepan
sedang kaki kita masih terus melangkah
dengan sangat hati-hati sekali
menyisihkan lembar demi lembar buram masa lalu
untuk kita simpan sebagai kenangan

2009


Kepada N

Di sungai ini, aku ingin mengalir dengan sajakmu
berakhir di muara waktu
Di sungai ini, aku ingin menjadi batu yang tenggelam
di dasar hatimu. Tumbuh menjadi mawar jiwamu
Aku ingin bersemayam tanpa surat-surat
tanpa alamat di lubuk cintamu

2012


Tentang Ulfatin Ch
Ulfatin Ch lahir di Pati, 31 Oktober 1966. Merampungkan studi di IAIN Sunan Kalijaga. Menulis puisi, cerpen, esai. Kumpulan puisinya: Selembar Daun Jati (Pustaka Firdaus, 1996), Konser Sunyi (1993), Nyanyian Alamanda (Bentang Budaya, 2002), Rajawali Satu Sayap (Interlude, 2013).


Catatan Lain
Dalam sekapur sirih yang terdiri dari dua paragraf saja, ditulis begini: “Tema sederhana, kata sederhana, dan bahasa sederhana itulah yang kupilih untuk menguraikan perjalanan kehidupan ini. Cinta dan harapan sederhana yang bisa terjadi pada siapa saja. Kau, aku, kamu dan kita, semua bisa mengalaminya.//Dengan keikhlasan, aku paparkan sesuatu yang sederhana itu untuk melengkapi yang sudah ada dan mengisi ruang-ruang kosong hati dan jiwa kita. Semoga bermanfaat. Amin.”
            Ulfatin Ch., penyair ini, telah hidup dalam kepala remaja saya sejak ia baca puisi di Taman Ismail Marzuki (TIM) bersama Upita Agustine, Dorothea Rosa Herliany, dan Abidah El Khalieqy. Saya masih menyimpan kliping beritanya yang ditulis oleh Jose Rizal Suriaji, di  kolom bingkai,  Republika Minggu. Ini tentang pergelaran delapan penyair baca puisi di teater arena TIM, Jakarta, 27 – 28 Oktober 1994, foto yang ditampilkan saat itu adalah foto upita agustina, abidah el khalieqy, dorothea rosa herliany, dan ulfatin Ch. 4 pejantan lainnya acep zamzam noor, gus tf, jamal d. rahman dan soni farid maulana. Jika melihat tahunnya, saat itu saya masih kelas 3 SMP. Dan ternyata itu hampir 20 tahun yang lalu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar