Selasa, 02 Februari 2016

Hudan Nur: MENUBA LAUT




Data buku kumpulan puisi

Judul : Menuba Laut
Penulis : Hudan Nur
Cetakan : I, Januari 2016
Penerbit : Scripta Cendekia, Banjarbaru.
Tebal : vi + 62 halaman (55 puisi)
ISBN : 978-602-0950-25-9
Sumber gambar cover :
http://www.cubartecontemporaneo.com/wp-content/uploads/Agustin-Bejarano-Descanso-Ritos-del-Silencio-2014-Mixta-sobre-Lienzo-945x1005cm.jpg
Pengantar : Dewi Alfianti

Beberapa pilihan puisi Hudan Nur dalam Menuba Laut

Lok Baintan

sepanjang sungai yang hingar oleh perahu-perahu terapung
tersiar kabar bahwa perjamuan malam akan hadir di atasnya.

kami mendayung rendah ke arahmu,

gelimbir-gelimbir alam di atas sungai martapura seperti
mengejar waktu yang lunglai disekap penantian. buah bertukar
musim dan hinggut ke tepian. angin menukilkan amsal lewat
zirah penjualnya.

memapas hari yang bermula di kanan jalan itu seperti
menyanyikan obade kehidupan yang bergerigi. selalu berganti
dan mengirimkan suratnya kepada hari.

Banjarbaru, Agustus 2015


Ilalang Mengekah di Musim Halba

musim sudah kupulangkan untuk mencari alamatnya sendiri.
mengaitkan kenangan lewat layang-layang sempalai yang
berkaca-kaca itu.

telah bermakam beribu sajak di sini, bergelimang megaluhung
yang mengoyak jarak dan menghadiahi batu-batu halimun.
malapancaka berkepang dadu telah kusampaikan lewat panus
rima tak berkesudahan.

Ya, ilalang musim kemarau

kamulah yang terbaring di mataku mengumbar rindu-rindu
sakaguru mengantongi paramasastra yang berkecai di
pikiranku.

2015


Sajak Pukang bagi Rezqie Atmanegara

bukankah kau telah saksikan bagaimana tikus yang
mengembik di kandangmu. kucing yang menggonggong.
anjing berbulu ayam dan tupai berhati ular di kebun sajakmu?
barangkali kau mesti pulang duluan menemui secawan dupa
bertuankan cenayang malam yang menyekap masa lalumu itu!
bila tiba di kilometer 25 cobalah sedikit kau tengok lumut yang
menggerogoti jantungmu, biar tahu bagaimana rasanya
tertikam sebagai kelalang di alur eksodus yang adibangsat.

Banjarbaru, Agustus 2015

Abdul Wachid B.S: KEPAYANG




Data buku kumpulan puisi

Judul : Kepayang
Penulis : Abdul Wachid B. S.
Cetakan : II, Februari 2013 (cet. I, 2012)
Penerbit : Cinta Buku, Yogyakarta.
Tebal : xii + 102 halaman (41 puisi)
ISBN : 978-602-99055-1-9
Desain cover : Joni Ariadinata
Gambar cover : lukisan “Dzikir Gus Dur, Dzikir Kepayang”
Dimensi 55 cm x 207 cm, karya K.H. M. Fuad Riyadi (Pleret, Yogyakarta)
Kata Pengantar : Lee Yeon (Doktor Ilmu Sastra, dosen di Hankuk
University of Foreign Studies/HUFS, Seoul, Korea Selatan)
Kata Penutup : Maman S. Mahayana

Kepayang terdiri atas 2 bagian, yaitu Sajak-sajak 2011 (12 sajak) dan Sajak-sajak 2012 (29 sajak)

Beberapa pilihan puisi Abdul Wachid B. S. dalam Kepayang

Doa Pencinta

ya Allah
kemiskinan ada di sekitar saya
tetapi mengapa sajak-sajakku hanya
berkisah tentang cinta
Mu saja?

Yogyakarta, 15 Juli 2012


Kendi

bagaikan kendi yang
senantiasa kau isi dengan
cinta dan pengetahuan
aku tiada terasa selalu

ngucurkan airmata
duka dan nestapa
tawa dan bahagia
teraduk dan tersabda

menjelma menjadi
kendi yang selalu kau
isi aku dengan hasratmu
aku akan berjaga, ada

sedangkan kau
si penuang agung itu
sekaligus peminumnya
aku cumalah kendi

minum, minumlah
orang datang orang pergi
mencari-cari diri, lelah
kehausan, kekasih sejati

ya, aku kendi abadi
hingga kelak kau titahkan
aku dengan salammu yang
hidup tidak berkesudahan

Yogyakarta, 20 Juni 2012

Heru Emka: TANDA




Data buku kumpulan puisi

Judul: Tanda
Penulis: Heru Emka
Cetakan: 1, 1984
Penerbit dan Percetakan: PN Balai Pustaka, Jakarta
Perancang Kulit: Budiono
Tebal: 124 halaman (86 puisi)
BP No. 3150

Beberapa pilihan puisi karya Heru Emka dalam Tanda

SONETA
                                                 bagi jiwaku

terbang kelelawar – terbang kesepian
sinar bulan pudar, kehidupan
batas bayang daunan, dalam
bulan pudar, gelap – sunyi malam.

bercermin diri dalam sadar
tengah mengenang datang kelelawar
mengeluh resah persis di depan,
semaksud ikrar tanpa ajakan.

ingin bergerak menyibak daunan
tirai bulan pudar dan gelap sunyi malam
lunglai badan lunglai jiwa.

makin menyamar sepanjang jalanan
rahasia alam, keluasan malam
tak tercapai: dunia di seberang gulita.

15 agustus 77


SUNYI BAGIKU

sunyi bagiku bukanlah ketakutan
ia nyanyi bagi sekelompok yang tersisa,
bila kau mengira yang tersisa itu berdosa
biarlah kuanggap sunyi itu nyanyi dosa.

bagiku sunyi bukanlah penderitaan
ia hiburan bagi sekelompok yang terluka
bila bagimu yang terluka itu berduka
biarlah kuanggap sunyi itu penghibur duka.

seperti halnya diriku, saudara,
dipukau sepi sejak babak pertama
bayang-bayangku ia, kekasih tercinta
pemburu yang tak pernah mati, pencari jejak sejati.

bila bagimu sepi itu hina
ia memang sahabat si hina
tapi jejaknya tetap murni
bagai pertama kali turun ke bumi.

14 nopember 76.

Dahta Gautama: ULAR KUNING




Data buku kumpulan puisi

Judul : Ular Kuning
Penulis : Dahta Gautama
Cetakan : I, Juli 2011
Penerbit : Pijar Media, Bandar Lampung.
Tebal : xii + 91 halaman (80 puisi)
ISBN : 978-979-15833-6-6
Desain cover dan tata letak : Abdul Hamid
Lukisan sampul : Mukhtar Haris

Beberapa pilihan puisi Dahta Gautama dalam Ular Kuning

Bau Kenanga yang Aneh

Kenanga mulai berbunga
ciuman pertama di musim basah menjadi kembang
tetapi engkau masih saja tidak percaya
bahwa besok ada bulan yang bangun kesiangan
sepotong kuning di langit ungu.
iya, kan! engkau masih tidak percaya
setelah ungu, langit berubah hitam, merah jambu
kemudian merah darah.
engkau tidak akan pernah mempercayai
kehadiran Tuhan
dalam tidurmu.
engkau cuma manusia biasa, yang cukup sampai
pada hakekat orang.
padahal Tuhan tidak perlu nama
Ia bisa diajak bercakap-cakap atau berdiam-diaman
tanpa bentuk, tanpa gerak.
Tuhan cukup memanggilmu
dengan cara meniup angin di ubun-ubunmu.
kemudian hidungmu mencium-Nya.
Bau kenanga di halaman rumah

2001


Surat-surat Mengabarkan Luka

menerima suratmu.
tiba-tiba aku lupa, harus apa dan bagaimana
di mataku semua abu-abu
jalan-jalan buntu. sementara malam berjelaga
orang-orang mulai sanksi, berubah menjadi
tetangga yang curiga.
bila sudah begini, impian terkurung di dunia kecil.
aku tersaruk dan sakit-sakitan
nasib terulang dalam lingkaran pendek
putus asa dan rindu pulang.
padahal di seberang sana, nun jauh di kedalaman batin
aku mengerang, gapai bayang cahaya
tenggelam di rimbunan gelap.
aku lupa, mesti apa dan bagaimana
surat-surat yang kuterima
semua mengabar luka

2000

Syafira Rahima (Sarah Bagir): DENGARKAN JIWA




Data buku kumpulan puisi

Judul: Dengarkan Jiwa; 35 Puisi tentang Tuhan, Cinta, dan Keindahan
Penulis: Syafira Rahima (Sarah Bagir)
Penerbit: DAR! Mizan Anggota IKAPI, Bandung
Cetakan: 1, Rajab 1433 H/Juni 2012
Tebal: 64 halaman
Pengantar: Haidar Bagir dan Lubna Assagaf
Ilustrasi isi dan sampul: Nisa Nafisah
Penyunting naskah: Ahmad Mahdi
Penyunting ilustrasi: Kulniya Sally
Desain isi: Kulniya Sally dan Nisa Nafisah
Desain sampul: Kulniya Sally
Proofreader: Hetty Dimayanti


Beberapa pilihan puisi karya Sarah Bagir dalam Dengarkan Jiwa

Dengarkan Jiwa

Apakah ini suara merduku?
Kudengarkan detak jantungku
Aku berjalan pelan-pelan
Semakin mendekat
aku mendengar

Apakah ini kekasih cinta?
Apakah ini kehidupan?
Apakah kau Jiwa Yang Terbesar
yang kudengar?

Ini cuma peringatan
akan kebebasan ini

Di istana jiwa ini
kau mendengar
sebuah alunan
cintaku

Berjalan
Jiwa Terbesar
Istana
Kebebasan
Kehidupan
Kekasih

Berlayar
Apakah kau perahu istimewaku?
Kini pun aku berlayar
di tengah-tengah laut

M. Nahdiansyah Abdi: CEGUKAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Cegukan (sepilihan sajak cinta)
Penulis : M. Nahdiansyah Abdi
Cetakan : I, 22 Januari 2016
Penerbit : Kepadapuisi Publising, Banjarbaru.
Tebal : 50 halaman (44 puisi)
Format buku : pdf
Desain gambar sampul : www.freepik.com
Sumber download : https://drive.google.com

Beberapa pilihan puisi M. Nahdiansyah Abdi dalam Cegukan

Pertanyaan

Ajukan seribu pertanyaan berbeda
Kuhanya miliki satu jawaban
Kuakui ini agak konyol
Tapi ini kekonyolan yang membahagiakan

Banyak pertanyaan tak terjawab
Terkurung dalam kerumitan filsafat
Menjadi teka-teki abadi
dalam tempurung ilmu-ilmu pasti

Tanyakan pada orang dungu ini:

Apapun pertanyaannya
Jawabannya hanya Cinta


Genangan

Di atas bukit, dalam temaram cahaya
sepotong rotiku mengering

Cinta tak akan mampu mengejar
dan menghunuskan belatinya ke lambungku

Tidak sebatang pohon nampak
Tapi burung-burung itu berkhotbah

Gerimis tipis
Langit tak tertembus

Hanya telah kuteguk racun
yang dititipkan Gila pada logika

Hanya telah kuteguk cinta
yang dititipkan Luka pada cahaya


Cinta & Propaganda

Ia telah berteriak demikian keras
menjadikan puisi seteguh intimidasi

Garis wajahnya leluasa
membentuk gugusan kasih dan murka

Aku bocah celaka, murtad dari
nujum kata

Aku mengosongkan gelas dan mengisinya dengan
detik-detik yang berguguran dari arlojiku

: Pikiran tak terkalahkan Tuan Kasmaran
menerangi setiap fase dari hidup yang revolusioner!*

------------
* diolah dari sebuah slogan

Agit Yogi Subandi: SEBAIT PANTUN BUJANG




Data buku kumpulan puisi

Judul : Sebait Pantun Bujang
Penulis : Agit Yogi Subandi
Cetakan : I, Desember 2010
Penerbit : Dewan Kesenian Lampung, Bandar Lampung.
Tebal : 48 halaman (24 puisi)
Penyunting : Ari Pahala Hutabarat
Penata letak dan sampul : Arya Winanda
Ilustrasi sampul digubah dari : www.google.co.id

Beberapa pilihan puisi Agit Yogi Subandi dalam Sebait Pantun Bujang

SEBAIT PANTUN BUJANG

akasia hijau tersepuh
bunganya cemara kering rapuh
mengapa bunga tak kunjung jatuh
hingga angan berubah keluh.

Bandarlampung, 2010


MELANKOLIA KOTA

pernahkah engkau kusyuk pada pertemuan?

sementara telingamu dijejali sejuta lagu luka,
tubuhmu diselimuti lampu gemerlap fana.

orang-orang menerka-nerka rencana,
tapi kota terlalu sesak untuk menyimpan pertemuan.

perpisahan seperti bangsal yang menyimpan kematian
apa yang mesti kita simpan, kecuali kenangan?

ayolah rencanakan pertemuan di kebun binatang
agar kita tentram dengan kicau burung di pangkal pepohonan

di sanalah kita dapat kembali mengingat ringkik kuda
yang kesepian ditinggal pengunjung,

auman harimau yang pura-pura menakutimu
juga lutung yang hendak menggapai pundakmu.

lalu kaudiam. tapi helai-helai daun di batang akasia pinggir jalan
bergoyang-goyang lantaran digoda angin nakal tak mau diam.

suara-suara tak mau menepi sedikitpun
tak ada rumput yang merunduk:

tempatku biasa memalingkan pandang
dari sesuatu yang berjejal.

siapa yang akan mencatat pertemuan?
bahkan kota lupa nama kita

pernahkah engkau kusyuk pada pertemuan?

ah, aku sungkan padamu:
karena kautak mendengarkanku.

Tanjungkarang/Kedaton, 2008