Laman

Tonggak

Selasa, 14 Juni 2016

Saut Situmorang: OTOBIOGRAFI



  
Data buku kumpulan puisi

Judul : Otobiografi
Penulis : Saut Situmorang
Cetakan : I, November 2007
Penerbit : [sic], Yogyakarta.
Tebal : 282 halaman (184 puisi)
Graphic konsep : Saut Situmorang
Graphic eksekusi : Bayang Ilalang
Prolog : Saut Situmorang (Tradisi dan Bakat Individu)

Otobiografi terdiri atas beberapa bagian, yaitu Cinta (110 puisi), Politik (37 puisi) dan Rantau (37 puisi berbahasa Inggris)

Beberapa pilihan puisi Saut Situmorang dalam Otobiografi

sajak prosa

berhari hari penyair
itu duduk di pinggir sungai.
apa yang sedang kau kerjakan di sini?
tanya kawannya suatu hari. aku menanti sajak
sajakku yang kuhanyutkan di sungai ini, jawabnya
sambil menunjuk air sungai. tapi kenapa tak kau cari saja
di ujung sungai? tanya kawannya lagi tak mengerti. o aku menanti
hujan membawanya pulang kembali, jawab penyair itu, tersenyum pasti.


banyak orang menebang hutan

banyak orang menebang hutan di pedalaman Sumatera-Kalimantan
o! banyak orang menebang hutan di pedalaman Sumatera-Kalimantan!

di sungai sungai kayu kayu itu diikat satu satu
kayu kayu itu diikat satu satu seperti kau mengepalkan jari jari tanganmu

burung burung enggang yang sejak pagi terbang ke hutan sebrang
tak mengerti ke mana istri istri mereka menghilang

burung burung enggang yang baru pulang dari hutan sebrang
kini ribut berenggang enggang sepanjang petang

mereka lihat banyak orang menebang hutan di bawah cahaya bulan
o! o! banyak orang menebang hutan di bawah cahaya bulan!

mereka lihat sungai sungai tertutup kayu kayu yang diikat satu satu
o! o! sungai sungai tertutup kayu kayu yang diikat satu satu!

tapi mereka tak melihat istri istri mereka!
mereka tak melihat istri istri mereka!

o! o! di bawah cahaya bulan di pedalaman Sumatera-Kalimantan
burung burung enggang itu terus berenggang enggang
mencari istri istri mereka yang menghilang!

dan di sungai sungai kayu kayu diikat satu satu
seperti kau mengepalkan jari jari tanganmu!



Blues for Allah

kehidupan begitu fana
dan kematian begitu abadi

bau mayat mayat busuk
dan erang anak anak
terserak antara puing puing rumah
rongsokan mobil dan sandal jepit jepang
di bawah langit biru
di batas debur ombak
dalam peta negeriku
yang sobek tak lagi terbaca –
setelah tentara tentara asing
masuk ke mari
dan menembaki kami
sekarang amarah samudera
menghabisi apa yang
masih tersisa

kehidupan begitu fana
kematian begitu abadi,
dan kata kata? apa yang sanggup
dilakukan kata kata penyair
selain menyanyikan lagu duka
nyiur melambai di pantai
yang kehilangan celoteh camar
dan angkuh sobek layar
nelayan penguasa buih pagi?

kehidupan begitu fana
dan rintih ikan ikan kecil
terdampar di trotoar aspal jalanan
jadi azan terakhir
mengetuk ngetuk
pintu langit tak bernama
menembus kabut awan airmata
semoga diterbangkan burung musim ke batas cakrawala

Buchholz-Hamburg, 7 Jan 2005


kalyanamitra
– mendengar Anne Waldman baca puisi

om

ada kepedihan kata kata
menyergapku mendengar suaramu
yang diselingi suara suling mendayu itu

kematian

desah napasmu
gerak kehidupan yang sedetik bisa sirna
dalam kesunyian debu tanah

om

o suling bambu yang mendayu sendu
memori hijau daunkah yang kau rintihkan padaku?

kepedihan kata kata
mencoba beri makna napas yang mendesah
mencoba lupa kesunyian debu tanah
menyergapku
menyayatku

om

kuta, 7 september 2001
4 : 20 pm


realisme

kalau kau mati, sayang
matahari tetap kan muncul lagi
juga bulan
juga bintang

kalau kau mati
hujan tetap kan turun,
sayang
rumput hijau bernyanyi
sungai dan laut
bercintaan
seperti dulu lagi

kalau kau mati
mereka tetap kan nulis
puisi, sayang
tentang gunung tentang
daun daun burung burung
danau biru berkabut
gadis manis berwajah lembut
pesta kawin penuh tawa

cuma senyumMu
menguning di album tua
sedangkan batu nisan
apalah arti sebuah batu
walau nisan
yang, mungkin, kan bertuliskan
kalau kau mati, sayang


elegi claudie

di atas tanah
lembab
terlindung
beberapa rumput berduri

dia terbaring.

bulu badannya
yang putih
dan pirang

tegak memanjang
dari leher

ke ujung punggungnya.

kedua kaki depannya
agak terdorong ke muka
dan kaki belakangnya
keduanya tertekuk

seolah dia sedang mengamati sesuatu.

kedua matanya
terbuka
terbelalak
dan mulutnya menganga

waktu kuangkat
ke pangkuanku
badannya
sudah dingin.

sorenya dokter
bilang
nadi ke hatinya

pecah—

seseorang pasti memukulnya.

besoknya aku
kubur dia
di atas bukit (di belakang rumah)

yang memandang ke lembah.

Wellington, Juni 1990


parabel
– mengenang Munir

seorang bocah laki laki
main layangan
di lapangan

langit biru
angin berhembus sejuk
layangan meliuk indah
di atas ladang sawah

angin tiba tiba meniup kencang
langit mendung gelap
seekor burung garuda raksasa
muncul dari balik awan
menyambar bocah laki laki itu

dan melarikannya ke ujung cakrawala yang jauh

di lapangan
sepasang sandal kecil
basah lumpur
hujan yang semalaman tak reda

layangan itu hilang entah ke mana

jogja, 10 nov 2005


penyair dan danau

penyair itu selalu mimpi tentang danau
danau berair biru tempat ibu memandikannya dulu
danau besar dikawal barisan gunung terjal
tempat khayal melayang waktu hati kesal

di negeri jauh merantau
rindu dendam dia pendam
dalam sajak sajak danau

bambu sekitar kampung sudah lama bertunas baru
beringin depan rumah sudah lama berakar baru
tapi danau tetap seperti dulu
danau tua danau setia
walau jauh danaunya tak pernah lupa
walau tak lagi mandi di airnya
danaunya terus menunggu tak pernah berubah

pernah dia turuti mimpinya
kembali ke kampung ke masa lalunya
walau ibu sudah tak kenal anaknya
danau yang biru beriak ombaknya


selamat ulang tahun, penyair!

ada yang berubah pada diri hari ini
matahari itu jadi lebih berarti dari kemarin
debu jalanan malam hari lengket di rambut
tumbuh jadi uban uban warna perak angkuh
dan gadis gadis jadi begitu manis begitu mistis!

selamat ulang tahun padaMu, penyair!
cerita dan kisah mekar dan layu di kota kota dunia
bagai sungai mencapai samudra
memori jadi peta perjalanan yang ditulis seorang turis gila

29-06-01


The Trekkers, Wellington

Jack imigran Inggris
sudah puluhan tahun di Aotearoa
sudah puluhan tahun tak jumpa saudara

Jack Tua tiap malam datang
ke Trekkers
sendiri
pesan segelas anggur putih
lalu berdiri dekat aquarium ikan hias
di luar pagar

tak lama
kembali ke bar
pesan segelas anggur putih lagi
lalu kembali berdiri dekat ikan ikan hiasnya
di luar bar

“I can’t stand the loud music!”
jawabnya, waktu ditanya mengapa

Jack dan aku senasib
orang asing terdampar di negeri asing
sama sama tak suka musik bising
sama sama punya alas an untuk menyendiri –
Jack minum anggur dengan ikan ikan hiasnya,
aku minum bir dengan kaki kaki gadis bar

“I wish they turned the music down,
you know what I mean!” teriak Jack padaku

aku ngerti, Jack, aku ngerti
ikan ikan hiasmu di aquarium juga ngerti
musik bising tak cocok untuk hati yang sepi
sepi setiap lelaki yang terusir dari kampung sendiri

---------
·      Aotearoa adalah nama Maori untuk negeri Selandia Baru. Dalam bahasa Inggris artinya “Land of the Long White Cloud”, merujuk ke lanskap Selandia Baru yang berbukit-bukit hijau dan dihiasi gumpalan-gumpalan awan putih yang panjang. Tapi bagi para aktivis politik Maori arti “Aotearoa” sudah diplesetkan menjadi “Land of the Wrong White Crowd”.


dari berita di sebuah majalah

bocah perempuan itu pecah jantungnya
waktu dituduh mencuri perhiasan tetangga.
airmata cuma minyak
memarakkan api di dada sang angkara murka.

lalu seorang polisi membawa bocah kecil itu
ke kantornya. lalu polisi itu menendang
badan kecilnya ke dalam sel yang terlalu
besar buat rasa takut di matanya.
            dia tak pernah mencuri perhiasan siapa
siapa jawabnya waktu sebuah kepalan
tangan raksasa menghancurkan semua
keriangan kanak kanaknya
selama lamanya.
lalu perempuan kecil itu direndam
bagai selembar sarung kotor di bak mandi
kantor polisi.
lalu perempuan kecil itu dinikmati
jerit kesakitannya oleh dua polisi
yang duduk merokok di kursi yang memaku kuku kakinya
ke semen lantai!

airmata cuma minyak
memarakkan api di dada sang angkara murka.

seorang anak perempuan kecil
berjalan seorang diri dalam kekanak kanakannya
dan bintang bintang di langit dan bulan
di langit dan matahari di langit dan semua
yang ada di langit diam tak berbuat apa apa
waktu seekor burung garuda mematuk matanya
yang indah karena airmatanya jatuh lebih hangat
daripada semua cahaya yang mencoba menyelimuti
tanah dari mana dia terusir selama lamanya.


santiago

pulang dari laut
matanya merah lesu
dan dia langsung
masuk ke gubuknya
dan tidur.
anak laki laki kecil itu
cuma memandangnya
dari jauh.
setelah hilang beberapa
lama di laut
laki laki tua itu tiba tiba
muncul kembali
dan langsung masuk
ke gubuknya
tak pernah keluar keluar lagi.
sebuah kerangka ikan
raksasa terikat
kuat kuat
di sisi perahunya yang tua
yang kecil
di pasir pantai.
anak laki laki kecil
itu berkaca kaca
matanya memandang
garis laut
yang
j
a
u
h


sajak hujan

    a
            h                      k                            t                       k
            u                         o                          a                      e                    h
              j                          t                          p                     r                    u    
             a                          a                                                i                      j
            n                          M                        r                     n                     a
                u                          u                      g                    n
           y                                                       m                      k 
          a                           t                             a                       a                  y
        n                             e                             h                      n                   a
       g                              r                                                                           n
                                       g                              o                       p                   g
  t                                   e                                                        i
u                                    l                                   p                     p                    s
r                                     i                                  e                      i                     o
u                                    n                                  r                      M                    b
n                                     c                                   e                      u                      e
                                       i                                  m                                              k
m                                    r                                 p                        d
a                                                                        u                         a                      c
l                                       k                                  a                          n                    e
a                                     a                                   n                                                  l
 m                                  k                                                                t                      a  
                                      i                                    k                            e                     n
m                                  n                                   e                             r                     a
a                                    y                                    c                            t                      n
l                                     a                                    i                            a                      y
a                                                                          l                             w                     a     
m                                   d                                                                 a
                                       i                                   d                             l
d                                                                         i                             a
  i                                   a                                                                  h
                                       t                                  k
                                        a                                 a                              p
                                        p                                c                                a
                                                                          a                                 d
                                                                                                             a
                                                                          j
                                                                          e
                                                                          n
                                                                          d
                                                                          e
                                                                          l
                                                                          a



cicak mabuk

cicak mabuk di dinding
dengar lagu blues dari gitar Lightning Hopkins
cicak mabuk sempoyongan di dinding
Lightning Hopkins teriak tentang sihir dan cinta perempuan kemarin

seniman miskin dengan gitar di tangan
pacar yang pergi ditelan malam
hanya cicak miskin mabuk di dinding
mengerti denting gitarnya yang menikam bulan

cicak mabuk di dinding
hei, lihatlah cicak mabuk di dinding!
sudah terlalu lama dia cuma merayap dan merayap dan merayap
tapi malam ini, ya malam ini, dia mabuk sempoyongan di dinding dinding!

cicak mabuk di dinding
bayangnya menari sempoyongan di lilin kamar
mengikuti gitar Lightning Hopkins
dan hei, bukankah itu Li Po yang baru datang!


CRY FREEDOM
(kepada Steve Biko)

lama ombak membentuk pantai
lama pantai dibentuk ombak

Sept. 88


jembatan kayu

rumah kami berada di dua tebing sungai
air mengalir deras dan bersih di situ
kami selalu bertemu di jembatan kayu di atas sungai itu

tapi, oh!
semalam hujan lebat sekali
jembatan kayu itu
hanyut dibawa air rusuh!

April 88


untuk Bill Russon,
Medan, Oktober 1988*

kematian
seperti ular ada di mana mana

    dia menggantung di pohonan, melintasi sungai kecil, di
runtuhan gedung tua, di semak belukar, & melingkar
                                 di balik batu –
                                           menunggumu

kematian
datang bersama matahari di pagi hari
   berubah jadi kicau kutilang di dahan akasia 
tangis bayi bayi yang merasa pengap
di ranjang basah
sapu lidi yang digerakkan perempuan
perempuan muda
di pinggir jalan jalan kota
& kaleng kaleng kosong
pengemis depan plaza

kematian
seperti ular juga mengganti kulitnya

dia jadi malam di kotamu yang gelap
dengan rakus dia makan bulan & bintang bintang yang
menyerah tak berdaya
dia makan juga lampu lampu neon di hotel hotel,
jalan jalan utama kota & lilin lilin redup gubuk gubuk perbatasan
dia jadi burung malam yang menjerit jerit di langit di atas
rumahmu
jadi derak pintu & jendela yang tak terkunci rapat

jadi bayang bayang samar yang bergerak di
tengah tanah lapang
di sudut sudut rumah yang sunyi dari
suara suara jangkrik –
menunggumu

kematian
seperti ular mengikutimu terus menerus

dengan sepasang matanya
yang berkilat kemerahan

dia bahkan menyelinap ke kamarmu
masuk ke dalam mimpi mimpi malammu
& waktu kau tersentak bangun
& masuk kamar mandi hendak kencing

seperti ular lapar kematian telah siap menerkam
dengan mulutnya terbuka lebar lebar!

------------
* Bill adalah seorang kawan asal Kanada yang suatu hari ditemukan mati gantung diri
   dalam kamar mandinya di Medan)


buat Fikar
               – melebihi Belanda
                   Itulah Jakarta!

aku tak percaya tuhan membuat
bencana itu, seperti kata para nabi nabi palsu itu,
karena aku tak percaya segala tuhan itu ada.
aku cuma percaya
tak akan begitu banyak saudara kita
binasa sia sia
kalau Jakarta bisa seperti Belanda

menyayangi anak anaknya.

sudah puluhan tahun Jakarta berkuasa
tapi penderitaan saja yang diciptakannya
sudah puluhan tahun Jakarta berkuasa
tapi ketakadilan saja yang dikembangbiakkannya
sudah puluhan tahun Jakarta berkuasa
tapi penjara dan bukit tengkorak saja yang diberikannya

pada setiap keluh kesah kita.

seperti yang kau katakana sendiri,
puluhan tahun Jakarta, seperti lintah,
menghisap segalanya,
gas alam,
minyak,
emas,
hutan,
sampai akar rumput bumi

sambil mengutip kitab suci!

wahai Fikar,
tak ada negeri yang tak punya bencana alam
di bumi ini, bahkan tsunami
tak jarang di kepulauan ini. Flores
sudah biasa dengan tsunami, sudah
berpengalaman dengan tsunami

tapi Jakarta tidak mau menyimpan memori ini,
Jakarta tak peduli pengalaman Flores ini,
Jakarta lupa kepulauan negeri kita, nusantara nama kita,

walau diwajibkannya kita untuk menghapalnya:
“dari barat sampai ke timur berjejer…”

Jakarta pinjam uang beli teknologi canggih luar negeri
cuma untuk memata matai kita
cuma untuk menindas kita
cuma untuk keamanannya sendiri

dan kita juga yang harus melunasinya nanti!

wahai sahabatku Fikar,
bukan bencana itu benar yang menusuk kalbu
tapi jumlah saudara kita yang binasa sia sia
terlalu tinggi buat kota kampung kita

yang bertahun sudah dinista moncong senjata tentara.

kalau Jakarta, bisa seperti Belanda,
menyayangi anak anaknya,
sudah lama kita akan diberi tahu
apa arti gelombang yang jauh menyurut,
meninggalkan batas pasir pantai, setelah bumi menggeliat di perut laut.

bahkan bangsa asing menolong kita pun mereka curiga!

Itulah Jakarta, begitulah Jakarta.

Jogya, 2 Feb 2005


dream time

mereka ukir nama mereka di pohonan
nenek moyangku, mereka ukir nama mereka di pohonan
di batu batu gunung yang keras dan berujung tajam tajam
di dinding dinding rumah yang terbakar di tanah keramat
di tanduk tanduk panjang kerbau kerbau
di sepanjang jalanan berlumpur yang membawa mereka ke laut
Laut Merah laut Putih Laut Hitam
di perahu perahu kayu, perahu perahu kayu yang panjang dan kecil
di angin, di malam yang hitam, di jutaan bintang malam
mereka ukir nama mereka di ombak ombak besar laut tak bernama
nenek moyangku, mereka arungi malam yang hitam
langit yang hitam bintang bintang yang hitam menuju negeri danau besar
danau di tengah tengah dunia, di Dunia Tengah
Negeri Duabelas Singa Raja
negeri gunung keramat
Gunung Tiga Dewa
Dewa Merah Dewa Putih Dewa Hitam
gunung Sang Maha Mula Yang Besar
Mulajadi Nabolon
jalan menuju Dunia Atas
dunia mereka yang mati
di mana pucuk Pohon Kehidupan berhenti

di negeri baru nenek moyangku membangun kampung mereka
Kampung Bulan dan Matahari
mendirikan rumah rumah kayu mereka
Rumah Kerbau Bertanduk Panjang
di negeri danau besar gunung keramat
mereka mainkan gondang keramat gong keramat
nenek moyangku, mereka tarikan tortor keramat
dan tongkat keramat Tunggal Panaluan tertancap di tengah tengah
kampung
di tengah tengah dunia
mereka menunggu kedatangan para dewa
Dewa Dunia Atas
Dewa Dunia Tengah
Dewa Dunia Bawah
di jalan keramat Pohon Kehidupan
untuk merestui sesaji perjalanan mereka yang jauh
perjalanan dari negeri lama, negeri terlupa
sesaji dari janji yang terpenuhi
sesaji Kuda Merah Kuda Putih Kuda Hitam
sesaji kerbau babi ayam jantan
sesaji ikan dari danau berkabut
danau yang menghidupi air terjun besar
Air Terjun Harimau
harimau yang menjaga gunung keramat
danau, anak cucu Duabelas Singa Raja

para dewa tiba menunggang burung burung Enggang mereka
burung burung enggang berparuh gading
lalu mereka duduk di dekat tongkat keramat
di tengah tengah kampung
nenek moyangku, mereka mainkan gondang keramat gong keramat
mereka tarikan tortor keramat mengelilingi para dewa yang duduk
Dewa Merah Dewa Putih Dewa Hitam
lalu para dewa minum air keramat
Air Keramat Tujuh Rasa
mereka makan makanan keramat
ikan keramat dari danau besar
mereka terima sesaji persembahan nenek moyangku

lalu mereka tarikan tortor keramat para dewa
untuk anak anaknya turunan Bulan dan Matahari
Bangsa Duabelas Singa Raja
di bawah bayangan pohon beringin Hariara
di bawah bayangan Pohon Kehidupan yang keramat

Horas Jala Gabe!!!


andung andung petualang

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

matahari panas
angin berhembus panas
bus tua meninggalkan kota
aspal jalanan melarikan segalanya

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

kota berganti kampung
sawah berganti gunung
anak lelaki dekat jendela
lagu petualang jadi hidup di darahnya

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

kampung menjelma kota
gunung gunung kembali rumah rumah
begitulah berhari bermalam
makin jauh anak dalam perjalanan tenggelam

“kalau kau pergi, anakku
siapa lagi kan menghibur hati ibu?”

menyebrang laut menyebrang pulau
beribu gunung kota terlampau
di negeri sebrang di negeri baru
anak melangkah masuk hidup perantau

o jakarta metropolis pertama
dongeng yang jadi silau mata
makin sayup kini suara ibu
dalam hiruk pikuk karnaval aspal hitammu

jakarta membuatnya gelisah
jakarta bukan tujuan hidupnya
jogja yang jauh
tak sabar mimpinya menunggu

tak ada yang lebih romantis
dari sosok stasiun kereta tua yang manis
lengking kereta dan derit roda besinya
membuat sang anak tak ngantuk matanya

gambir, cirebon, kroya…
lalu jogja bersama pagi tiba
dingin semen lantai dan sapa tukang beca
tak mungkin terhapus dari kepala sang anak

di atas becak antara koper dan bapak
malioboro menyambutnya ramah dan kompak
jogja tua yang manis
cinta pertama memabukkan liris

medan yang jauh
terkubur bersama suara ibu
gamelan dari radio pinggir jalan
musik upacara ritual perantauan

o tembok benteng kraton yang kokoh
lindungi tidur sang anak perantau
alun alun tamansari
mercusuar di labirin gang gang malam hari

o turis turis manis berdada manis
keluar masuk lukisan batik dan parangtritis
sang anak mabuk sempoyongan tercengang
jiwanya bergetar sekalut goro goro wayang

o hidup bebas seorang petualang
siang sekolah malam di pasar kembang
suara ibu cuma wesel surat surat bulanan
sampai kartu natal bawa berita kematian

sang anak terpukul matanya kabur
lonceng gereja jadi koor tanah kubur
cerita kristus pembawa keselamatan
jadi cerita ibu angdung andung petualangan

jogja kota manis romantis
di jantungmu seorang lelaki menangis
kematian pertama yang menggores wajah
suara ibu dicarinya kini dalam kelana tak sudah

1999
* Andung-andung adalah sebuah nyanyian ratapan kematian di kalangan orang Batak Toba. Isinya biasanya kisah hidup yang meninggal dunia dan “dinyanyikan” dalam bentuk performance tunggal di hadapan jasadnya. Kebanyakan lagu pop Batak Toba kontemporer berangkat dari tradisi oral performance ini.


ibu seorang penyair

ibu yang menangis
menunggu kelahirannya

ibu yang menangis
kesakitan melahirkannya

ibu yang menangis
kepada orang lain memberikannya

ibu yang menangis
merawat luka lukanya

ibu yang menangis
di penjara mengunjunginya

ibu yang menangis
memberangkatkan perantauannya

ibu yang menangis
malam malam merindukannya

ibu yang menangis itu
tak menangis lagi
airmatanya sudah habis

sekarang Dia tidur
di antara rumputan di antara bintang bintang
di langit


Tentang Saut Situmorang
Saut Situmorang lahir 29 Juni 1966 di kota kecil Tebing Tinggi, Sumatera Utara, tapi besar di Medan. Pendidikan terakhir BA (Sastra Inggris) dan MA (Sastra Indonesia[tidak selesai]) di New Zealand, di mana ia merantau selama 11 tahun. Mengajar bahasa dan sastra Indonesia di almamaternya, Victoria University of Wellington dan Universitas of Auckland di New Zealand. Sejak akhir 2001 menetap di Yogyakarta sebagai penulis full time. Kumpulan puisinya yang lain: saut kecil bicara dengan tuhan,  Catatan Subversif, Perahu Mabuk.

sampul belakang buku


Catatan Lain
Puisi-puisi yang dipilih, secara sederhana, dikatakan relatif tidak “memerahkan kuping”.  Jika ingin bertemu dengan puisi-puisinya yang lebih vulgar, lebih berangasan, dan lebih menohok, disarankan untuk membeli bukunya saja. Hehe…
Di esai pembuka, Saut menyinggung masalah “kecemasan (atas) pengaruh” atau “the anxiety of influence” oleh Harold Bloom. Ia pun tiba pada kesimpulan ini: “……, sepanjang pengetahuan saya belum ada pengarang lain di Indonesia, baik sebelum maupun sesudah Chairil, yang memiliki efek-sejarah (kreatif maupu biografis), atau “kecemasan pengaruh”, atas sesama pengarang seperti yang disebabkan oleh Chairil.” (hlm. 13). Nah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar