Laman

Tonggak

Rabu, 12 Agustus 2020

Maulidan Rahman Siregar: TUHAN TIDAK TIDUR ATAS DOA HAMBA-NYA YANG BEGADANG

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi

 

Judul: Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang

Penulis: Maulidan Rahman Siregar

Penerbit: Erka (CV. Rumahkayu Pustaka Utama), Padang

Cetakan: I, Februari 2018

Tebal: x + 90 hlm (66 puisi)

ISBN: 978-602-6506-85-6

Desain Sampul: Tomi Halnandes F

Layout: Alizar Tanjung

 

Sepilihan Puisi Maulidan Rahman Siregar dalam Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang

JALAN SEBUAH PUISI
 
Dari sebuah mesin pencari dan musik-musik
sedih yang berputar berulang, kata-kata melompat
mencari tempat di mana si penyair sembunyi,
mencari penyair yang kira-kira pantas dititahkan,
mencari waktu keluar; atas kelahiran sebuah puisi
yang sepertinya tergesa ini.
Apa artinya kata-kata bila bungkam begini.
Ke mana larinya makna, dan beberapa pertanyaan
lainnya, timbul bersama jawabannya masing-masing.
 
Penyair murung bertanya,
puisi yang menjawab.
 
23 Februari 2016

 
WAJAHMU

Kau kuunduh, kekasih
menembus kabel, masuk
lewat colokan USB, menjadi
layar hidup, menari.
 
Wajahmu adalah alasan
kenapa siaran tivi
harus dijauhkan.
 
Mengagumimu dari pagi
hingga malam. Seperti
apa puisi harus duduk diam?
 
2015
 
 
HESTI BULAN JUNI
 
Hesti tak pernah jadi abadi
tak pernah selesai ditulis
puisi selalu ada kurangnya
lagu-lagu nyaring kali sumbangnya
cerpen makin panjang-panjang
novel selesai pada bab dua
buku-buku dijual murah
sudah murah, tetap tak laku
pustaka sepi pengunjung
kampus cuma bikin sarjana! Ya, Tuhan.
 
Seseorang, mencoba menangkap Hesti
dalam gambar, yang tampak cuma hidungnya
seorang lain, mengubur Hesti jauh ke tanah
yang mati cuma jasadnya.
 
Hesti ada ketika tak ada
Hesti kilau dalam gelap buta
Hesti akan menikahi sibukmu
Hesti akan tenggelamkan laparmu.
Mintalah Hesti untuk kembalikan
surga ke atas sana, dan berlindunglah
dari kedipannya!
 
Juni, 2017
 
 
BAGAIMANA PUISI MENYELESAIKAN INI
 
Aku mencintaimu, dan berpikir keras
bagaimana puisi menyelesaikan ini.
 
Kurangkai bunga manis bahasa
rima seluas samudera
dalam bola mata.
 
Cahaya sebagai haluan
memilih singgah atau lanjut
berjalan.
 
2016
 
 
HESTI REKAMAN
 
Hesti lama dalam lagu orang dulu-dulu
kadang Hesti jadi Isyana, jadi Raisa, jadi Pevita
jadi Suzzana, jadi hantu di belakang panggung
jadi speaker aktif, jadi lampu-lampu, jadi alat musik
 
Bahkan pernah juga di bawah
panggung, jadi penonton untuk nyanyi sendiri.
 
Tapi Hesti yang hakiki
adalah Hesti yang itu juga.
 
Hesti pernah rekaman di kamar mandi
kata orang Hesti seniman kamar
alat musiknya tentu, air dan sabun-sabun
tapi Hesti tidak sedang mandi, Hesti nyanyi.
 
Aku pernah melihat Hesti berenang sambil
memegang jenggot Chris Martin di tangan
kirinya, dan ikan-ikan yang cemburu melihat
mereka berdua, lari ke penggorengan ibu.
 
Dan aku harus makan agar tidak dibilang durhaka
 
Seseorang yang, mirip Hesti, jadi biduan
dangdut ibukota, sempat terserang prostitusi,
mendadak terkenal, dan bahaya
 
Tapi Hesti yang hakiki
adalah Hesti yang itu juga.
 
Hesti yang tidak pernah datang.
Hesti yang tidak pernah pergi.
 
Maret, 2017
 
 
MAU MENANGIS
 
Anjing.
Buku-buku bagus
Bertebaran di beranda
 
2016
 
 
CELAKANYA PENYAIR
 
Seorang penyair yang tak ingin
disebutkan namanya itu, berkata.
‘’Akan ada orang gila yang menjadi nabi,
kiamat jatuh di tahun kera,
dan bla-bla-bla…’’
Sebagai guru agama, aku paham betul
jauh sebelum jokowi menjadi bayi
Adam telah kalah dengan dirinya sendiri.
 
Di puisi selanjutnya, ia berkata,
‘’Berdoalah di facebook – sungguh
Tuhan di mana pun, lebih dekat dari lehermu.’’
Sebagai guru agama, aku tentu akan mengumpat,
‘’Celakalah kaum penyair, yang telah merenggut
segala macam profesi!’’
 
16 oktober 2014
 
 
HUJAN
 
Hujan adalah sekumpulan air mata
dari beberapa pelukan bahagia
tantang beratnya perpisahan
 
Melepaskan, adalah semata-mata memulai
yang baru, ’’Bukankah sebuah kepergian, dijatuhi
pilihan kembali?’’
 
Hujanilah aku lagi
lekat, erat-erat
dengan doa yang muntah-muntah
 
6 November 2015
 
 
LAUT
 
Laut-Mu adalah puisi
Rumah bagi segala imaji.
 
Rima semerdu lagu rindu
ditingkahi ombak berpilin
retak aku bersama buihnya.
 
Kicau camar di kejauhan
zikir ombak-ombak,
‘’Bilakah akan sampai
ikan-ikan bepergian?’’
 
2016
 
 
MATAMU
 
Matamu adalah peluru tajam menusuk. Mata yang
terlibat dalam pertempuran yang tak pernah berakhir.
Kerudung dan pakaian yang kaukenakan, perjuangan tiada
akhir. Aku berjanji, berjanji dengan kesederhanaan, akan
memenangkan pertempuran. Akan mengatur nasib!
 
Kau layak dimenangkan, kekasih. Buku-buku jadi teman
perjalanan. Aku akan menghadiahkanmu piala berkepala
naga-naga. Membuang sial, jauh dari rumah.
 
2016
 
 
AYAT-AYAT BINGUNG
 
Nun ditemukan mati di tengah ayat. Ayo bangun, ayo
bangun ujar Fa. Kita bernyanyi lagi, mendengungkan
agama yang mulai lari dari hati, masih ujar Fa.
Nun diam, membatu. Fa kemudian bernyanyi bersama dua
baris kasrah di kisah ayat sebelah, melagukan kesedihan.
Menangisi Nun yang telah benar-benar mati.
 
Beberapa hari kemudian, Nun ditemukan hidup kembali di
sebuah situs internet. Ah, internet memang begitu, banyak
tidak benarnya. Ujar Fa.
 
Padang, 2014
 
 
HANTU
 
Seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Muncul dalam tidurmu.
Baca puisi pakai musik. Gitar akustik.
Dan berkata,
‘’Seluruh penyair masuk neraka.
Seluruh penyair masuk neraka.’’
 
Kau ingin keluar dari tidurmu.
Susah payah mengumpulkan napas.
Hingga penuh, sampai penuh. Semoga.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, berkata,
‘’Seluruh cerpenis adalah laki-laki.
Seluruh cerpenis adalah laki-laki.’’
 
Kau yang tinggal selama ini dalam tubuh perempuan.
Berlari, harus berlari. Mengejar apa yang lalu.
Menggapai apa yang tinggal. Mengarang cerita.
Agar kau keluar dari tidur. Selamat dari lupa.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, mungkin cerpenis, berkata,
“Jangan baca buku sambil tidur.
Jangan tidur sambil baca buku.”
 
Kau bertanya, selalu bertanya.
Tapi seorang bapak-bapak sudah hilang.
Mungkin pulang, mungkin berenang.
Mungkin memang benar hantu
 
Mei, 2017
 
 
SELAMAT ULANG TAHUN, PUISI
 
Novy Noorhayati Syahfida
 
Selamat ulang tahun, puisi.
Kita kerja keras lagi, ya.
Ceritakan lagi diksi perihal sepi perih
dan adegan bunuh diri muda-mudi.
 
Batu-batu yang menikahi musim
serta burung-burung terlambat pulang
jadi lagu ke sekian
teman sekalian perjalanan.
 
Selamat ulang tahun, puisi.
Curi kata-kata dari langit
Salin ulang musibah bumi.
 
Dan menepilah
ke sudut jauh
ke tempat bermula.
 
12/11/2015
 
 
SASTRA DALAM BERCANDA
 
Sastra dalam bercanda
keluar dari realita
membelakangi murung kota.
 
Sastra dalam bercanda
seperti honor puisi
seharga sebungkus rokok
dimuatnya kini
habis uangnya besok.
 
O, betapa murah tarif kata-kata
O, betapa nestapa durjana
 
Sastra dalam bercanda
menukar luka pada tawa
meski, di hati merana
di dada derita
 
Sastra dalam celana?
O, bahaya!
 
2015
 
 
YATIM PIATU DALAM RINDU
 
Rinduku mengabad, menahun-nahun
larut dalam telaga-telaga sunyi
terperosok dalam ruang kosong berhantu
terjebak di bawah batang wajah nan cemberut,
dahi-dahi nan mengkerut.
 
Rinduku padamu tak berayah dan tak beribu
aku yatim, aku piatu, dalam rindu.
 
16/02/2014

 Tentang Maulidan Rahman Siregar
Maulidan Rahman Siregar lahir di Padang, 3 Februari 1991. Tenaga pendidik di SMK Penerbangan Nusantara (SPN) Ketaping. Menghadiri Borobudur Writer & Cultural 2017. Puisinya tersebar di beberapa media lokal dan nasional.
  

Catatan Lain

Halaman persembahan buku ini berbunyi: “untuk segala tangisan yang diam-diam kau sembunyikan, Ibu”. Di sampul belakang buku ada 2 baris puisi, yang jika kita cari di dalam bukunya berjudul Koplo. Puisi pendek bertanda tanggal Mei, 2017 itu cuma mengatakan: “Ada banyak doa/Di balik rok pendek dan sempit.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar