Rabu, 02 Januari 2013

Moh. Wan Anwar: SEBELUM SENJA SELESAI


Data buku kumpulan puisi

Judul : Sebelum Senja Selesai, kumpulan puisi pilihan 2001-1991
Penulis : Moh. Wan Anwar
Penerbit: Imaji Indonesia dan FKIP Untirta Banten
Cetakan : I, Mei 2002
Tebal : vii + 100 halaman (79 puisi)
ISBN : 979-96860-0-8
Gambar dan Desain Sampul : Herry Dim
Tata letak : Moch. Syarif Ramadhan dan Armat Masari
Kata Penutup : Maman S. Mahayana

Beberapa pilihan puisi Moh. Wan Anwar dalam Sebelum Senja Selesai

Di Ruang Tunggu

kita duduk berdua saja
kau tamu, aku tamu juga di sini
ke mana tuan rumah, tanyamu

lantas kita pun berkenalan
lewat bahasa yang tak kumengerti
meski aku paham isyarat sorot mata
dan kulit muka yang kelabu

kita sama-sama menatap ke luar jendela
di sana kemiskinan gemetar membuka taring-taringnya
kabut mencium kota. Kaca tiba-tiba basah

tapi tak ada Marx dan Engels di sini, katamu
ya, tak ada para buruh yang diramalkan itu

Bandung, 1993


Loket-loket Kosong

seperti tadi di kantor itu
loket-loket di stasiun ini kosong
cuma ada komputer, gundukan karcis
daftar harga dan pluit mengiang dalam kenangan

bangku-bangku peron termangu, rel menggigil
penanda arah menggantung sendirian
"halo ..." sapamu -- namun tak kaudapat jawaban
operator sibuk dan kabel-kabel
mengirim kalimat yang berulang

"halo ..." sapamu padaku karena kereta tak juga
tiba -- tapi sungguh aku terlanjur tahu
kau tak pernah benar-benar merindukanKu

Depok, 2001

Kuntowijoyo: ISYARAT


Data Buku Kumpulan Puisi

Judul : Isyarat
Penulis : Kuntowijoyo
Cetakan : I, 1976
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 84 halaman (72 puisi)
Gambar jilid : Popo Iskandar

Beberapa pilihan puisi Kuntowijoyo dalam Isyarat

Isyarat

Angin gemuruh di hutan
Memukul ranting
Yang lama juga.
Tak terhitung jumlahnya
Mobil di jalan
Dari ujung ke ujung
Aku ingin menekan tombol
Hingga lampu merah itu
Abadi.
Angin, mobil dan para pejalan
Pikirkanlah, ke mana engkau pergi.


Kota

Kotaku yang jauh
padam lampu-lampunya
angin menerpa
lorong-lorong jelaga

Kotaku yang jauh
menyerah pada malam
seperti di siang hari
ia menyerah
pada kekosongan

Tuhan
nyalakanlah neon-neon itu

Hamid Jabbar: WAJAH KITA


Data buku kumpulan puisi

Judul : Wajah Kita, sajak-sajak 1972 - 1978
Penulis : Hamid Jabbar
Penerbit: PN Balai Pustaka, Jakarta
Cetakan : I, 1981
Tebal : 55 halaman (27 puisi)
Hiasan kulit dan gambar dalam : B.L. Bambang Prasodjo

Beberapa pilihan puisi Hamid Jabbar dalam Wajah Kita

Kembali

Surat buat Kekasih, dikirimkan setiap hari: dengan tangan gemetar
Surat buat Kekasih, kembali ke tangan sendiri: alpa dan nanar!

Surat, diri sendiri, alpa dan nanar: remuk dalam postcard
Melayang dan melayang, luruh dan luruh: tak bisa lagi gemetar!

1978


Lagu Sebuah

            dari mana hendak ke mana
            dari entah ke entahlah

lagu nenek moyang lagu nan panjang menggelombang
lagu raungan memedih terbang dari kerak ngarai

            dari mana hendak ke mana
            dari entah ke entahlah

sebuah batang padi dan lilitan pelepah kelapa
sebuah napas panjang dan lambaian telapak tangan
sebuah bentangan nada dan gesekan nada bentangan
sebuah katupan mata dan gelombang gemulai kepala
sebuah ranting bambu dan jemari tari-menari mesra
sebuah hari sebuah jalan sebuah lagu sebuah ratapan

            dari mana hendak ke mana
            dari entah ke entahlah

lagu nenek moyang lagu nan panjang menggelombang
lagu rantauan mulia nan celaka melagu sangsai

            dari mana hendak ke mana
            dari entah ke entahlah

1973

Iberamsyah Barbary: SERUMPUN AYAT-AYAT TUHAN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Serumpun Ayat-ayat Tuhan, kumpulan sajak 1963-1971 dan 2001-2011
Penulis : Iberamsyah Barbary
Cetakan : kedua edisi revisi, Januari 2012 (cet. I. Agustus 2011)
Penerbit : Kelompok Studi Sastra Banjarbaru (KSSB)
Editor  : HE. Benyamine
Penyunting Bahasa : Ali Syamsudin Arsi
Perancang Sampul : Deden K.F.
Penata letak : Ahmad Syahmiran dan Ridha Nugraha Barbary
Tebal : xvi + 150 halaman (105 puisi)
ISBN : 978-979-1333-05-4
Catatan penutup : Radius Ardanias Hadariah

Beberapa pilihan puisi Iberamsyah Barbary dalam Serumpun Ayat-ayat Tuhan

Nahkoda Muda di Pulau Dara
Buat anakku: Syah Ridha Nugraha

Yang terbawa deru angin
Akhirnya sampai jualah langkah di dermaga angan
Doa-doa yang mengapung didera gelombang
Ikhtiar menggulung dan mendebur, menyibak derunya samudera cinta
Tersingkaplah tabir kasih sayang-Nya
Merapatlah cinta sang nahkoda di siang terang

Di pulau dia akan menerjemahkan ayat-ayat Tuhan, pada:
Burung yang selalu rindu dengan sarang dan tak pernah tersesat pulang
Semut yang selalu silaturahim dan mengerti menghimpun rezeki
Kerbau yang penyabar, dalam menghela tanggung jawab
Tawon yang setia menjaga martabat
Ikan tak pernah asin, dalam kebebasan merenangi lautan

Di dermaga, sang dara dengan serumpun bunga di taman,
pesona cinta
Nahkoda merapat kasih menebar bunga rindu berderai-derai
Bertautlah debur gelombang, meresap di hamparan pasir putih,
yang lama memendam rindu

Sapardi Djoko Damono: dukaMu Abadi


Data Kumpulan Puisi

Judul : dukaMu Abadi, Sajak-sajak 1967 - 1968
Penulis  : Sapardi Djoko Damono
Cetakan : II, 1975 (Cet. I, Bandung, 1969)
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 52 halaman (42 puisi)
Gambar jilid : Popo Iskandar

Beberapa pilihan puisi Sapardi Djoko Damono dalam dukaMu Abadi

Prologue

masih terdengar sampai di sini
dukaMu abadi. Malam pun sesaat terhenti
sewaktu dingin pun terdiam, di luar
langit yang membayang samar

kueja setia, semua pun yang sempat tiba
sehabis menempuh ladang Qain dan bukit Golgota
sehabis menyekap beribu kata, di sini
di rongga-rongga yang mengecil ini

kusapa dukaMu jua, yang dahulu
yang meniupkan zarah ruang dan waktu
yang capai menyusun Huruf. Dan terbaca:
sepi manusia, jelaga


Kepada Istriku

pandanglah yang masih sempat ada
pandanglah aku: sebelum susut dari Suasana
sebelum pohon-pohon di luar tinggal suara
terpantul di dinding-dinding gua

pandang dengan cinta. Meski segala pun sepi tandanya
waktu kau bertanya-tanya, bertahan setia
langit mengekalkan warna birunya
bumi menggenggam seberkas bunga, padamu semata

Eka Budianta: CERITA DI KEBUN KOPI

 
Data buku kumpulan puisi

Judul : Cerita di Kebun Kopi
Penulis : Eka Budianta
Cetakan : I, 1981
Penerbit : PN Balai Pustaka, Jakarta.
Tebal : 40 halaman (26 puisi)
Hiasan kulit dan dalam : Dahlan Djazh

Beberapa pilihan puisi Eka Budianta dalam Cerita di Kebun Kopi

Seekor Burung Camar

hari pertama:
di dalam sangkarnya besi
burung itu bernyanyi dalam hati
sambil menanti
kekasihnya sebentar lagi
membukakan pintu
lalu mengajaknya terbang
tinggi-tinggi

hari kedua:
di dalam sangkarnya yang kuat
burung itu ingin berkhalwat
mohon ampun atas segala dosa
dan berdoa sekhusuk dapat

hari ketiga:
di dalam sangkarnya yang kukuh
ia merasa tak perlu mengeluh
sebab tanah terjanjinya terasa
tiada terlalu jauh

1976


Ode untuk Goya

Goya telah pergi
ke lembah asing dan gua-gua
Goya telah pergi
jauh menuju bapanya

Goya telah pergi
mengembara di padang-padang sunyi
Goya telah jauh
tinggal jejaknya yang abadi

1977

Toto Sudarto Bachtiar: ETSA



Data Kumpulan Puisi

Judul : Etsa
Penulis  : Toto Sudarto Bachtiar
Cetakan : III, 1976 (Cet. I, Jakarta 1958)
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 48 halaman (40 puisi)
Gambar jilid : Popo Iskandar

Beberapa pilihan puisi Toto Sudarto Bachtiar dalam Etsa

Ode I

Kutanya, kalau sekarang aku harus berangkat
Kuberi pacarku peluk penghabisan yang berat
Aku besok bisa mati. Kemudian diam-diam
Aku mengendap di balik sendat kemerdekaan dan malam

Malam begini beku, di manakah tempat terindah
Buat hatiku yang terulur padamu megap dan megah
O, tanah
Tanahku yang baru terjaga

Malam begini sepi, di manakah tempat terbaik
Buat peluru pistol di balik baju cabik
O, tanah di mana mesra terpendam rindu
Kemerdekaan yang mengembara ke mana saja

Ingin aku menyanyi kecil, tahu betapa tersandarnya
Engkau pada pilar derita, megap nafasku di gang tua
Menuju kubu musuh di kota sana
Aku tak sempat hitung langkahku bagi jarak

Mungkin pacarku kan berpaling
Dari wajahku yang terpaku pada dinding
Tapi jam tua, betapa pelan detiknya kudengar juga
Di tengah malam yang begini beku

Teringat betapa pernyataan sangat tebalnya
Coretan-coretan merah pada tembok tua
Betapa lemahnya jari untuk memetik bedil
Membesarkan hatimu yang baru terjaga

Kalau sekarang aku harus pergi, aku hanya tahu
Kawan-kawanku akan terus maju
Tak berpaling dari kenangan pada dinding
O, tanah, di mana tempat yang terbaik buat hati dan jiwaku