Data
buku kumpulan puisi
Penulis
: Refdinal Muzan
Cetakan : I, 2013
Penerbit : AG Litera (CV. Alif Gemilang
Pressindo), Yogyakarta.
Tebal : vii + 210 halaman (126 puisi)
ISBN : 978-602-7692-81-7
Pengantar : Rusli Marzuki Saria
Beberapa
pilihan puisi Refdinal Muzan dalam Salju di Singgalang
Sufistik
Bila puisi itu menghilang di tengah
kabut malam
hamparan mana pada hati ia mendampar?
genangan rindu cinta
Luka, atau ternikmati sepenggal dosa
mengais sisa di kedalaman
mengetuk sapa dari pintu ke pintu
tajam nanar tatap mata
bukalah kembali catatan langit
sedari dulu kucoba menitis pada seorang Rahib
yang menghening cipta di sebatang pohon
kutelusuri jejak seorang sufi yang bermukin di goa batu
dan kutitipkan gelisah di persimpangan jalan
membelah rembulan,
menyalakan api unggun di tengah malam
bersama denting gitar dan lolongan hati srigala
ketika semua kembali, kitapun merasa
Tuhan yang berumah di dada
kita sendiri
hamparan mana pada hati ia mendampar?
genangan rindu cinta
Luka, atau ternikmati sepenggal dosa
mengais sisa di kedalaman
mengetuk sapa dari pintu ke pintu
tajam nanar tatap mata
bukalah kembali catatan langit
sedari dulu kucoba menitis pada seorang Rahib
yang menghening cipta di sebatang pohon
kutelusuri jejak seorang sufi yang bermukin di goa batu
dan kutitipkan gelisah di persimpangan jalan
membelah rembulan,
menyalakan api unggun di tengah malam
bersama denting gitar dan lolongan hati srigala
ketika semua kembali, kitapun merasa
Tuhan yang berumah di dada
kita sendiri
30 September 2011
Salju di Singgalang
Rintik angin tiada henti membelai
kita dapati sepinggang gunung dan pagaran
segala curah terhimpun dari langit
Geming suara diri membalur bersama ufuk
dan kaki-kaki selalu tabah menebar benih
Di sinilah tumpah, katamu serangkai bait yang tak pernah mati
mengalir di sungai-sungai nadi
Ketika semakin erat di buhul tali tuk berpegang
meyakin selubuk dalam segala jernih sauk di tangan
Singgalang, bila nyanyian pendaki hanya tinggal kenangan
bukankah telah kita simpan selaci janji merentas musim
silih dan datang
Meski seok kaki tak lagi menjejaki
kau masih selalu tegar menatap langkah-langkah kami di sini
Menghimpun segala doa sebelum segala tiada
menggetarkan mata di selaput kabut nanar pandang
Meluruh buih di liku arus seribu kali
dingin menyekap sebuah sujud di atas batu
Di puncakmu itu sekali hadir
berselimut salju
Rintik angin tiada henti membelai
kita dapati sepinggang gunung dan pagaran
segala curah terhimpun dari langit
Geming suara diri membalur bersama ufuk
dan kaki-kaki selalu tabah menebar benih
Di sinilah tumpah, katamu serangkai bait yang tak pernah mati
mengalir di sungai-sungai nadi
Ketika semakin erat di buhul tali tuk berpegang
meyakin selubuk dalam segala jernih sauk di tangan
Singgalang, bila nyanyian pendaki hanya tinggal kenangan
bukankah telah kita simpan selaci janji merentas musim
silih dan datang
Meski seok kaki tak lagi menjejaki
kau masih selalu tegar menatap langkah-langkah kami di sini
Menghimpun segala doa sebelum segala tiada
menggetarkan mata di selaput kabut nanar pandang
Meluruh buih di liku arus seribu kali
dingin menyekap sebuah sujud di atas batu
Di puncakmu itu sekali hadir
berselimut salju
12 Juni 2013