Laman

Tonggak

Senin, 05 Desember 2016

Akhmad Taufiq: KUPELUK KAU DI UJUNG UFUK




Data buku kumpulan puisi

Judul : Kupeluk Kau di Ujung Ufuk
Penulis : Akhmad Taufiq
Cetakan : I, 2010
Penerbit : Gres Publising, Yogyakarta
Tebal : ix + 80 halaman (56 puisi)
ISBN : 978-602-96829-1-5
Tata Letak : Anes Prabu S
Pracetak : Siswanto
Cover : Suharmono

Sepilihan puisi Akhmad Taufiq dalam Kupeluk Kau di Ujung Ufuk

Kelana Kota

Aku tidak tahu, ---
mengapa daun itu gugur
di tengah musim semi

Aku juga tidak tahu, ---
mengapa muara air sungai itu
berhenti,…
sebelum sampai ke samudera

aku sendiri tidak tahu, ---
mengapa hidup itu
                        tidak jiwa
dan, angan angan
                        di simpang jalan

Aku, aku sendiri,--
tidak tahu
mengapa diri
menjadi ---kelana---
di tengah temaram
                                    --- kota ---

Jember, 2 Mei 2001



Isyarat Alam

I
Barangkali samudera yang kemarin
sedang bergemuruh itu
adalah bagian terkecil
dari isyarat alam
yang akan menjelmakan jiwanya

Maka harapku,--
engkau adalah bagian besar
dari samudera itu
yang senantiasa
dapat memahami
riak dan gelombang
yang mungkin akan
selalu lahir
dalam garba alammu

Surabaya, 21 Juli 1998


Kupeluk Kau di Ujung Ufuk

Kupeluk Kau di ujung ufuk
kala samudera menabur sepi
dan alam menjadi gelisah
dalam tubuh yang semakin lelah

Kupeluk Kau di ujung ufuk
seperti maghrib yang hampir berlalu
menjadi gelap
dalam sukma yang menimbang rasa

Sementara cumbu yang pernah Kau tawarkan
bak kilatan cahaya sesaat
dalam samudera hasrat

Kupeluk Kau di ujung ufuk
hanya sebatas cakrawala yang timbul
tenggelam dalam hidup yang selalu bersimpuh
dalam nafsu yang senantiasa luruh

Dan, ---
sekadar kau tahu
bahwa waktu istirah
yang dulu pernah kita janjikan
tinggal sepenggal dalam nafas yang tersengal

Hanya sebatas ufuk,
kita menanti kerelaan

Jember, 13 Agustus 2009


Takdir Insani

Ku jelang siang kala pagiku merindu
Ku jelang malam kala petangku termangu

Detik menuju menit
dan menit meniti saat untuk
menjungkirbalikkan mimpi yang lama
tlah memusara hati

Teriakan matahari
teriakan laut
dan teriakan bumi

adalah sangkala waktu menggores
takdir insani

Jember, 22 Desember 2008


Di Batas Ufuk itu

Sejenak kulihat ufuk di sebelah barat
hidup kita yang bersimpuh di bawah temaram
cahaya cinta

Aku yang kelana,---
berlari mengejar mega yang memerah rasa

Di batas ufuk itu,---
Aku menjadi tenggelam

Di batas ufuk itu,--
mengapa kulihat engkau terdiam

Aku lagilagi menjadi kelana
memburu ufuk di batas langit yang memusara
rasa

Jember, 23 Januari 2009


Adakah Hidup Ini Menjadi Pengantin Abadi

Adakah hidup ini menjadi pengantin abadi
tatkala nafiri alunkan jiwa yang kelana
dan sejenak mata memandang
sejenak menjadi sunyi

Alunan nafiri itu menjadi senyap
tenggelam dalam kerinduan yang menyamudera

Adakah hidup ini menjadi pengantin abadi
kalau nafiri zaman tlah jauh meninggalkan kita

Akhirnya, aku terdiam sendirian
di tengah samudera raya

Barangkali saja nafiri zaman itu datang
membawa dua gaun sutera putih

Menyambut jiwa yang kelana
lantunkan nafiri keindahan

Jember, 29 Januari 2009


Oase Takdir Mimpi

Jangan tanyakan jati diri
Kalau yang sejati tlah kita bunuh sendiri
Sejak zaman azali

Maka berbaringlah
barangkali oase takdir mimpi
masih milik kita

Dan tatap,---
semburat pagi

Jember, 13 Agustus 2007


Antara Kau dan Aku
                : Kepadamu yang selalu kepadaku

Antara kau dan aku
adalah seribu malam perjalanan
ketika itu,---
malamku sepi memagut
lantaran hujan badai
habis turun
dan bekal batinku
telah terenggut

Malam itu, sepi memagut
sedangkan rinduku
tak pernah terpaut

Kekasihku,…!!!
mungkin kau sudah lupa
antara kau dan aku
adalah seribu malam perjalanan

Jember, 2 September 1994


Mengapa Kita Suka Menghirup Kegelapan

Mengapa kita suka menghirup kegelapan
kalau cahaya ingin merasuki sukma

Mengapa juga kita suka membungkam pagi
kalau malam tlah beringsut pergi

Mengapa kita masih sempat memintal ombak
kalau pasir pantai hendak menjadi badai

Mengapa kita masih ingin mendekap bumi
kalau tangan kita tetap saja lunglai

Mengapa masih saja kita tulis puisi
kalau jiwa kita tlah menjadi mati

Jember, 3 April 2009


Mengapa Kau Janjikan

Di mana akan kita baca puisi bersama
kalau waktu tlah menghapus goresan sukma

Di mana indahnya pertemuan yang pernah
kau janjikan untuk kita
kalau jiwa kita mendadak
menggigil dan mengiba

Oh Tuhan,---
mengapa engkau titiskan
asa dalam bentangan samudera yang tak berufuk

Mengapa Engkau tiriskan
air rasa dalam kubangan jiwa yang sesak

Aku yang tenggelam,---
Dia yang bermain dengan gelombang

Aku yang terdampar,---
Dia yang bermain dengan awan

Tuhan,---
aku hanya dalam igauan

Jember, 20 Januari 2009


Alkisah Tentang Hujan

Di sini hujan,---
tidak seperti biasanya
setiap aku pulang ke kampung halaman
daun menjadi kering
tanah menjadi merekah
tubuh menjadi peluh

hari ini hujan,---
tidak seperti biasanya
pagi yang gerah menjadi basah
tidak seperti hatiku, yang tetap saja
menjadi kering

kerinduan yang mestinya menjadi hujan
hanya menjadi gerimis kecil
yang hanya membasuh sebagian luka
yang semakin menganga

Lamongan, 20 Maret 2009


Sebut Atas Asma

I
Dalam kekelaman malam
ataupun dalam detak waktu
yang tanpa batas

NamaMu berada di atas segala nama
NamaMu adalah kemenangan
dalam zat dan jiwa

Ku tahu,--
segala ada, akan tiada
oleh ketiadaan namaMu

NamaMu penuh seluruh
NamaMu penuh suruh
                        dari itu,…
Aku ingin bernaung,--bernaung
di bawah keagungan zatMu
Tuhan,--
                        aku selalu rindu

II
Di mana aku berada
selalu kusebut namaMu
biar hatiku susah sungguh
biar hatiku tlah runtuh
namaMu kusanjung
kucumbu dalam rahimMu

Sekali kalipun, ku tak mau
pulang sendiri tanpa namaMu
aku ingin, -- selalu
slalu dalam rahimMu                    

Jember, 17 Oktober 1993


Lalat Bau Mayat
                                : Catatan untuk anak-anak Euthopia

Di negeri sana
seorang anak manusia
tengkurap
lekat serat pada tanah
tahankan tangan lunglai
mencengkeram perut
menggeliat geliat
menggerapai
                        keinginan yang tak sampai

Lihatlah,…!!!
Mereka itu saudara
Mereka itu sesama

Lalat lalat mayat
telah meludahi bibirnya
cacing-cacing tanah
bersorak menepuk muka

Tuhan,---
Mereka itu saudara
Mereka itu saudara
Tuhan,---
antara mereka adalah duka
antara mereka adalah tanah anyir
yang setiap waktu
semakin nyata

Tuhan,--
Mereka adalah hamba

II

Tuhan,--
anak anak manusia
yang seharusnya berlagu senda
kini telah sibuk
menepuk lalat
                                        bau mayat

Lihatlah,…!!!
seorang anak manusia
bersujud di tanah
tanpa alas
memberi tangis pada negeri
yang lama tak terhitung waktu
                                        hingga anak itu
                                                            jadi beku

Jember, 22 Desember 1993


Tuhan

Tuhan,---
Ingin kureguk cintaMu menyatu dalam darahku
mengaliri setiap nafas
menghujam pada setiap detak jantungku

Aku manusia kelana,---
yang setiap waktunya tersesat
dalam gumpalan hasrat dan nafsu
                                        kerinduan adalah angin
            kesendirian adalah matahari
                                        di padang pasir

Aku haus Tuhan,
                                        haus,……

Tuhan,--
            hamparan bumiMu adalah…
                                        keluasan hidupku
            SemestaMu adalah…..
                                        keluasan jiwaku

            Aku mengembara di negeri asing*
Tuhan, aku tahu,---
malam ini bukanlah malamku
bukan juga malam kemarin atau esok
tapi,---
berikanlah sejenak untukku
menikmati waktuMu

Biar hati ini tidak susah sungguh
Biar diri ini tidak rapuh

Tuhan,---
Aku memang selalu merinduMu
baitku adalah namaMu
serak parau doaku adalah harapku padaMu
            tapi,---
mengapa aku mengembara di negeri asing?
            aku lunglai
terkubur dalam gumpalan hasrat dan nafsu
            CahayaMu sunyi, sementara
            tangisku…
            adalah rintih malam
            dikelam mimpi

Tuhan,---
tubuh ini, mata ini, nafas, dan darah ini
adalah gelombang kuasaMu
yang memercik dalam mata hatiku

Aku sadar,---
bahwa cintaMu mengarungi semesta

Aku sadar,---
bahwa kasihMu adalah oase kerinduanku

Tuhan,---
aku lagilagi berkelana di negeri asing
                                        debu duka
                                                debu dosa
adalah jerit panjang kerinduan
                                        cintaku padamu
                                        mengapa aku tersesat
                                                di negeri asing?
aku bersimpuh…
deraian air mata
             menusuk dalam sukmaku
sujud dan dzikirku
                                        adalah saksi alam yang membisu
Tuhan,---
                                        Aku tersesat di negeri asing

hanya maafMu
menjadi samudera kalbu
hanya cintaMu
menjadi pintu akhir hidupku
                                                Sebab aku tahu, Tuhan
                                                kematian adalah

                                        keniscayaan
                                       
Surabaya, Januari 2005
*adalah baris ke-12 puisi Chairil Anwar yang berjudulDoa dalam kumpulan Deru Campur Debu


Darah di Palestina

Kulihat darah sepanjang sejarah
di tanah Palestina
entah atas nama apa
atas nama Tuhankah?
ah, tidak, --
Tuhan tak pernah seru tumpahkan darah…

entah atas nama apa
atas nama keangkuhankah
ya, atas nama keangkuhan
jiwajiwa manusia kerdil dan lelah

kulihat darah di hamparan sajadah
anakanak Palestina, …
yang terkulai dalam dekap
istirah bumi yang memerah

Gaza dan Rafah menjadi lahan amarah
Gaza dan Rafah menjadi saksi
ibu dan anakanak Palestina
memuntah darah

Tuhan,---
anakanak kecil yang mestinya bergelut senda
kini sibuk berbaring dan menyeka darah

Tuhan, ---
anak-anak yang mestinya bernyanyi dan
beristirah
kini sibuk berlari di lorong-lorong Rafah

Tuhan, ---
ribuan anakanak Palestina menggigil dingin
menangisi kehidupan
ribuan tentara Israel bersorak sorai
merayakan kematian

Tuhan, ---
atas nama apakah gerangan?
inilah–katanya–tanah yang dijanjikan
tanah para nabi mengistirahkan diri
pada yang Ilahi

bukan tanah orang yang meng-klaim diri
anak para nabi yang suka menyanjung diri

itulah tanah, ---
tempat anakanak Palestina bernyanyi dalam
tarian Ilahi
Itulah tanah, ---
tempat anakanak palestina bersimpuh dan
menyatukan diri

Tuhan, ---
Selamatkan mereka ini!!!

Jember, 4 Pebruari 2009


Lilin Lilin Malam

Tetes tetes lilin
Meleleh berturutan
Menghapuskan setiap zat
Menghanyutkan setiap hasrat

Lilin lilin malam…!!!
Kau tanpa rasa
Jelmakan suasana

Lilin lilin malam…!!!
Kau dengan gema, lengang ruang
Jelmakan setiap kudus kudus jiwa
Ataukah kehampaan rasa…???

Jember, 1993


Tentang Akhmad Taufiq
Akhmad Taufiq lahir di Lamongan, 19 april 1974. Merupakan staf pengajar pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra (PBSI) FKIP Universitas Jember. Kupeluk Kau di Ujung Ufuk merupakan kumpulan puisinya yang pertama.


Catatan Lain
“Bersama semesta alam,/dan,…/Semesta hati/Kupersembahkan puisi ini/untuk manusiamanusia/Yang merindukan baitbait/Kasih.” Kira-kira demikian bunyi halaman persembahan di halaman vi.
          Puisi di buku ini disusun secara kronologis. Puisi pertama Lilin Lilin Malam, bertanda Jember, 1993. Dan paling akhir Kutuliskan Sajak Kerinduan, bertanda Jember, 5 Oktober 2009.
          Di sampul belakang buku ada testimoni Rahmad Djoko Pradopo dan Mahwi Air Tawar. Rahmad Dojo Pradopo mengamini penyair, bahwa puisi-puisi di kumpulan ini bertema ‘kegelisahan’ dan ‘refleksi hidup’.

3 komentar:

  1. Dimana klw mau pesan buku ini yh?

    BalasHapus
  2. Kalau mau beli buku itu dimana ya?
    Semoga dibalas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba cari di Jual Buku Sastra (JBS) atau lapak online lainnya.

      Hapus