Senin, 08 September 2014

Ready Susanto: SEPUCUK PESAN UNGU




Data buku kumpulan puisi

Judul: Sepucuk Pesan Ungu
Penulis: Ready Susanto
Cetakan: I, Mei 2007
Penerbit: Semenanjung, bekerjasama dengan Penerbit Bejana, Bandung
Tebal: 80 halaman (62 puisi)
Desain kulit muka: Matadesain

yang kunamakan sajak
hanyalah gelisah yang sederhana
kata yang bersahaja
(kata pembuka buku, Ready Susanto)

Sepucuk Pesan Ungu terdiri dari 2 (dua) kumpulan, yaitu Sepucuk Pesan Ungu (33 puisi) dan Album Lama (29 puisi).

Beberapa pilihan puisi Ready Susanto dalam Sepucuk Pesan Ungu

Yang Paling Pertama
- kado untuk Yoen Ts

maaf, bila cintaku terlalu berlumur kata-kata
dan suatu ketika kau sebut itu
dusta belaka

ingin sekali, hanya kupeluk rindumu
dalam sepi seperti
ketika pertama berjumpa
aku terjerat senyum yang terkesima

cinta kini telah jadi prosa
diguncang bimbang diguyah resah
gelisah jadi sembilu
karena janji yang disepuh mimpi

untuk itu, kekasih
kukenang selalu jumpa yang paling pertama
ketika aku terpesona
pada wajahmu yang tersipu
menyimpan cinta yang tak ternyana
puisi saja

(2006)

Hasan Aspahani: TELIMPUH




Data buku kumpulan puisi

Judul: Telimpuh
Penulis: Hasan Aspahani
Cetakan: I, Juni 2009
Penerbit: Koekoesan, Depok
Tebal: xiii + 107 halaman (63 puisi)
ISBN: 978-979-1442-28-2
Perancang sampul: MN. Jihad
Tata Letak: Hari Ambari
Foto Isi: R. Yusuf Hidayat
Foto Profil: Irwansyah Putra
Prolog: Ramdzan Mihat
Epilog: Haris Firdaus

Secara berurut, Telimpuh terdiri dari 4 (empat) kumpulan, yaitu Kitab Komik (10 puisi), Kamus Empat Kata (19 puisi), Malaikat Penjaga Gawang (16 puisi), dan Tetapi, Aku Penyair! (18 puisi).

Beberapa pilihan puisi Hasan Aspahani dalam Malaikat Penjaga Gawang

Solilokui Sang Bola Kaki, 3

KENAPA semua tentara tidak dilatih menjadi
pemain sepakbola saja?

Bukankah pemain bola tidak perlu sepatu
lars, topi baja, apalagi peluru dan senjata?

Bukankah kostum pemain bola lebih meriah
dan enak dilihat daripada seragam tentara?

Siapa yang meragukan kehebatan seorang
sniper kalau ia dilatih jadi seorang striker?

Dan kehebatan para komandan ditentukan oleh
strategi bertahan dan menjebol gawang lawan?

Mungkinkah dunia akan lebih damai, kalau
wajib militer diganti wajib main bola?

Dan suara-suara tembakan pun berganti
menjadi riuh penonton di lapangan sepakbola?

Pantaskah kalau hari Sabtu ditetapkan
sebagai hari wajib main bola?

Berapa jumlah stadion bola di satu negara, kalau
anggaran militer dialihkan untuk membangunnya?

Siapa setuju kalau kamp-kamp tentara digusur
dan lahannya dibuat lapangan sepakbola?

Bukankah dengan demikian, tak ada orang biasa
yang terluka? Atau bahkan jadi korban sia-sia?

Kalau pertempuran berhenti saat siaran bola,
kenapa Piala Dunia tidak digelar tiap hari saja?

Untuk sebuah lapangan sepakbola, apakah
tidak bisa semua ranjau darat dijinakkan?

Bisakah tank-tank diubah jadi traktor, agar
berguna untuk membuat lapangan sepakbola?

Suminto A. Sayuti: BANGSAL SRI MANGANTI




Data buku kumpulan puisi

Judul: Bangsal Sri Manganti
Penulis: Suminto A. Sayuti
Cetakan: I, September 2013
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Bekerja sama dengan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Tebal: vi + 89 halaman (60 puisi)
ISBN: 978-602-229-254-8
Editor: Dr. Wiyatmi, M.Hum dan Dr. Rina Ratih, M.Hum
Tata aksara: Dimaswids
Rancang Sampul: Haitamy el Jaid

Beberapa pilihan puisi Suminto A. Sayuti dalam Bangsal Sri Manganti

Kita pun Sampai

Kita pun sampai. Ketika salam rembulan menyapa pantai
Ketika salam rembulan menggandeng kelam. Menjadi
suluk ki dalang
Dengan iringan gending-gending kehidupan. Dalam irama
maskumambang
Juga eling-eling kasmaran. Sorga pun sampai ketika talu,
ketika tayungan
Lalu tancep kayon. Dan kita pun wayang di bawah
blencong kehidupan
Mencabut diri dari simpingan. Kanan dan kiri yang
berkelindan
Sorga pun sampai ketika salam pun rembulan

Yogyakarta, 2012


Pohon Trembesi, Pagi Songgoriti
- nita

Pagi pohon trembesi. Melangkah cahaya
Bersama rimbun daun-daun. Gemericik air
Aroma hidup pun mengalir. Lalu kabut
Sepanjang bukit. Sepanjang rindu yang bangkit.
Maka aku pun lereng. Pada perbukitan terjal
Menapaki jalan ajal. Menujumu
Menujumu. Kudekap sunyi
Kudekap dirimu. Serupa dekap hidup dan mati

Malang, 2011

F. Rahardi: MIGRASI PARA KAMPRET



 

Data buku kumpulan puisi

Judul: Migrasi Para Kampret, Sebuah Kisah Tentang Kampret yang Tergusur
Penulis: F. Rahardi
Penerbit: Puspa Swara (Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara), Jakarta
Cetakan: I, 1993
Dicetak oleh: PT. Penebar Swadaya, Jakarta
Tebal: iii + 162 halaman  (27 judul puisi)
ISBN: 979-8312-33-3
Foto sampul: Life Nature Library

Beberapa pilihan puisi F. Rahardi dalam Migrasi Para Kampret

Pemberitahuan

Menghadapi buku ini
Anda tidak usah kelewat serius
atau curiga
sebab saya hanya ingin bercerita
tentang kampret yang tergusur
dengan bahasa Indonesia
yang mudah dipahami
orang banyak
hanya itu.

Jakarta, awal 1993


Sandyakalaning Gua Kampret

Dulu
di atas bukit-bukit itu
ada pohon-pohon
ada rumpun palem
rotan
paku-pakuan
dan sinar matahari hanya temaram
karena dihadang daun-daunan
dan di atas pohon-pohon besar itu
melilit akar liana
dan nun di atas dahan-dahan itu
bertengger kadaka dan
anggrek bulan.

Serangga pun banyak
Serangga yang merupakan makanan kampret
Itu tersedia melimpah.

“Itu zaman normal cu.”
kata seorang kakek kampret pada cucunya
“Sekarang semua habis
pohon-pohon itu sudah lama digergaji
lalu pabrik-pabrik dibangun
lalu warga kita banyak yang mati
dulu di sini ada jutaan kampret
sekarang cuma ribuan.”

TERJEMAHAN BEBAS SERAT JOKO LODANG



 


Data buku kumpulan puisi

Judul : Serat Joko Lodang
Penulis : Ronggowarsito
Cetakan : -
Penerbit : -
Tebal : -
ISBN : -
Sumber Foto Ronggowarsito : http://seratsuluk.wordpress.com/
Sumber referensi penerjemahan :

Terjemahan bebas Serat Joko Lodang oleh Ronggowarsito


GAMBUH



Joko lodang datang dengan berayun di antara dedahan pohon

Duduk tanpa sopan santun dan bicara dengan lantang

Ingat-ingatlah, sudah menjadi Kehendak Tuhan

Bahwa setinggi-tinggi gunung akan merendah

Sedalam-dalam jurang bakal timbul ke permukaan

Zaman serba terbalik

Terusir kita dari bumi kecintaan bagai si kalah perang



Tapi jangan keliru

Mengurai kabaran yang telah digariskan

Walau serendah apapun gunung

Masih akan tetap terlihat

Berbeda dengan jurang yang curam



Walaupun ia melembung

Tanpa penahan yang kuat, longsorlah ia.

Ini sudah menjadi kehendak-Nya,

Bilamana telah menginjak masa:

Sirna tata estining wong

(Tahun Jawa 1850. Sirna = 0, Tata = 5, Esthi = 8, Wong = 1. Kisaran tahun 1919-1920 masehi)