Data buku
Judul : Laila dan Majnun
Penulis : Nizami Ganjavi
Versi Arab : Qays bin al Mulawah, Majnun Layla
Versi Inggris : Laili and Majnun: A Poem
Disadur bebas oleh : Sholeh Gisymar
Penerjemah Arab : Ust. Salim Bazmul
Penerjemah Inggris : Manda Milawati A.
Pewajah Cover : Salim
Pewajah isi : Narto A.
Cetakan : II, Februari 2008 (cet. I: 2007)
Penerbit : Babul Hikmah, Surakarta
Tebal : xvi + 180 halaman
ISBN : 978-979-16131-2-5
“Penuhi cawanmu dengan cinta yang tidak
pernah berubah. Penuhi ia dengan cinta abadi. Cinta yang dimurnikan dengan
penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya abadi.”
(Paragraf penutup Laila & Majnun)
Beberapa pilihan puisi (syair-syair) gubahan Nizami Ganjavi dalam buku Laila dan Majnun
Berlalu Masa
Berlalu masa, saat orang-orang meminta
pertolongan padaku
Dan sekarang, adakah seorang penolong yang
akan
mengabarkan rahasia jiwaku pada Layla?
Wahai Layla, Cinta telah membuatku lemah tak
berdaya
Seperti anak hilang, jauh dari keluarga dan tidak
memiliki harta
Cinta laksana air yang menetes menimpa
bebatuan
Waktu terus berlalu dan bebatuan itu akan
hancur,
berserak bagai pecahan kaca
Begitulah cinta yang engkau bawa padaku
Dan kini hatiku telah hancur binasa
Hingga orang-orang memanggilku si dungu yang
suka
merintih dan menangis
Mereka mengatakan aku telah tersesat
Duhai, mana mungkin cinta akan menyesatkan
Jiwa mereka sebenarnya kering, laksana
dedaunan
diterpa panas mentari
Bagiku cinta adalah keindahan yang membuatku
tak
bisa memejamkan mata
Remaja manakah yang dapat selamat dari api
cinta?
(Bab II, hlm. 10, situasi
ketika nyala api asmara dalam hati Qays mulai berkobar dan kebiasaannya kini
hanya melamun dan merangkai syair)
Layla Telah Dikurung
Layla telah dikurung dan orangtuanya mengancamku
Dengan niat jahat lagi kejam, aku tidak bisa
bertemu lagi
Ayahku dan ayahnya sesak dada dan sakit hati
padaku
Bukan karena apapun juga, hanya karena aku
mencintai Layla
Mereka menganggap cinta adalah dosa
Cinta bagi mereka adalah noda yang harus dibasuh
hingga bersih
Padahal kalbuku telah menjadi tawanannya
Dan ia juga merindukanku
Cinta masuk ke dalam sanubari tanpa kami
undang
Ia bagai ilham dari langit yang menerobos dan
bersemayam dalam jiwa kami
Dan kini kami akan mati karena cinta asmara
yang telah
melilit seluruh jiwa
Katakanlah padaku, pemuda mana yang bisa bebas
dari
penyakit cinta?
(Bab II, hlm. 15, situasi
ketika cinta yang bersemayam di hati mendapat rintangan)
Wahai Layla Kekasihku
Wahai Layla kekasihku
Berjanjilah pada keagungan cinta agar sayap
jiwamu dapat terbang bebas
Melayanglah bersama cinta laksana anak panah
menuju sasaran
Cinta tidak pernah membelenggu
Karena cinta adalah pembebas, yang akan
melepaskan
buhul-buhul keberadaan
Cinta adalah pembebas dari segala belenggu
Walau dalam cinta, setiap cawan adalah
kesedihan
Namun jiwa pecinta akan memberi kehidupan baru
Banyak racun yang harus kita teguk untuk
menambah
kenikmatan cinta
Atas nama cinta, racun yang pahit pun terasa
manis
Bertahanlah kekasihku, dunia diciptakan untuk
kaum pecinta
Dunia ada karena ada cinta
(Bab
II, hlm. 16-17, situasi ketika Qays dalam kerinduan memuncak mengendap-endap ke
rumah Layla, seraya menciumi rumah mawar itu dengan derai airmata membasahi
pipi. Ia melantunkan syair ini, tak peduli apakah Layla mendengar atau syairnya
tertelan dinding rumah)
Wahai Angin Sampaikan
Salamku pada Layla
Wahai angin sampaikan salamku pada Layla!
Tanyakan padanya apakah dia masih mau berjumpa
denganku?
Apakah ia masih memikirkan diriku?
Bukankah telah kukorbankan kebahagiaanku demi
dirinya?
Hingga diri ini terlunta-lunta, sengsara di
padang pasir gersang
Wahai kesegaran pagi yang murni dan indah!
Maukah engkau menyampaikan salam rindu pada
kekasihku?
Belailah rambutnya yang hitam berkilau
Untuk mengungkapkan dahaga cinta yang memenuhi
hatiku
Wahai angin, maukah engkau membawakan
keharuman
rambutnya padaku
Sebagai pelepas rindu
Sampaikan pada gadis yang memikat hati itu
Betapa pedih rasa hatiku jika tidak bertemu
dengannya
Hingga tak kuat lagi aku menanggung beban
kehidupan
Aku merangkak melintasi padang pasir
Tubuh berbalut debu dan darah menetes
Airmataku pun telah kering
Karena selalu meratap dan merindukannya
Duhai semilir angin pagi, bisikkan dengan
lembut salamku
Sampaikan padanya pesanku ini:
Duhai Layla, bibirmu yang selaksa merah delima
Mengandung madu dan memancarkan keharuman
surga
Membahagiakan hati yang memandang
Biarkan semua itu menjadi milikku!
Hatiku telah dikuasai oleh pesona jiwamu
Kecantikanmu telah menusuk hatiku laksana anak
panah
Hingga sayap yang sudah patah ini tidak
mungkin dapat terbang
Berbagai bunga warna-warni menjadi layu dan
mati
Karena cemburu pada kecantikan parasmu yang
bersinar
Engkau laksana dewi dalam gelimang cahaya
Surgapun akan tertarik untuk mencuri segala
keindahan
yang engkau miliki
Karena engkau terlalu indah dan terlalu
berharga untuk
tinggal di bumi!
Duhai Layla, dirimu selalu dalam pandangan
Siang selalu kupikirkan dan malam selalu
menghiasi mimpi
Hanya untukmu seorang jiwaku rela menahan
kesedihan
dan kehancuran
Jeritanku menembus cakrawala
Memanggil namamu sebagai pengobat jiwa,
penawar kalbu
Tahukah engkau, tahi lalat di dagumu itu
seperti sihir
yang tidak bisa aku hindari
Ia menjadi sumber kebahagiaan yang telah
memikatku
untuk selalu mengenangmu
Membuat insan yang lemah ini tidak lagi
mempunyai jiwa
Karena jiwaku telah tergadaikan oleh pesonamu
yang memabukkan
Jiwaku telah terbeli oleh gairah dan
kebahagiaan cinta
yang engkau berikan
Dan demi rasa cintaku yang mendalam
Aku rela berada di puncak gunung salju yang
dingin seorang diri
Berteman lapar, menahan dahaga
Wahai kekasihku, hidupku yang tidak berharga
ini suatu saat akan lenyap
Tapi biarkan pesonamu tetap abadi selamanya di
hatiku
(Bab
III, hlm. 21-23, situasi ketika Qays mulai sering meninggalkan rumah, hidup
sendirian di padang pasir gersang atau hutan belantara yang berbahaya. Ia tidak
lagi merawat tubuh, membiarkan rambut memanjang dan ke sana-kemari bertelanjang
dada. Saat berjalan di kampung-kampung, orang-orang akan memanggilnya dengan
Majnun, si gila. Dan anak-anak kecil akan mengikuti langkahnya dari belakang
sambil melempari batu. Meski demikian dari mulutnya yang kering tetap keluar
syair-syair yang indah)
Duhai, Betapa Besar Bahaya
yang Menghadang
Duhai, betapa besar bahaya yang menghadang
agar
dapat berjumpa denganmu
Kukorbankan semua yang aku miliki
Kuubah diriku, hingga engkau pun tidak
mengenaliku
Kuayunkan langkah dengan tetes air mata
Dan setelah memasuki perkampunganmu
Kubuang semua tanda-tanda yang dapat membuat
orang
mengenaliku
Kuikat diriku dengan rantai, bagai budak
belian
Berjalan sambil menadahkan tangan, meminta
sedekah
Dan bocah-bocah itu tidak suka melihatku
Mereka berkumpul mengelilingiku
Menghardik dan melemparku, seperti anjing
berbahaya
Kini aku datang di dekatmu
Duhai Layla, tak mampu kutahan air mata yang
menetes
Kasihanilah kelemahanku
Karena begitu berat penderitaanku
(Bab
IV, hlm. 26, situasi ketika Majnun
meminjam rantai di leher pada seorang nenek, agar dapat meminta sedekah dari
rumah ke rumah. Dengan begitu ia dapat leluasa masuk ke kampung Layla tanpa
dikenali. Jiwanya tergetar hebat saat ia menyelinap masuk ke taman di samping
rumah Layla. Dibacakanlah syair di atas dan mendengar itu Layla keluar rumah.
Hampir tak dikenalinya lelaki itu. Tapi saat memperhatikan air mata yang
menetes, sadarlah Layla, bahwa lelaki yang berdiri di depannya adalah Qays.
Disebutkan bahwa Layla tidak seperti gadis, melainkan bidadari yang lembut dan
halus, sedang Qays merasa dirinya seperti batang kayu yang habis terbakar)
Kerabat dan Handai-Taulan
Mencelaku
Kerabat dan handai-taulan mencelaku
Karena aku telah dimabukkan oleh kecantikan
Layla
Ayah, putera-putera paman dan bibi
Mencela dan menghardik diriku
Mereka tidak mampu membedakan cinta dengan
hawa nafsu
Nafsu mengatakan pada mereka, keluarga kami
berseteru
Mereka tidak tahu, dalam cinta tidak ada
seteru atau sahabat
Cinta hanya mengenal kasih sayang
Kubertanya dalam kalbu, ada apakah gerangan?
Keluarga Layla tak akan menjual anak gadisnya
Berapapun harga yang ditawarkan
Dan keluargaku tak hendak membeli
Semoga Allah menakdirkan kebaikan bagi kami
Dengan kerinduan mendalam yang selalu aku
simpan
Semoga kelak kami dipertemukan
Tidakkah mereka mengetahui?
Kini jiwaku telah terbagi
Satu belahan adalah diriku
Sedang yang lain telah kuisi untuknya
Tiada bersisa selain untuk kami
Wahai burung-burung merpati yang terbang di
angkasa
Wahai negeri Irak yang damai
Tolonglah aku
Sembuhkanlah rasa gundah-gulana yang membuat kalbuku tersiksa
Dengarkanlah tangisanku, suara batinku
Duhai, mereka menyampaikan kabar buruk
Layla sakit karena guna-guna
Mereka tidak tahu, sesungguhnya akulah tabib
yang ia perlukan
Akulah yang mampu mengobati penyakitnya
Waktu terus berlalu, usia semakin menua
Namun jiwaku yang telah terbakar rindu
Belum sembuh jua
Bahkan semakin parah
Bila kami ditakdirkan berjumpa
Akan kugandeng lengannya
Berjalan bertelanjang kaki menuju kesunyian
Sambil memanjatkan doa-doa pujian pada Allah
Ya Raab, telah Kaujadikan Layla
Angan-angan dan harapanku
Hiburlah diriku dengan cahaya matanya
Seperti Kau hiasi dia untukku
Atau, buatlah dia membenciku
Dan keluarganya dengki padaku
Sedang aku akan tetap mencintainya
Meski banyak nian aral melintang
Mereka mencela dan menghina diriku
Dan mengatakan aku hilang ingatan
Sedang Layla sering berdiam diri mengawasi
bintang
Menanti kedatanganku
Aduhai, betapa mengherankan
Orang-orang mencela cinta
Dan menganggapnya sebagai penyakit
Yang meluluh-lantakkan dinding ketabahan
Aku berseru pada Singgasana Langit
Berilah kami kebahagiaan dalam cinta
Singkaplah tirai derita
Yang selalu membelenggu kalbu
Bagaimana mungkin aku tidak gila
Bila melihat gadis bermata indah
Yang wajahnya bak mentari pagi bersinar cerah
Menggapai balik bukit, memecah kegelapan malam
Keluargaku berkata
Mengapakah hatimu wahai Majnun?
Mengapa engkau mencintai gadis
Sedang engkau tidak melihat harapan untuk
bersanding
dengannya?
Cinta, kasih dan sayang telah menyatu
Mengalir bersama aliran darah di tubuhku
Cinta bukanlah harapan atau ratapan
Walau tiada harapan, aku akan tetap mencintai
Layla
Sungguh beruntung orang yang memiliki kekasih
Yang menjadi karib dalam suka maupun duka
Karena Allah akan menghilangkan
Dari kalbu rasa sedih, bingung dan cemas
Aku tak mampu melepas diri
Dari jeratan tali kasih asmara
Karena Surga menciptakan cinta untukku
Dan aku tidak mampu menolaknya
Sampaikan salamku kepada Layla, wahai angin
malam
Katakan, aku akan tetap menunggu
Hingga ajal datang menjelang
(Bab IV,
hlm. 37-39, situasi ketika Syed Omri (ayah Qays) dari kabilah Bani Amir yang
disegani mulai melunak karena melihat penderitaan anaknya. Ia lalu bersedia
melamarkan Layla dari Bani Qhatibiah di lembah Nejd. Tapi jawaban ayah Layla
membuatnya merasa ditampar dan dilempari kotoran di wajah: Demi Allah, saya
tidak menginginkan orang-orang Arab berbicara, saya mengawinkan puteriku dengan
pemuda gila. Sejak itu Syed Omri dan para kerabat berusaha merayu dan membujuk
Majnun untuk melupakan gadis pujaannya. Majnun dengan amarah meluap mengangkat
tangan, merobek-robek pakaian dan mencampakkannya ke tanah. Ia pergi ke padang
belantara. Di sana ia menangis tersedu-sedu, airmatanya bercucuran, seluruh
jiwanya seolah terbakar. Terbakar karena api cinta, terbakar oleh
ketidakberdayaan. Mulutnya tak henti menyebut nama sang kekasih, seperti mantra
yang dapat mengurangi rasa sakit.)
Hatiku Telah Terikat oleh
Mantra Keindahan
Hatiku telah terikat oleh mantra keindahan,
dan cinta
tak dapat dihancurkan.
Ijinkan jiwaku berpisah dengan diriku dan
menyatu
dengan jiwanya yang telah menjadi nafasku.
Duhai ayahanda, mengapa engkau berharap aku menghilangkan
cinta tulus yang ada di lubuk hati?
Meskipun aku terbakar seperti lilin, aku tidak
akan kecewa
Biarkan aku menuruti panggilan jiwa meskipun
cinta telah
membelenggu dan memberi pakaian duri padaku!
Wahai, Ayah, cinta adalah rahmat dari Surga
dan menjadi berkah bagi jiwa.
Karena Langit yang menuntunku, maka cintaku
pada Layla tulus dan suci
Cinta yang melahirkan angan-angan serta nafsu,
adalah cinta
yang bersumber dari bumi.
Cinta seperti itu akan mudah berubah jika apa
yang diangan-angankan
tidak sesuai dengan kenyataan.
Cintaku pada Layla tidak bersumber dari bumi,
ia menyala
dengan kebenaran Surga dan akan abadi
selamanya.
Surgalah yang menuntunku terbang bersama
sayap-sayap cinta
Bagaimana mungkin aku akan melepaskan diri,
sedang Surga
telah menunjuk dan mengilhamkan cinta padaku
Seseorang Memanggil-manggil
Namamu
Seseorang memanggil-manggil namamu saat kami
berada
di lereng bukit Mina
Mendengar namamu terguncanglah hatiku karena
sedih
Duhai lelaki itu tidak mengetahui betapa suci
namamu
Mengapakah ia memanggil nama Layla dengan
seenaknya?
Apakah ia tidak tahu dengan menyebut namamu
Berarti ia menerbangkan seekor burung yang
telah bersarang di hatiku
Ia memanggil nama Layla
Semoga Allah membukakan kedua matanya
Untuk melihat betapa pesonamu tak mampu dia
bayangkan
(Bab
IV, hlm. 46-47, dua situasi di atas adalah ketika Syed Omri (ayah Qays) membawa
Majnun untuk berziarah ke Makkah, berdoa di Ka’bah atas nasihat tetua kabilah
dan para cerdik-cendekia. Si Ayah berkata pada Qays, “Wahai Qays, memohonlah
pada kekuasaan Allah, katakanlah Ya Allah lepaskan aku dari Layla dan
cintanya.” Tapi doa yang dipanjatkan Qays di dinding Ka’bah membuat hati Syed
Omri seperti disayat duri. Ia merasa sia-sia semua ikhtiar yang dilakukan. Jiwa
dan cinta anaknya pada Layla tidak bergeming. Dan ini adalah bagian dari ucapan
Majnun pada sang ayah saat berada di Mina, juga bait syair sesaat setelah tak
sadarkan diri ketika satu peristiwa ada yang berteriak dari kemah “Wahai Layla”
dengan seenaknya.)
Aku Menuruni Lembah Wadiyain
yang Indah
Aku menuruni lembah Wadiyain yang indah
Sebagai seorang tamu dari penghuninya
Aku akan tetap berada di lembah Wadiyain
Menghirup udaranya yang segar dan airnya yang
jernih
Aku tidak akan kembali
Kecuali jika di atas ada yang menanti
Di sini aku tidak seorang diri
Binatang-binatang liar dan buas menjadi
sahabatku
Aku tidak akan ragu
Mengapa aku harus ragu
Bila kasih Layla hanya tertuju padaku
Sahabat karib dan kekasihnya
Mengapa aku harus ragu
Jika jiwaku senantiasa mengharapkan Layla
Sungguh, angin telah datang
Membawa pesan Layla
Ia berjanji, meski tidak pernah bersua di
dunia
Akan tetap menungguku di pintu surga
Sungguh dunia yang indah akan bermuram durja
Bila engkau tidak pernah berkunjung ke rumah
seorang kekasih
Dan tiada seorangpun
Yang dapat menghibur hatimu
(Bab
V, hlm. 49-50, situasi ketika Majnun kembali mengembara sepulang berhaji. Ia
sampai ke lembah Wadiyain (dua lembah) dan tinggal di sebuah gua. Diceritakan
bahwa binatang buas menjadi jinak demi melihat pancaran cahaya cinta di wajah
Majnun. Bahkan singa dan serigala menjadi pengiring setia bagi Majnun dan saat
tidur mereka menunggu dan menjaga tuannya).
Carilah Layla yang Lain
Banyak orang berkata
Bersenanglah engkau dengan gadis lain
Itu adalah kata pelipur-lara
Namun menjadi duri dalam hatiku
Kukatakan kepada mereka
Dengan air mata berderai
Dan hatiku hancur luluh
Sayap cinta telah memeluk
Dan membawa jiwaku terbang
Aku mencintai Layla
Dan tidak tertarik pada gadis lain
Pandanganku telah tertunduk, dan mata terpejam
Kepada selain Layla
Wahai Layla ulurkanlah tanganmu
Untuk menyambut kasihku
Kalbu penuh asmara
Kuberikan padamu
Mungkin engkau diberi dua cawan minuman
Satu cawan kebencian
Agar engkau melupakan diriku
Sedang cawan yang satu berisi anggur
kesenangan
Agar engkau rela menerima pinangan orang lain
sebagai gantiku
Duh kekasihku
Kuingatkan dirimu
Jangan rusakkan hubungan
Yang orang lain selalu ingin menyempurnakan
Kelak engkau akan melihat
Beda antara cinta dan vafsu
Wahai Layla, nafsu akan melemahkan hati
Ia akan terus menggoda dan merayu
Namun kelak akan menyesal
Sedih tak berkesudahan
Jiwa yang dipenuhi kebencian
Tak akan pernah menjadi mulia
Ia tak akan puas
Bila yang diharapkan tak didapat
Sedang diriku Layla, Demi Allah
Tali kasih yang telah bersemi
Akan kusiram dan kupupuk
Agar cinta yang engkau berikan tetap terjaga
selamanya
Dan aku haramkan atas diriku
Segala yang tidak engkau sukai
Jangan kau biarkan jiwaku hancur karena
murkamu
Karena tak sanggup kuterima amarahmu
Sedang gunung pun akan hancur jika engkau
marah
Buanglah keraguan dalam dirimu
Karena cinta tidak bisa bersanding dengan
keraguan
Aku akan selalu menjaga tali cinta kita
Walau engkau tak di sisiku
Namun aku yakin
Cintamu selalu hadir di hatiku
(Bab
V, hlm. 58-59, situasi ketika Majnun rindu kembali menemui ayahnya setelah lama
mengembara. Dan ayahnya kembali membujuk agar Majnun mencintai gadis lain yang
lebih terhormat. Pecinta hanya hidup dengan cinta, mereka makan dengan roti
kasih, minum madu kepedihan dari cawan rindu. Lidahnya dipenuhi oleh kata-kata
indah, matanya memandang kelembutan dan pikirannya terbuai desir khayalan dan
angan-angan yang indah).
Syair Pujian untuk Layla
I
Bila bulan purnama tenggelam
Atau matahari terlambat terbit
Maka cahaya wajah Layla akan menggantikan
sinarnya
Senyumnya bukan hanya berhenti di mulut
Namun menjadi cahaya dari mentari dan sinar
purnama seluruhnya
Rembulan dan matahari akan tersipu malu
Karena cahayanya tak sebanding dengan sinar
mata Layla
Bila ia berkedip, maka bintang kejora akan
menyembunyikan diri
Tidak akan lagi tercipta gadis seperti dia
Dan aku ciptakan hanya untuk dia
Kata-kata pujian yang kuucapkan
Bagai sebutir pasir di gurun sahara
Tak sebanding dengan kecantikannya
Karena segala kata pujian yang dimiliki jin
dan manusia
Tak sebanding dengan pesonanya
Dia diberi nikmat, dengan segala kebaikan
Bila ia hendak berjalan ke sebuah bukit
Maka seakan bukit itulah yang akan mendekat
padanya
Karena sang bukit tidak ingin melihat gadis
itu dihinggapi kelelahan
II
Adakah malam bisa menyatukan diriku dengan
Layla?
Atau biarkan angin malam menyebut namanya
Sebagai ganti pesona tubuhnya
Karena sama saja bagiku
Melihat Layla atau menatap purnama
(Bab
VI, hlm. 69-70, inilah syair yang dibacakan oleh Ishaq kepada Layla. Syair ini
didengar langsung dari mulut Qays ketika dalam perjalanannya ia bertemu di
padang pasir bersama binatang buas. Dituturkan bahwa Qays tampak letih dan
menderita, namun saat disebut nama Layla, jiwanya kembali bersemangat.
dikatakan oleh Ishaq bahwa saat membacakan syair ini, Qays seperti sedang
dilanda sakit parah, tubuhnya seolah tidak lagi memiliki tulang sendi, matanya
menyiratkan ketakutan dan kekhawatiran).
Bila Kakiku Terperosok, Aku
Menyebut Namanya
(Syair gubahan Layla untuk Qays)
Bila kakiku terperosok, aku menyebut namanya
Aku bermimpi dalam tidurku hidup bersama dia
Apabila disebut nama Qays
Hilanglah kekuatan jiwaku
Hatiku seperti sirna ditelan namanya
Demi Allah, hampir saja aku gila karena
memikirkannya
Dadaku sesak karena rindu
Kaumku mengancam
Jika Qays tidak berhenti menyebut namaku
Maka darahnya akan tumpah membasahi bumi
Bunuhlah aku dan biarkan Qays
Setelah nyawaku melayang, janganlah kalian
hina ia
Cukup apa yang ia derita karena cinta
Mungkin ia akan menuduhku tidak setia dengan
janji
Dan aku tidak mampu mencegahnya
Kucampur tinta dengan airmataku
Untuk menulis surat padanya
Inilah saat perpisahan bagi orang
Yang akan kukurbankan jiwaku untuknya
Aku khawatir jika ajalku tiba
Tak dapat memandang wajahnya
(Bab
VI, hlm. 71-72, inilah syair dari Layla setelah Ishaq menyakini cinta Layla
kepada Qays: “Adakah anda bisa membacakan syair untuknya?” Ishaq, lelaki itu,
kemudian berjanji akan menyampaikannya kepada Qays).
Jiwa Orang yang Dimabuk
Cinta
Jiwa orang yang dimabuk cinta
Akan merasa sakit karena rindu
Sebab pecinta ingin selalu bersama
Tapi halangan tiada ada henti-henti
Pecinta seperti dua ekor kijang di bukit
tandus
Walau tiada makanan, tetapi mereka tetap
bersama
Atau seperti burung merpati
Walau terbang bebas di angkasa luas
Tetap saja kembali pada kekasihnya
Atau laksana ikan tuna
Tetap tabah walau dipermainkan ombak
Timbul-tenggelam di laut
Walau selalu dicaci dan dicela
Batin menjerit tubuh binasa
Meski lapar dan disia-siakan
Namun jiwa pecinta akan selalu memaafkan
Sebab pecinta tidak membutuhkan pujian
Dan pengorbanan pecinta tidak akan sia-sia
Kulihat bintang kutub dan bintang kejora
Demikian pula cinta
Sekecil apapun, cinta tetap berkuasa di
singgasana hati
Dan bagi pecinta
Kebahagiaan dan kesedihan sama indahnya
Karena cinta sejati tidak mengenal kesia-siaan
Jiwaku dan jiwa Layla akan tetap bersama
Andaipun tidak di dunia
Pasti jiwa kami akan bersatu di liang lahat
Dan kelak akan dibangkitkan bersama
Hingga dapat bersatu selama-lamanya
Mataku berkurban utnuk Layla dengan segenap
curahan airmata
Berharap liang lahatmu adalah liang lahatku
Agar jenazah kita bersatu
(Bab
X, hlm. 104-105, syair lain Qays untuk Layla saat di gua kotor di lembah
Wadiyain).
Madah dari Surga
Apakah yang sedang mengalir dalam jiwaku ini?
Siapakah yang sedang memandangku?
Apakah ia kecantikan bunga mawar?
Wahai bunga mawar itu telah dicabut dari taman
hatiku
Untuk menjadi penghias taman yang lain
Namun tidak mungkin menjadi layu
Wahai Layla, aku telah dimabukkan oleh rasa
cinta
Mana mungkin aku menolak kenikmatan ini
Duduklah di rumpun palem itu, Layla
Agar dapat kunikmati manisnya anggur cintamu
Wahai, ke manakah engkau saat aku merana,
terusir dan
kehilangan dirimu?
Hidup hanya menjalar sesaat di uratku dan
kemudian
bukan milikku lagi
Tetapi menjadi milikmu
Sejak harapan tidak tersenyum lagi padaku
Aku hanya bisa meratap
Mengenang dan menyesali masa lalu
Aku berteman derita dan hinaan
Kedukaan tersenyum padaku dan aku tersenyum
padanya
Sedang kedukaan membuat engkau ketakutan
Padahal engkau yang telah menciptakannya
Diriku selalu diliputi kesengsaraan
Sementara engkau mereguk kebahagiaan
Saat pikiranku hanyut dalam pesona wajahmu
yang memabukkan
Engkau pergi tanpa mengucapkan salam
Wahai Surga! Biarkan kematian menjauhkan kami!
Kami adalah dua tubuh namun satu hati
Seperti awan musim panas dengan hujan di
padang rumput
Biarkan aku hanyut dalam kesedihan
Asal jangan biarkan cinta Layla hilang dari
jiwaku
Wahai Layla
Mungkin sebentar lagi kematian akan menjemput
Dunia akan menulis riwayatku
Mereka akan mengatakan telah kukorbankan diri
demi
rembulan indah
dengan cahaya keperakan
Ia yang telah mengubah malam menjadi mempesona
Ingatkah engkau wahai Layla, saat kita bermain
bersama, mereguk anggur kebahagiaan?
Engkau dengan mata hitam yang indah, memandang
penuh cinta padaku
Dan bibir itu! Akh, aku melihat anggur cinta
di sana
Aku melihat betapa bahagia kita berdua!
Tiada seorang pun yang mampu memisahkan kita
Rasa malu dan ketakutan tidak mampu
menghancurkan
bunga cinta kita
Kebahagiaan tak terlihat, di kuil pengasingan
itu
Tapi bawakan aku anggur!
Biarkan aku mabuk!
Jauhkan kesedihan dari diriku!
Rumah tanpa penerangan adalah penjara
Karena penjara benci dengan cahaya.
Tempat yang cocok untuk hati yang patah
Dan tenggelam dalam kesuraman seperti diriku
Adalah kamar bawah tanah yang jauh dari cahaya
Ya Allah!
Selamatkan aku dari kegelapan yang tiada akhir
ini!
Berikan aku satu hari saja kesenangan – satu
peristiwa menyenangkan!
(Bab
XVII, hlm. 154-156, ini kalimat sebelum syair ini ditulis: Menyaksikan pancaran
kasih dari mata Layla, seketika mengalir dari bibir Majnun syair-syair indah,
seolah madah dari surga. Maka saya kasih judullah syair ini dengan judul Madah
dari Surga).
Kesengsaraan itu Milikku
Kesengsaraan itu milikku
Kesedihan telah menyatu dalam jiwaku
Kenangan tentang bibir yang begitu manis
Telah membelenggu lidahku untuk mengungkapkan
pesonanya
Saat sayap cintaku terluka dan tidak dapat
terbang
Burung indah mempesona yang telah lama aku
cari
datang di hadapanku
Sesungguhnya, engkau merangkai pesona bidadari
Dan apalah artinya diriku?
Aku tidak mengetahui apapun selain bayanganmu.
Tanpa engkau aku tiada
Khayalan telah menyatukan kita berdua
Kita melebur menjadi satu
Menyatu dalam ketetapan cinta
Kita adalah dua tubuh dengan hati yang satu
dan jiwa yang sama
Dua lilin dengan satu nyala api murni, semurni
surga
Dari bentuk-bentuk yang sama
Digabung menjadi satu
Dua titik menjadi satu
Tiap jiwa mendukung satu sama lain
(Bab
XIX, hlm. 167, syair terakhir, situasi pertemuan terakhir antara Qays dengan
Layla. Layla telah bebas dari perkawinan Ibnu Salam. Sebuah perkawinan yang
menimbulkan kemarahan terpendam di pihak laki-laki karena Layla tetap dalam
kesuciannya. Ibnu Salam meninggal. Dikatakan bahwa getaran kemarahan telah
merenggut kehidupannya. Namun ternyata, dalam keadaan di mana tidak ada lagi
yang menghalangi cinta mereka, Qays malah pergi. Batin Qays dikatakan tidak
siap menerima kebahagiaan yang demikian besar. Sesaat setelah menatap Layla
dengan senyum yang mengerikan, ia merobek baju yang dikenakan dan dengan
kekuatan yang melebihi kekuatan biasa, Majnun berlari ke gurun luas. Meski
begitu, cinta Layla pada pemuda itu tidak pernah sirna. Namun ia merasa cahaya
kehidupannya mulai surut dan kesedihannya menjadi-jadi. Ia pun meninggal dengan
membawa mati cintanya. Adapun Majnun, seketika tahu meninggalnya sang kekasih,
meratap di kuburan Layla hingga tubuhnya lemah. Ia pun meninggal dengan
ditunggui oleh binatang-binatang liar temannya. Diceritakan bahwa
binatang-binatang itu baru menyadari kematian tuannya setelah tubuh Majnun
hanya menyisakan tulang berserakan. Berita kematian Majnun dibawa oleh
pengelana yang kebetulan lewat. Dan orang-orang pun menguburkannya di samping
makam Layla).
Tentang Kisah Laila-Majnun dan Nizami Ganjavi
Saya ingin komentar
judul dulu, di cover buku ini tertulis Laila dan Majnun. Tapi percayalah, di
dalam, secara konsisten ditulis Layla (pakai y).
Di bagian depan ada sedikit
keterangan. Qays bin al Mulawwah, si tokoh Majnun, dikatakan bahwa ia adalah
tokoh nyata yang benar-benar hidup dalam masa Daulah Bani Umayyah. Menurut
riwayat, Qays meninggal sekitar tahun 65 H atau 68 H dengan membawa cinta
membara. Sepeninggal Qays, kisah cinta mereka diceritakan dari mulut ke mulut
dalam bentuk syair. Ada banyak versi cerita. Sampai kemudian Syaikh Nizami
(1141-1209) dari Ganjavi, salah satu wilayah di Azerbaijan sekarang, pada 1188
menghimpun dan menulis kisah tersebut secara lengkap dan indah.
Layla yang di buku Nizami ini
dipuji-puji kecantikannya setinggi langit, ternyata juga diceritakan pula oleh
Sa’di Shirazi, sastrawan besar Persia, dalam Gulistan. Konon, seorang raja yang
mendengar cerita hubungan Layla dan Majnun begitu penasaran dengan keduanya.
Mula-mula Majnun dibawa ke hadapannya. Dalam keadaan seperti binatang, raja
hanya geleng-geleng kepala. Tapi kata Majnun:”Beberapa orang menyalahkan aku
karena mencintai Layla. Jika mereka melihatnya suatu hari nanti, maka mereka
akan memahami keadaanku.” Lalu Layla pun dijemput oleh sepasukan prajurit
dengan membawa titah raja. Sesampainya di hadapan raja, ia kembali
geleng-geleng kepala. Gadis itu tampak menyedihkan, bahkan wanita simpanannya
yang paling sederhana pun bisa mengalahkan kecantikan Layla. Lalu disebutkan
bahwa Majnun langsung paham dengan apa yang dipikirkan raja, katanya,
‘Sebaiknya Tuan melihat kecantikan Layla dari kacamata Majnun, sehingga rahasia
daya tariknya akan bisa engkau ketahui.” Nah lho.
Satu hal yang jelas,
Qays adalah penyair. Dalam kemajnunannya, ia selalu melantunkan syair-syair cinta.
Dan syair-syair dalam buku ini, kebanyakan berasal dari Qays. Hanya satu yang
dari Layla. Di buku, syair-syair itu dicetak miring kecuali syair Hatiku telah terikat oleh Mantra Keindahan.
Yang satu itu sebenarnya bagian dari prosa. Tapi karena menarik dan indah, saya
jadikan bagian dari syair. Tak ada judul untuk syair-syair itu, judul saya buat
berdasarkan kalimat pertama dan beberapa ada yang saya karang sendiri.
Mmbuat ku menangis..
BalasHapusmewekkkkk
HapusHhiks hiks hikss
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKIDUNG RINDU
BalasHapusOleh : Madri Esa Rahman
( Terinspirasi dari tulisan Biru Turkies : Sang Perindu yang sedang mendera kerinduan
Yang teramat dalam kepada kekasih hatinya )
bila rindu menyapa langit, walau kemarau panjang, tak ada hujan, mata air kering, dan daun-daun berguguran, benih itu kutanam saja di ladang hati. sebab tiada yg lain, hanya dia, hanya satu. Kan kukepal sekuatnya, dan takkan kulepaskan selamanya dalam kerinduan.
kuabaikan orang berkata apapun, karena mungkin belum pernah merasakan lezatnya kerinduan ...!
aku ini benar-benar gila. ya, gila pada yang datang sesaat dalam heningku, dalam sunyiku, bersama cucuran air mata merah, seumpama sungai NIL yang berubah warna merah darah.
jangan salahkan aku. Sebab aku dilanda rindu. rindu membuatku mabuk, tak punya malu, lupa segalanya. aku tak peduli apakah sedang kemarau panjang ataukah hujan datang mengecup bumi.
oh ...!
sungguh aku rindu berat
berat sekali rinduku padanya...!
kapan kiranya aku bisa bercumbu
untuk melepas rasa rinduku, bergetar tanpa lagu dan syair syahdu. tapi cahanya mengukir awan, menancap mustawan, hingga menghentak berjuta-juta malaikat sealam malakut. seketika hujan turun, berawal dari gerimis, hingga kemudian mengguyur ladang-ladang hati petani, lalu disemailah benih bibit unggul, di tegal, di sawah, dan juga di talon-talon tandus.
lalu apa yang disemai, tumbuh daun-daun pesona. merekalah bunga, beraneka warna, indah, sangat menakjubkan. indah dipandang. lebih-lebih nikmat dirasa.
kemudian berbuah ranum, laksana paras gadis mesir, yang beralis bulan sabit, berwajah purnama, menari gemulai di hamparan padang pasir.
indah pada waktunya, biji yang saat itu ditanam, seiring bait-bait rindu dalam putih bulat sekerat darahnya, berdansa khofi nan syahdunya, menggelegar dalam rasa. menggapai cinta sejati untuk kerinduan hakiki.
tanpa batas, tak bertepi, dan tak bosan selamanya,
hingga esok usai pergantian musim.
nikmat rasanya, menghempas seluruh nikmat surga.
Wahai Kekasih Hati,
bagiku apalah arti surga dibandingkan dengan mendapat cintamu,
kasihmu, dan rindumu.
maka, bila seandainya kudapatkan surga, kan kubiarkan ia merana
asal aku dapat mendekapmu. Bercumbu dalam pernak-pernik divan mutiara,
di kamar sejuk, di bawah temaram, di tengah kota yang paling indah.
duhai kekasih hati ...!!!
kumohon, engkau terima rinduku
dengan tanganmu yang lembut
Amien ...!!!
Sumenep, 17 Nopember 2017
orang madura jugakah ?
HapusWahai rindu....
HapusTerimakasih ya infonya
BalasHapusVisit juga ya >>> Dewa kesuburan
Thankz kakak :)
sebenarnya syair syair ini dinisbatkan kpd Alloh,sehingga akan menimbulka cinta yg amat sangat kepadaNya
BalasHapusYa hanya untuk Allah SWT.. Dengan cara menjalankan syariat yg telah d ajarkan Rasulullah untk kita, agar dpt mengutarakan cinta kepada Allah SWT begitupun agar kita mendapatkan cinta-Nya.. ...YA RASULULLAH SAW..
BalasHapusKisah majnun ni sebijik dengn kisah sy sekarng ni.. Budak2 menghina sy.. Dipanggi gila
BalasHapusAwokawokwaok🤣
HapusHidayahku
BalasHapusKhartoum 15 Des 2019.
Ingin meminta izin,saya minta izin nerbitkan syair syair ini di Ig konten saya @cerita.lara_. Terimakasih
BalasHapusMantap kak
BalasHapusBAGUS
BalasHapus💝💝💝💝
BalasHapusBaguss
BalasHapusAndai teks bahasa arabnya di tampilkan.tuliskan juga, akan sangat lebih afdol membacanya. Lebih-lebih bagi yang senang puisi atau syi'ir arab seperti saya ini.
BalasHapusSungguh mengharukan😭
BalasHapusBaper uy
BalasHapusaihhhhh baper kan aku 😍
BalasHapusLebih indah dari cerita cinta lain 🥺
BalasHapusAlhamdulillah sudah dibaca sampai tamat,terimakasih untuk ilmunya
BalasHapusDimanakah nak dapat pdf kitab ni?
BalasHapusTolong min nama kitab nya yg mencerita. Kan laila dan qays
BalasHapusBagus banget min penulisanya, bisa buat referensi
BalasHapus