Selasa, 05 Agustus 2014

PUISI-PUISI SUJIWO TEJO




Data buku kumpulan puisi

Judul : Takon Wong (hehe…bercanda)
Penulis : Sujiwo Tejo
Penerbit : -
Cetakan : -
Tebal : -

(catatan: Saya tak ngerti hakikat lagu, tapi kadang merasa ada lirik-liriknya yang terasa puitis. Dan untuk merayakannya, lirik-lirik puitis itu saya hadirkan di sini sembari dengan bodoh mengatakan bahwa itu juga puisi!) 

Beberapa pilihan puisi Sujiwo Tejo

Dhandanggula Sidoasih

Permintaanku wahai kekasih
Selalu bersama-sama
Di ruang dan waktu
Tak berjarak meski cuma sehelai rambut
Kalau jauh dekat di hati
Kalau dekat berpandangan
Begitu sejatinya asmara
Seperti mimi dan mintuno
Ayo bersama melakukan panggilan sosial
Cinta kita berdua tak bermakna jika tak menjalarkan cinta pada sesama



Hujan Deras

Hujan deras dengan air mata
Butir butir tangisan di pipiku
Guntur menyambar dengan kilaunya
Berkilat ki
lat kilau di pipi

Kurasa keputusasaan manu……
Sia, sia, sia, sia sia
Butir-butir air
mata
Bilas dengan bahak tawamu hahaha
Karna keputusasaan manu
Sia sia sia sia sia sia

Hujan deras dengan air mata
Butir-butir tangisan di
pipi
Kucur air
mata ke samudera
Berbuih berombak tertawaku

Bersorak-sorai
Berderai air di mata
Tersendu sendu
Bersenda gurau guraunya
Gusar dan tenteram
Samar-samar berbeda
Samar-samar samanya
Samar samanya
Telah kau saksikan, kekasih, tangis tawaku
Ibarat tuntas tiada berbeda


Lautan Tangis

Berlayarlah di laut laut keringat kami
Tertawalah di laut laut keringat kami
Berselancarlah di laut laut keringat kami
Berpesiarlah di laut laut keringat kami

Bergerak bergerak, tetap bergerak
Menderap langkah, merapat barisan
Bergerak bergerak, tetap bergerak
Berat kita junjung, ringan kita jinjing
Bergerak bergerak, tetap bergerak
Berlumur keringat dan air mata

Berlayarlah di lautan air mata kami
Tertawalah di lautan air mata kami
Berselancarlah di lautan air mata kami
Berpesiarlah di lautan air mata kami

Bersabar bersabar kita sejak dulu
Amuk kita timbun, munjung bagai gunung
Bersabar bersabar kita sejak dulu
Amuk kita tunda, gunung tak meletus
Bersabar bersabar kita sejak dulu
Sejak dulu nahan sejuk bagai gunung

Pesta poralah di gunung kesabaran kami
Dansa dansilah di gunung kesabaran kami
Injak-injakkan kakimu di gunung kesabaran kami
Buang botol botol minummu di gunung kesabaran kami

Bersabar bersabar sampai habis sabar
Sabar jadi riak, riak jadi ombak
Bersabar bersabar sampai habis sabar
Gunungpun bergetar, laut bergelora
Bergelora gelora bergunung gunung ombak
Gulungan gelombang keringat tangisan kami

Hati-hati jangan kau terlena di laut tangis kami
Hati-hati jangan kau haha hi hi di laut keringat kami
Awas awas awas di gunung kesabaran kami
Mawas-mawas dirilah di gunung kesabaran kami

Catatan pengakuan: Lautan Tangis saya tulis tahun 2006. Ketika itu saya takut akan terjadi revolusi sosial. Namun jika revolusi itu tak bisa dibendung, biarlah lagu ini membuat revolusi menjadi kontemplatif dan mungkin tanpa kebencian. Revolusi berbasis cinta…


Pada Sebuah Ranjang

Kekasihku, jangan bersedih
Tidurlah dan bermimpi
Ke negeri
Ke hamparan
Kehampaan kasih

Ke hamparan kehampaan
Kehangatan tawa canda
Lahan per lahan perlahan lahan
Menghampar hampa kasih

Usai impianmu rangkai cerita
T’lah kau jumpai tawa canda
Dan
biar kelak
Anak
-anakmu kan percaya
Perca perca cerita tentang tawa canda
Dan biar kelak
Anak anakmu kan percaya
Bualanmu
Jangan kau bersedih


Cinta Tanpa Tanda

Telah ku tandakan semesta cintaku
kau tandaskan cinta tanpa tanda
Kuhasratkan isyarat sahaja
kau isyaratkan pintaku terlampau
terlampau berprasyarat cintaku
Kau isyaratkan cinta tanpa tanda

Berulang berbulan berwewinduan (kurindu)
Kupejam kutajamkan asah rasa (kubaca tanda)
Mata kubutakan terawangku hanya dengan rasa (kubaca tanda)
Kuping hidung lidah rabaanku pun telah kuenyahkan (kubaca tanda)
Tipu daya panca indrapun telah tuntas kusingkirkan (kubaca tanda)
Kutandai kurasai semesta yang tak kasat mata
Katamu kumasih jadi budak pancaindra yang membuatku terkecoh


Aku Lala Padamu

Nyaris usai suratku padamu
Surat musik dan nafasku
Kusampaikan via angin gunung
Kuangankan angin belum sirna
Suatu saat angin kan sampai
Sangat sepoi mengusap tangismu
Saat ini nafasku sampai

Suratan nafas [surat nafasku)
Nada nada
Lala lala
Kata kata
Dengar saja
Cuma sebagai suara saja

Bukankan tak ada
Nyata tak ada
Memang tak ada
Memang tak ada
Kata untuk kangen yang paling kangen
Pusat kangen Inti kangen
Aku lala
Sangat lala
Padamu


Syair Dunia Maya

- Menjelujur jalan
+ Nan tak kunjung tiba
- Jiwa dan sekujur
+ Kuyup berkeringat
- Sembari berbaring
+ Keringkan keringat
- Berangin-angin
+ Kuteringat anganku

Teringat dulu beban hayatku
Duh kini ringan tanpa badan
Ku terangkat ke awan-awan

- Kan ke angan angan
+ Saatku berangkat

Tiada kan kembali
Kembali kami mendunia
Di dunia
Tiada kan kami kan kembali ke dunia
Ya ke dunia
Tiada kan kembali, tiada kan kembali
Ya ke dunia
Tiada kan kembali, tiada kan kembali
Tiada lagi, tiada lagi
Gugusan gundah gunduk duka gulitaku
duh duh duh

- Kan ke angan angan
+ Saatku berangkat


Panakawan dan Saya

Gemerincing
Jingkat jingkat kakiku gemerincing
Bergemerincing genta
Gementa di kakiku
Gempita di hatiku
Ketika kuhentak-hentak kakiku bergenta
Tepat depan tempat tinggalku
Tempat tinggalku dulu bersama saudara

Mengembara
Mengumbar umur mengembara
Mengobar rasa
Mengaburkan rindu
Mengobarkan rindu
Duhai kini kurindu
Duka lara duka di rantau ganti bergenta
Tepat depan tempat tinggalku
Tempat tinggalku dulu bersama saudara


Gugur Bisma

(Pada kancah Baratayuda
Pada kancah perang besarmu hari ini
Bisma, jiwa besar pada sekeping kaca
Setiap saat Engkau berkaca.
.. GUGUR)

Kang pungkasan pitungkase kang masmu
Kandaku kang pegat pegat tan biso runtut
Kanthi muncrate getih pating deleweran
Dadaku kang kejet kejet tan biso muwus
*)

Usai usiamu kasihku t’lah usai
T’lah usai senang
T’lah tuntas perang
Usai semesta rasa
Semesta duka lara
Usai sudah suka duka
Kacakan kacau wajahmu berkaca
Di mataku yang
Mataku berkaca kaca
Kalau t’lah lelah dan kau terlampau
Berkilauan luka
Kupangku kau kan kupangku

Catatan : *)  Yang terakhir pesan kakanda, kekasih
Pesan yang patah patah
tak bisa tuntut
Dengan Darah yang muncrat dan leleh di sekujur badan
Dadaku tersengal sengal
tak bisa lagi berkata-kata


Anyam Anyaman Nyaman II

nyaman nyaman duka citaku
Sulam sulaman sulaman duka
Suka dukaku, duka citaku
Tisik tisikan tisiskan kasih
kasihan duka, duka citaku *)

Semesta semesranya
S’raya bertabur sapa
S’raya bertabur suka
Serayakan nestapa

Kadang dangkal kadang janggal
Jengkal jengkal jelajah kaki
kaki kami kakikan
Dekat degup detak denyut
Debar desir jantungku
Ketika tak ketika tak
Kata kata tak kita ketikkan
Tak kita titikkan
Kata kata ketakutan


Oh Rama Oh Sinta

Kisah terjadi, Kekasih
Di peraduan malam syahdu
Di peraduan raja dan permaisuri
Berdua bicara binatang di tengah belantara
Sang permaisuri, Kekasih
Terpesona kijang kencana
Kijangnya loncat loncat
Meloncat tak kembali
Tak mau diburu pendekar cintanya

Kijang menjauh, Oh Juwita
Jauh jengkal jangkauan raja
Sang raja pergi tinggalkan permaisuri
Berburu binatang dan pantang kembali
Sampai nanti
Sampailah senja, Oh Juwita
Matahari di peraduan
Di peraduan basah mata Sang Dewi
Menanti tibanya pendekar cintanya

Bulan pun tahun, berganti
Tiada kabar tentang Sang Raja
Tiada tertahan pemaisuri menyusul
Menyusuri riuh gemuruh kali di belantara
Sang permaisuri, Kekasih
Tersesat berjumpa pemuda
Yang kekasihnya mati
Tinggalkan kekasihnya
Tertancap panah pendekar cintanya


Stasiun Tuaku

Rembulan di atas stasiun tua
Di sudut kota kutanya kapan tiba
Saat lampu lampunya padam
Menjadi cuma siluet
Peluit kereta datang
Mungkin mengangkut kenanganku
Dari jauh kucari cari
Di antara turun penumpang

Bulan teranglah lebih terang
Malam itu
Agar aku s’makin terang
Menerawang
Kenanganku
Di antara manusia manusia


Pada Suatu Ketika

Orang orang bertanya kapan angkara murka berakhir
Diantara kau dan aku
Tersebar daun daun kara
Bersabarlah untuk sementara waktu
Suatu ketika, dinda
Pada suatu ketika

Doaku semoga
Semakin berkurang korban jiwa raga
Pengakhir angkara murka
Pada suatu ketika

Catatan pengakuan: Lagu ini basic nadanya terinspirasi dari nada-nada Banyuwangi, Jawa Timur, kawasan yg dekat kehidupan saya di masa kanak-kanak.Pengaruh Cina dan Jepang Kuno sangat kuat di kawasan itu.Lirik saya rampungkan dekat2 dengan lengsernya Presiden Soeharto 1998.Warna revolusi, warna amarah sosial, saya redam ke dalam melodi yang sebisa mungkin menahan marah.Video klipnya dinyatakan terbaik di Indonesia 1998, garapan Riri Riza – Mira Lesmana.Setahun kemudian jadi Most Wanted MTV Asia.


Tentang Sujiwo Tejo
Sujiwo Tejo dikenal sebagai seorang dalang, yang juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan bahkan disebut seorang budayawan. Lahir di Jember, 1962. Pendidikan formal: Jurusan Matematika ITB (1980-1985) dan Jurusan Teknik Sipil ITB (1981-1988). Sebagai komponis, arranger, player dan penyanyi, ia telah menelurkan album: Presiden Yaiyo (2007), Syair Dunia Maya (2005), Pada Sebuah Ranjang (1999) dan Pada Suatu Ketika (1998). Rekam Jejak kepenulisannya: Menulis laporan-laporan pertunjukan musik, teater, tari dan pameran seni rupa, artikel-artikel  di koran (sejak 1985). Menulis puisi dan cerita pendek untuk berbagai majalah hiburan, seperti Gadis dan Anita pada penghujung 1980. Kontributor tetap Kolom Mingguan, Wayang Durangpo, Jawa Pos (2009-sekarang). Bukunya al: The Sax (2003), Dalang Edan (2002) dan Kelakar Madura buat Gus Dur (2001).


Catatan Lain
Dalang brewokan, sorot mata tajam, dan suara mengguntur yang khas ini kerap tampil di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di sebuah televisi swasta. Sebelum ini, ia melesat saat sedang jaya-jayanya album Pada Suatu Ketika. Waktu itu saya masih kuliah dan termasuk orang yang menyukai lagu-lagunya yang berbahasa Jawa itu. Hingga suatu kesempatan ia diundang datang ke fakultas sastra (sekarang fakultas ilmu budaya) UGM. Saya dan beberapa teman psikologi nglurug ke sana. Nonton. Sampai sekarang saya tak ngerti apa arti lirik lagunya secara utuh, kalaupun ada paham maka hanya sepatah-sepatah, yang ngoko. Satu album dari Pada Suatu Ketika sesekali masih saya nikmati saat-saat ini melalui player MP3. The Sound of Orang Asyik.

23 komentar:

  1. NGURAH PARSUA

    Menjadi Pohon Bahagia

    Beku salju darah membeku
    manusia kutub setia hidup
    cemara gunung salju setia menggigil bersiul
    alam meniup terompet
    bahagia; dan dari semua bahagia tiba

    Sementara New York bergegas menari di balik selimut
    domba tak pernah mengeluhkan hari dan musim dingin
    Di London, Berlin dan Swiss serta pegunungan Himalaya
    tak boleh sepi dari cahaya hidup paling dalam
    Kehidupan berlengsung pergi mengitari sebuah kota
    menunggu musim semi

    Disiapkan perayaan hari raya sedunia
    mengabarkan tentang tari Barong dan Rangda
    upacara di pura Besakih dan Bedahulu kapan tiba
    Kuta, Sanur dan Ubud telah lama dipersiapkan
    gamelan bertalu-talu musik kalbu
    setelah itu
    jadi pohon air mata bahagia; dunia nyanyi
    bersama
    Denpasar, 2009 (Potret Pohon Air Mata,2012-86)

    BalasHapus
  2. Ngurah Parsua

    KESADARAN JIWA

    sesudag hidup
    mengenal mati
    di dalan hidup
    jalan lurus ke rumah-Mu
    disambut
    kidung sorgawi

    (Bunga Sunyi,2009:98)

    BalasHapus
  3. Ngurah Parsua

    KARENA-MU

    Salju abadi di puncak menara
    kekal saja
    Topan dan badainya terlelap mesra
    jadi senyap termangu-mangu
    pesta semesta raya
    karena-Mu

    (Bunga Sunyi, 2009:92)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dalam puisilah bahasa dieksploitasi sedemikian rupa sehingga melahirkan makna sebagaimana dimaksudkan oleh penulisnya, sekaligus menampilkan ciri-ciri estetis....

      Secara keseluruhan (DALAM KUMPULANNYA AIR MENGALIR) bahasa puisi Ngurah Parsua cukup bersahaja, tetapi jernih seperti jernihnya air mengalir ....(NYOMAN KUTHA RATNA, Guru besar FakultasSastra dan Budaya Universitas Udayana),

      Hapus
    2. itu juga puisi sujiwo tejo?

      Hapus
    3. Haha itu penjelasannya mas

      Hapus
  4. SEPENGGAL KISAH TANPA PERTEMUAN

    memang aku hanya mengenal parasmu lewat foto saja
    yang berukuran beberapa cm lewat akun media sosialmu
    yang kau sebut itu blackberry massenger,
    dan kita telah tenggelam dalam percakapan periodesasi insan mudah sekarang

    tidak banyak menelaah tentang dirimu
    tapi sedikit kutau kau adalah lelaki kurus yang senang
    berkhayal di pematang malam,
    aku juga tau kau lelaki yang cukup lumrah nan sederhana saja
    dengan hobby meramu bait-bait abjad di taman imajimu,
    tapi bisahkah aku berharap lebih darimu,
    sedang aku mulai terjebak dalam sosok kesederhanaanmu itu ?

    hahahahaha,
    aku hanya tidak ingin asumsi ini kegetiran semata
    karena harapku halaman cerita kita tetap berlanjut tanpa singkop
    kepadamu lelaki kurus yang kukenal lewat foto dan percakapan saja

    ~barekkada
    12 januari 2016

    BalasHapus
  5. Ini keren,saya pingin banyak belajar dr tokoh nyentrik yg satu ini. Makasih @kepadapuisi.blogspot.com

    BalasHapus
  6. (96)

    Tuhan hati nurani diam terpahami
    rumah kerj di ruang dunia
    di batu nisan hanya susunan kata-kata
    puisi tanpa kekal hati nurani dangkal
    disekap embun liar mengembara
    kabut hidup gelisah di jendela
    melepas kuasa pada hidup
    negarawan mengubah nasib manusia
    mengusung Tuhan hatinurani
    Tolong, kenangkan hati nurani di bumi
    memaafkan kedangkalan; puisi hidup
    kehilangan hati nurani; maafkan
    sesudah ditutup kata nafas terakhir
    kata-kata diam, tinggal angin membatu
    Tolong,kenangkan riwayat hidup ini

    (Dikutip dari bagian akhir; kumpulan puisi panjang berjudul:''TUHAN HATI NURANI'' diterbitkan Balai Bahasa Propinsi Bali,2015) TERIMAKASIH. NGURAH PARSUA.

    BalasHapus
  7. (96)

    Tuhan hati nurani diam terpahami
    rumah kerj di ruang dunia
    di batu nisan hanya susunan kata-kata
    puisi tanpa kekal hati nurani dangkal
    disekap embun liar mengembara
    kabut hidup gelisah di jendela
    melepas kuasa pada hidup
    negarawan mengubah nasib manusia
    mengusung Tuhan hatinurani
    Tolong, kenangkan hati nurani di bumi
    memaafkan kedangkalan; puisi hidup
    kehilangan hati nurani; maafkan
    sesudah ditutup kata nafas terakhir
    kata-kata diam, tinggal angin membatu
    Tolong,kenangkan riwayat hidup ini

    (Dikutip dari bagian akhir; kumpulan puisi panjang berjudul:''TUHAN HATI NURANI'' diterbitkan Balai Bahasa Propinsi Bali,2015) TERIMAKASIH. NGURAH PARSUA.

    BalasHapus
  8. Setubuh serasa serasa setubuh
    Lukamu lukaku
    Merusak menghujam mengoyak rasa
    Kau bawa berlari mengeluh mengaduh meronta sia sia
    Lukamu lukaku
    Menganga tergores terpapar terseret waktu
    kau seret terhuyung tersasar terjebak harapan tak nyata

    Asamu asaku
    Mengintip membayang menjulang mencoba
    kau raih tarik nyatakan wujudnya seperti apa

    rasamu rasaku kupilin pada kali ketiga
    Pada fajar mengintip
    Kupamit dengan rasamu mengiringi pergiku
    wangi rambutmu tercium sampai labirin jantungku
    Ku tak pungkiri ini dosa aras nama cinta tertunda

    BalasHapus
  9. untuk pecinta Sastra, kini hadir offical aacount di line yang mewadahi karya sastra, kalian langsung saja add line:

    @dea7826d
    https://line.me/R/ti/p/%40dea7826d
    https://line.me/R/ti/p/%40dea7826d
    https://line.me/R/ti/p/%40dea7826d

    BalasHapus
  10. Teruntuk engkau yg bagun di pagi buta, dan tidur di larut malam.
    Aku mencintaimu_IBU

    BalasHapus
  11. Wahai engkau matahari,engkaulah bukti setia diatas segala kesetiaan.tak pernah terlintaskah dibenakmu tuk berhenti memberikan segelincir cahaya kepada makhluk beragam lakon?
    Wahai Bumi perkasa berpijak hampa,memikul umat berjiwa angkuh.mengapa tak kau berdansa riuh?mengapa tak kau tuangkan saja agar berserakan?agar mereka tau engkau dan mereka berasal tunggal,berusul tunggal.

    BalasHapus
  12. 👍...cahaya menganggapku lemah padahal yg lemah itu..cahayanya..karna..terik matahari.selalu berputar arah

    BalasHapus
  13. Telah ku jadikan akasia sandaranku
    Tapi kangen ku tak membekas
    Mungkin Rana bukan pegangan ku
    Tapi pantai yang menerima samudra

    BalasHapus
  14. Pelanggan suka hotel
    Tamu-tamu pada merayakan hari
    Sementara ikan dan buah menunggu tuan.
    Sayup pelan suara tua meronta
    Hotel itu rumah sang tuan tempat dia menyeduh dongeng nya sendiri ...

    BalasHapus