Jumat, 29 Maret 2024

Joko Pinurbo: SEPOTONG HATI DI ANGKRINGAN

 
 
Data Kumpulan Puisi
 
Judul buku: Sepotong Hati di Angkringan
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: DIVA Press, Yogyakarta.
Cetakan: I, 2021
Tebal: 80 halaman (45 puisi)
Kurator: Tia Setiadi
Penyelaras Akhir: Edi AH Iyubeni
Ilustrator dan tata sampul: Alfin Rizal
Tata Isi: Vitrya
Pracetak: Ika, Endang, Fitri
ISBN: 978-623-293-316-3
 
Kumpulan puisi ini terdiri atas 2 bagian, yaitu Sepotong Hati di Angkringan (31 puisi) dan Ibadah Mandi (14 puisi)
 
Sepilihan puisi Joko Pinurbo dalam Sepotong Hati di Angkringan
 
Bakso Sedap
 
Yang paling sedap dari bakso langgananku bukanlah
baksonya atau kuahnya, melainkan suara ting ting-nya.
Suara ting-ting-ting yang dilahirkan oleh sendok dan
mangkok. Seenak-enaknya bakso dan kuahnya, paling
pol hanya akan berumur 10 menit, sedangkan suara
ting ting-nya bisa menggema lama ke mana-mana: ke
ceruk mimpiku, ke hati ibuku, ke rongga nasibku, dan,
tentu saja, ke relung cinta-Mu.
 
Begitulah, ketika malam itu aku beli bakso, aku bilang
kepada tukang bakso, “Bisa tambah ting ting-nya, Pak?
Pak bakso bingung, diam, melongo.
 
 
Menyambut Tahun Baru
 
Hai, teman-teman terkasih, selamat pagi.
Baru mau sedih, sudah harus bahagia lagi.
 
Pandemi membuat miris dan nelangsa.
Mau misuh dan nangis, eh keliru tertawa.
 
 
Berkenalan dengan Rumah
–Kepada cerpen “Rumah-rumah” SDD
 
Ada baiknya kamu diisolasi di rumah supaya bisa
berkenalan kembali dengan rumah, supaya bisa
mendengarkan apa yang dikatakan pintu, jendela,
kursi, tempat tidur, kamar mandi, toilet yang selama
ini hanya kamu perlakukan sebagai alat.
 
Sekarang, bila hendak bepergian, ada baiknya kamu
pamit kepada rumah: “Aku pergi dulu menjemput
rezeki ya, mah.” Dan bila pulang, menyapalah, “Kamu
sehat-sehat saja kan, mah?” Rumah pasti bungah.
 
Kamu sering bicara tentang betah atau tidak betah
di rumah. Pernahkah kamu berpikir apakah rumah
betah tinggal bersamamu. Tanyakanlah.
 
Rumah bukan hanya tempat tinggal. Rumah adalah
teman seiring seperjalanan sepengembaraan
sebelum kamu benar-benar mendapatkan Rumah.
 
 
Di Rumah Sakit
 
Kalender mengucapkan
selamat tidur kepada mata ngantuk
yang masih menyala
 
Jam dinding mengucapkan
selamat tidur kepada dokter
yang masih berjaga
 
Obat tidur mengucapkan
selamat tidur kepada pasien
yang masih berdoa
 
KTP mengucapkan
selamat tidur kepada calon jenazah
yang masih memikirkan
besok akan dikuburkan di mana.
 
 
Sajak Semoga
 
Dalam bencana
ada rencana
yang tak dinyana.
 
Cara terbaik
menghadapinya
ialah bekerja
dalam semoga
 
Semoga selamat.
Semoga lekas lewat.
Semoga masih
bisa membaca
yang tak terlihat.
 
Semoga kita dan kata
tak kehilangan gila.
 
 
Sarang
 
Burung prenjak membuat sarang di kepalaku
yang rimbun. Sarangnya ia anyam dari ubanku
yang subur. Bila ia mengeram, kepalaku jadi
hangat dan sehat. Bila ia berkicau, kata-kataku
jadi riang. Bila ia terbang, pikiranku ikut bebas
melayang. Bila ia tidur, tidurku tenteram.
 
 
Di Meja Makan
 
Di meja makan
yang lengang ini
aku tidak mencari
nikmat dan puas.
Aku hanya minta
sehat dan waras.
 
Cinta-Mu
yang merdu
berdenting
melalui sendok,
gelas, dan piring.
 
Lalu datang
burung prenjak
menemaniku,
mengicaukan doaku.
 
 
Sepotong Hati di Angkringan
 
Pada suatu malam yang nyamnyam
kau menemukan sepotong hati yang lezat
dalam sebungkus nasi kucing. Kau mengira
itu hati ibumu atau hati kekasihmu. Namun,
bisa saja itu hati orang yang pernah kausakiti
atau menyakitimu. Angkringan adalah nama
sebuah sunyi, tempat kau melerai hati,
lebih-lebih saat hatimu disakiti sepi.
 
 
Suara Drumben Dini Hari
 
Dengan apa kau merindukan Yogya?
Dengan suara drumben yang muncul dini hari.
Yang dimainkan entah oleh siapa. Yang tak jelas
di mana. Yang bila aku di barat, ia di timur;
bila aku di selatan, ia di utara. Yang aku datangi
dan aku cari, tapi tak ada. Seperti perasaan
yang tak memerlukan bukti. Seperti cinta
yang tak mau ditangkap dan dimiliki.
 
 
Becak Santuy
 
Dunia tak akan paham mengapa pak becak yang
matanya cekung itu malah tidur di dalam becaknya
seakan-akan tidak butuh penumpang. Mungkin ia
merasa penghasilannya hari itu sudah cukup dan ia
tidak ingin mencari lebih. Atau mungkin ia sudah
capek menunggu calon penumpang.
 
Ada seorang ibu yang membangunkannya, minta
diantar ke pasar. Ia terbangun sesaat, tersenyum,
tidur lagi. Dibangunkan lagi, meringis lagi, tidur lagi.
Kemudian datanglah petugas dinas keindahan kota
mendorong dan menyingkirkan becaknya ke dalam
gang dan ia tetap saja tidur.
 
Barangkali tidur adalah cara mabuk yang paling
aman dan nyaman. Toh dengan tidur pun ia masih
bisa mendapatkan selembar pahlawan di kantung
celananya. Entah siapa yang telah buang duit atau
bermurah hati kepadanya.
 
 
Ibadah Mandi
 
Pandemi membuat saya lebih dewasa, setidaknya
dalam hal mandi. Saya sudah bisa dan berani mandi
kapan pun da dalam situasi apa pun. Sebelumnya,
jika lagi sedih atau marah, saya malas mandi. Kini,
mau sedih atau gembira, saya tetap mandi. Mandi
sudah menjadi sebentuk doa, menjalin cinta dengan
air. Bahkan saya berani mandi dalam gelap. Dalam
gelap tubuh saya yang sengsara ternyata bercahaya.
Jangan heran, sebelum tampil dalam acara daring
pun saya sempatkan beribadah mandi. Percayalah.
 
 
Mas Iman
—IBS
 
Mas Guru, kamu
tidak pergi, kan?
Kamu hanya pindah
dari kamar kontrakan
ke rumah impian
yang dibangun
dengan jerih payah
dan jerih cinta
dan jerih rindu
oleh sajak-sajakmu.
Seruput kopimu, Mas.
Kami di sini masih
belajar membaca
dan sesekali kami
pakai kacamatamu.
 
 
Tidur yang Sumuk
 
Tidurku sumuk sekali
karena aku mengenakan
selimut berlapis-lapis.
Lapis pertama, ilusi.
Lapis kedua, gengsi.
Lapis ketiga, ambisi.
Lapis keempat, tipu diri.
 
 
Tentang Joko Pinurbo
Buku puisi Jokpin antara lain: Celana, Telepon Genggam, Tahilalat, Surat Kopi, Selamat Menunaikan Ibadah Puisi, Malam Ini Aku Akan Tidur di Matamu, Buku Latihan Tidur dan Perjamuan Khong Guan.
 
 
Catatan Lain
          Di halaman tentang penulis, dikatakan: Semua puisi dalam buku ini ditulis dalam masa pandemi Covid-19 tahun 2020 sebagai upaya untuk mengenang dan memaknai salah satu tragedi besar dalam sejarah dunia.
            Tia Setiadi menulis Pengantar Kurator di halaman 5 dan 6. Tulisnya: “Setelah Sapardi Djoko Damano (alm), Joko Pinurbo adalah salah seorang penyair yang paling dicintai dan dikenal di Indonesia saat ini. Di antaranya agaknya karena itu: dia seorang penyair yang sangat terlibat dengan persoalan-persoalan zamannya tanpa ditenggelamkan olehnya, dia mengolah dunia yang dekat dan akrab dengan kita, dengan cara yang bersahaja tapi unik dan segar, sering berbelok secara tak disangka-sangka, dengan kekuatan kata-kata yang hampir selalu menyentak kita dengan sindirannya yang tajam, humornya yang pedas dan pahit, meditasinya yang arif, sehingga bersama sajak-sajaknya kita bisa melihat yang sebelumnya tak kita lihat, mendengar hal-hal yang sebelumnya luput kita dengar, dan merenungkan hal-hal yang sebelumnya berlalu begitu saja.” Begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar