Kamis, 01 Desember 2011

Hamami Adaby: DI JARI MANISMU ADA RINDU


Data buku kumpulan puisi

Judul : Di Jari Manismu Ada Rindu
Penulis : Hamami Adaby
Cetakan : I, Juli 2008
Penerbit : Dewan Kesenian Kota Banjarbaru
Tebal : xv + 108 halaman (100 judul puisi)
                                     ISBN : 979-175623-6                                      
Editor : Ali Syamsudin Arsi
Sketsa sampul : D. Zawawi Imron
Desain sampul : Hery S

Beberapa pilihan puisi Hamami Adaby dalam Di Jari Manismu Ada Rindu


Malam di Malioboro
Bambang Widiatmoko

Sepanjang Malioboro kugendong souvenir adinda
kalung putih mas kurangkai leher jenjang
di luar duga kutelusuri bibirnya
aku mencintaimu sayang

Di alun-alun sekatenan, turis dan seniman
Malioboro emper toko gudeg lesehan
pengamen menyanyi memetik rona malam
di antara galaunya kota kehidupan
lembut perangai alun gamelan


Di Jari Manismu Ada Rindu

Kurangkai kata agar jadi sajak berkalung
kurangkai bait-baitnya agar hati menyatu
yang menulis cincin tunangan
di jari manismu ada rindu

Kekasih, seperti indah purnama matamu
kurengkuh angin kalau kabar bahagia
tapi dari pintu belakang tak ada suara
terasa lama denyut nadi membeban
sepotong bulan
sedang tirai pelaminan masih
menyimpan sepi

Adinda, gunung dikejar tetap menanti
di sini, di bukit batu kita tulis prasasti
tanda cinta kita bersemi

Banjarbaru, 30 Sept 07



Bunga Mama, Tersayang

Sepagi ini kutulis kata untuk anak-anak
bertata kerama seperti surya
berbagi sinar ke segala warna
ke celah-celah ranting daun dan semak
yang terjepit pohon kehidupan

Sepagi ini kutulis kata dalam benakku
pada rembulan yang melahir kasih
sebut namamu tiap detik waktu
di samudra kemilau airnya
merapat dermagaMu

Pagi ini aku melukis sebuah nama
di pusara bunga hati tersayang


Pahatan Kerinduan
(: Katrin Bandel & Saut Situmorang)

Kugenggam janji saat rembulan pancar cahaya
sungguh adinda, cinta kita seindah mawar
yang terjala ketika pintu langit berderit
meski ada luka mengaca di bahu jendela

Barangkali adinda masih ingat ketika
kita bergumul saat gerimis menimba hujan
yang menggetarkan sisi-sisi ranjang
mendayung sampan sampai ke dermaga

Barangkali adinda, belantara sawang ini
ada janji yang terdampar di batu karang
saat gelombang menghempas tajam
hingga lupa menyisir buih di rambut

Sungguh adinda, cinta kita semolek mawar
berpendar-pendar di air berloncatan
anak-anak mainan tepi pantai
bikin kapal-kapalan berlari kian kemari
dan kita telah selesai memahat kerinduan

Banjarbaru, 24 okt 07


Ke Dalam-dalamnya Daun

Dan pagi ini kuulangi salam
bagi matahari dan embun
merasuk ke dalam-dalamnya daun
yang berubah warna ke kuning coklat
dari sentuhan guratan surya

Angin berkibar melekangkan bebatu
daun tidurlah bersama humus bersatu

Banjarbaru, 1 Jan 08


Perempuan Penyadap Karet

Matahari merenda di atas kepala
menari-nari di tengkuluk tudung
di celah warna hijau daun karet
mengalir putih awan ke dalam jantung
kibarkan bendera bathinmu ke cakrawala

Perempuan penyadap karet
panorama matanya menanam keteguhan
pada angin gunung yang menggambar
langkah-langkah pasti tak gemetar
menorehkan hati risau kehidupan

Perempuan penyadap karet ini
melukai kulit setetes demi setetes
mengalirkan darah putih ke diri
dalam binaran jiwa yang berseri

Banjarbaru, 7 jan 08


Surat dari Cimanggis
(: Diah Hadaning, Bogor)

Perlahan kubuka sampul amplopnya
tergopoh amat surat kubaca
bagai petir menyambar anak panah
ada gambarmu, Diah

Sajak lautmu bergelora
mengkristal di karang kata
ketika angin mulai menyiul rindu
gelombang mengejar perahu
di atas cakrawala keningmu

Kemudian Diha berucap tenang
: berapa hektar panen benih puisi
yang kau semai di ladang sepi?
“Sambil senyum kuhitung jemari
dan jari-jemarimu menulis gelombang
di atas perahu tintah bagai sayap
burung terbang mengantar mimpi.”

Awal mata surat ada doa untukku
kidung dari tanah Jawa
berulangkali kucari jejak di mata
terpatah rebah langkah, lalu
bangkit dari trotoar kota
kunikmati gerimis lewat
yang jatuh di kasur surat

Hari ketiga ulangi baca suratnya
seakan yakin prosesi upacara
ketika bayang-bayang mentari
merenda geriak mata
aku tersaruk di bantal imaji

Diha
ingin akhir kata-kata
di dermaga tumbuh bunga antarium
menghias ruang dada auditorium
kita pelayat setia tabur serpihan jiwa
ke tanah asal kita melodikan
malam-malam kesejukan
seperti menikmati biji-biji anggur
di tengah dahaga.

Bagaimana Diha?
kita tutup dulu pintu aksara
sehabis hujan sore berlalu
langit masih menyisakan cahaya
digurat wajah kita yang menua

Banjarbaru, 8 des 07


Tuhan

Tuhan
Jinaklah jangan terbang lagi
aku ingin dengar senandungMu
dari gemuruh musik dunia
yang Kau hampar sepanjang hayat
jinaklah dalam perangkapku

Tuhan
bukakan jendela dan pintu
ketika pertama penciptaan
dalam ruhMu dan ruhku
atas nama Esa

Tuhan
Kau sedang berada di mana
persis ketika perjalanan nafasku
langit bercat putih, ketika
senyum memeluk rindu

saat bising suara menyergap
kuikat zikir mendesir
dari waktu ke waktu, kataMu
jalan ini menuju telaga, lalu
kau perlihatkan tahta singgasana
terjerembab ke permadani
tiada tara, o, Tuhan


Tentang Hamami Adaby           
Hamami Adaby lahir 3 Mei 1942 di Banjarmasin. Tercatat sebagai penyair Kalsel generasi 70-an. Antologi puisinya Iqra (1997), Nyanyian Seribu Sungai (2001), Kesumba (2002), Bunga Angin (2003), Dermaga Cinta (2004), 36 Mata Pena (2007), Badai (2011). Kumpulan puisi bahasa banjar Uma Bungas Banjarbaru (2005), Kaduluran (2006). Tiga Kutub Senja (2004?) adalah antologi bersama Hamami Adaby, Eza Thabry Husano dan Arsyad Indradi, 3 serangkai Kilang Sastra sebelum pecah kongsi. Mendapat piagam penghargaan sastra dari Bupati Batola (1996) dan Piagam Penghargaan Sastra dari Walikota Banjarbaru (2004). Menetap di Jl. Permata No. 10 RT 28 RW XII kel. Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.


Catatan Lain
Saya punya dua buku puisi Di Jari Manismu Ada Rindu karya Hamami Adaby ini. Pertama kali dikasih Hajri, sebagai si tukang cetak buku. Yang kedua, dikasih sama penyairnya sendiri. Ada catatan kecil dan tanda tangan ybs: Kenang2an buah Nahdian, 28 Juli 08, begitu bunyinya. Seingat saya, buku dari Pa Hamami ini dititipkan di markas Kilang Sastra Batu Karaha, lewat tangan penyair Eza Thabri Husano (alm). Trims... Oya, saya ingin mengutip pernyataan Arsyad Indradi yang mengantar ini buku “... ia memuji keindahan alam, wanita, reliji, kota bahkan sedikit terlontar kekecewaan. Secara garis besar Hamami adalah seorang penyair reliji-romance yang kebetulan penyuka sastra dan rendah hati, setia kawan.” Haha... setuju! Puisi-puisi dalam antologi ini ditulis mulai September 2007 dan rampung Maret 2008. Genap 100 judul puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar