Senin, 04 April 2016

Monika N. Arundhati: CATATAN SUNYI




Data buku kumpulan puisi

Judul : Catatan Sunyi
Penulis : Monika N. Arundhati
Cetakan : I, 2014
Penerbit : Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tebal : 118 halaman (63 puisi)
ISBN : 978-602-9187-88-5
Ilustrasi sampul dan tata letak : Christopher A. Woodrich
Prolog : Budi Kleden
Epilog : Christopher A. Woodrich

Beberapa pilihan puisi Monika N. Arundhati dalam Catatan Sunyi

Ladang Musim Hujan

Nenek, musim kemarau beranjak pergi akhir bulan lalu. Hujan
datang dari selatan melewati dusun kecil kita di kaki gunung.
Batang-batang kemiri dan kopi dihijaui lumut. Pucuk-pucuk ubi
kuning, merah dan ungu merekah malu-malu.

Nenek, berikan cangkul padaku, mari kita gemohing di ladang.
Ingin kuratakan ladang yang subur serupa dada montok,
menanam benih padi dan jagung sampai siku penat sambil
nyanyikan bejo hingga bercucuran keringat.

Nenek, aku rindu kehangatan vetak sewaktu senja tenggelam di
balik malam, aroma kotaklema bakar dihembusi angin ke puncak
sunyi Labalekang. Ricik mata air di timur ladang mengantar
pertemuan gaibku dengan Buka Barek. Ia tengah menyusui ular
sembari mengunyah sirih-pinang.

Nenek, hujan turun lagi malam ini. Aku tergelincir dalam
kenangan masa kecil. Sejak kau pergi ke Bobu dan tak lagi
pulang, seekor kupu-kupu putih hinggap di kelambuku tiap
malam.

Nenek, sekarang musim hujan. Apakah di duniamu juga
turun hujan?

Jogja, November 2013
Ø Gemohing: Sikap kerja sama atau gotong royong dalam kesempatan  membuka kebun baru dan panen hasil.
Ø Bejo: Nyanyian saat menanam padi atau jagung
Ø Vetak: Pondok ilalang di tengah ladang,
Ø Kotaklema: Daging ikan paus
Ø Buka Barek: Dalam legenda masyarakat Lamabaka, Kabupaten Lembata, Buka Barek adalah istri ‘wai natan’ (jin penghuni mata air  yang berwujud seekor ular)
Ø Bobu: Sebuah tempat yang indah dan penuh kedamaian, tempat jiwa-jiwa bersemayam
Ø Kupu-kupu putih: Jelmaan roh leluhur yang datang mengunjungi keluarganya

M. Iqbal J. Permana: SELUANG POETICA




Data buku kumpulan puisi

Judul : Seluang Poetica
Penulis : M. Iqbal J. Permana
Cetakan : I, Januari 2012
Penerbit : Tavern Artwork, Palembang.
Tebal : xviii + 52 halaman (29 puisi)
ISBN : 978-979-9983-93-0
Desain sampul, perwajahan : Ferry Gunawan
Editor : Nurhayat Arif Permana
Foto-foto : Mushaful Imam dan Jack Zaini
Prolog : B. Trisman
Epilog : Shamsudin Othman (Universiti Putra Malaysia)

Beberapa pilihan puisi M. Iqbal J. Permana dalam Seluang Poetica

Seluang Poetica

Dua potong bilah bagai teraju berimbang
timbul tenggelam menerpa sungai
ketika tangkul dikembangkan
musim seluang telah datang…

Panggilkan puguk atawa kajut
musim seluang telah datang
bergerombol mereka mudik
dari tanah berawa atau lumpur berpasir

ketika air mulai pasang anak
sawah ume telah disiang
anak-anak berkumpul di lanting
bermain berenang dan bersimburan
menjala dan menangkul seluang-seluang batang

Panggilkan Puguk atawa Kajut
pukat dan jala segera dirajut
sebentar lagi ribuan seluang
akan segera berenang ke hilir atawa ke hulu
musim seluang telah datang

Sungai Rotan, Mei 2010

Imam Budiman, Muhammad Ansyar, Zian Armie Wahyufi: TERIAKAN BISU




Data buku kumpulan puisi

Judul : Teriakan Bisu
Penulis : Imam Budiman, Muhammad Ansyar, Zian Armie Wahyufi
Cetakan : I, Agustus 2011
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal : vi + 74 halaman (60 puisi, @ 20 puisi)
ISBN : 978-602-8414-08-1

Beberapa pilihan puisi Imam Budiman dalam Teriakan Bisu

Sajak Amtsilati

benarkan letak kopiahmu!
kantuk merayu, bawa ke belakang dengan seriak lumuran setinta
wudhu

seperti biasanya malam di sepertiga arah pendek jarum jam separuh
menengadah ke arah kiri
tepat detik terakhir angka enam terbalik
bersama menuju mushalla dengan sisa iringan tawa yang belum ter-
tuntaskan semenjak memijakkan
kaki ke luar asrama
ada yang menyembunyikan terompah kawannya
ada yang mengomel terkena jadwal mengambil segalon air panas di
dapur
malam-malam begini!
ada juga yang menyerapah sendiri dikarena kitab Ta’lim yang tak
kunjung temu
kegaduhan yang menguak; bercampur menjadi keributan yang
membuatku tersenyum lucu

benarkan letak kopiahmu!
kantuk merayu, bawa ke belakang dengan seriak lumuran setinta
wudhu

tersandar lelah berpencar ke pojokpojok sudut rumah Tuhan
saling bertatap hadapan; tak bercakap, menggerutu, bergurau sia,
apalagi bercerita ria dengan ceritacerita konyol murahan
kami riuh menyetorkan hapalan, kawan!
meluapkan segala ingatan sesuai kesepakatan perjanjian yang per-
nah diikrarkan dulu
sebelum dijamakkan dengan sebuah ruangan khusus
asrama amtsilati para santri sering menyebutnya…

harus berapa kali kukatakan?
benarkan letak kopiahmu, apa tak sadar sudah sembilan puluh dera-
jat termiring kiri?

maka, lepaskan segera jerat kantukmu!
kakak pengajar datang kakak pengajar datang
sebelum beliau mengajari kita pada bab ke lima sedangkan kau meno-
pang kantukmu
dengan berdiri di tempat

Setengah sadar, 30 April 2011

Satrio Hadi Wicaksono: TENTANG BIJI DAN YANG LAMPAU




Data buku kumpulan puisi

Judul : Tentang Biji dan Yang Lampau
Penulis : Satrio Hadi Wicaksono
Cetakan : I, Mei 2014
Penerbit : Garudhawaca, Yogyakarta.
Tebal : 70 halaman (50 puisi)
ISBN : 978-602-7949-27-0
Lay out, desain sampul : Jalu Sentanu
Sumber gambar sampul : www.all-free-download.com
Pengantar : Narudin

Beberapa pilihan puisi Satrio Hadi Wicaksono dalam Tentang Biji dan Yang Lampau

LAUTAN

Lautan,
air yang mustahil diceraiberaikan.

Tiap-tiap waktu mengikat manusia
dengan kesegarannya
sehingga kehidupan
menjadi kehidupan.

Ia mengingatkan kita
bahwa sebelum tubuh mengakar bebas di dunia,
jiwa ingin pijakan:
penyebab yang tak disebabkan.

Kita tahu: darah takkan pernah dapat dibersihkan
dengan darah—hal yang sia-sia. kemudian,
setelah waktu yang dijanjikan
terjadi, segala tubuh akan menyembulkan kata-kata
kenyataan,

kecuali mulut yang (dulu) bersuara.

Rendra: SAJAK-SAJAK SEPATU TUA




Data buku kumpulan puisi

Judul : Sajak-sajak Sepatu Tua
Penulis : Rendra
Cetakan : VI, 1995 (cet. I: 1972)
Penerbit : PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Dicetak oleh PT Penebar Swadaya, Jakarta
Tebal : 93 halaman (38 sajak)
ISBN : 979-419-035-7
Gambar jilid oleh A. Wakidjan

Sajak-sajak Sepatu Tua terdiri atas 2 sub judul, yaitu Sajak-sajak Sepatu Tua – yang dibagi menjadi: Bagian Pertama (10 sajak), Bagian Kedua (13 sajak). Sub judul berikutnya adalah Masmur Mawar (15 sajak). 

Beberapa pilihan puisi Rendra dalam Sajak-sajak Sepatu Tua

Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Tuhanku
wajah-Mu membayang di kota terbakar
dan firman-Mu terguris di atas ribuan
kuburan dangkal.

Anak menangis kehilangan bapa.
Tanah sepi kehilangan lelakinya.
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia.

Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali bicara.
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku memasukkan sangkurku.

Malam dan wajahku
adalah satu warna.
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
biarpun bersama penyesalan.

Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua tangan-Mu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianati-Mu.
Tuhanku.
Erat-erat kugenggam senapanku.
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku.

Irwan Bajang: KEPULANGAN KELIMA




Data buku kumpulan puisi

Judul : Kepulangan Kelima
Penulis : Irwan Bajang
Cetakan : I, April 2013
Penerbit : Indie Book Corner, Yogyakarta.
Tebal : 81 halaman (29 puisi)
ISBN : 978-602-7673-84-7
Editor : Anindra Saraswati
Ilustrasi isi : Octora Guna Nugraha
Lay out : Irwan Bajang
Musik : Ari KPIN
Desain cover : Octora Guna Nugraha, Ahmad Sauki

Beberapa pilihan puisi Irwan Bajang dalam Kepulangan Kelima

Histeria: Sebuah Sajak untuk Edvard Munch

aku bertanya, kenapa kau berteriak?
tapi kau tak menjawab, kau berlari, menangis, dan tak berhenti menjerit

katamu kau melihat bayangan serigala di angkasa
pada senja yang merah saga

kapal-kapal terbakar
tenggelam bersama kematian awak dan hantu penjaganya

Edvard Munch, Edvard Munch,
jangan menangis, meskipun hujan menderas dalam kepalamu
jangan takut, meski ada dua hantu menguntit ingin membunuhmu

di jembatan yang tua dan renta, aku masih menyalakan sebatang rokok
sisanya kau isap sendiri sambil gemetar tersedu


O

Kerap kali harus kutunggu
malam datang
mengirimkan kabut dan sepoi angin ke halaman rumahku
juga bisik-bisik ganjil yang kadang  tak pernah bisa aku pahami
sebelum kutuliskan sebuah puisi padamu, ibu

Malam ini,
Jendelaku menggigil berangin-angin

Tiba-tiba
kuingat kampung halaman
aku rindu tembakau, sungai, padang rumput, pancuran,
serta aroma pepohonan,
juga pagi serta malam-malam masa kecilku

Kuingat satu per satu nama sahabat
kubuka dan baca satu per satu kenangan

O, tanah sejauh ini
tanah sejauh ini

aku rindu kampung halaman

Jogjakarta, Mei 2010