Senin, 04 September 2017

Dedet Setiadi: LIRIK SEBATAS HUJAN


Data Kumpulan Puisi

Judul Buku: Lirik Sebatas Hujan
(Sajak-sajak Dedet Setiadi  Tahun 2012-2017)
Penulis: Dedet Setiadi
Penerbit : Tuas Media, Kalimantan Selatan
Cetakan: Pertama, Juli, 2017
Tebal: 208 halaman (198 puisi)
ISBN: 978-602-7514-45-4

Beberapa pilihan puisi Dedet Setiadi dalam Lirik Sebatas Hujan

MERPATI BALAP

dengan kokoh cucuk hitamku
aku merawat bulu yang berwarna megan mangsi

bacaanku kitab terbang
hafal jurus pacu lesat kepak sayap-sayapku

aku merapal ilmu
yang mengajarkan terbang bagai peluru

bulu penjawat adalah kekuatanku
mata mengkilat adalah pelisir tuju ke arah titik jatuhku

aku bukan petarung
tapi kemenangan adalah hidupku

sebab kekalahan adalah petaka
dan itu tidak kumau!

aku bertarung untuk silsilah telor
bukan medali atau piagam penghargaan

Magelang, 2012
*dimuat di Kedaulatan Rakyat, 30 Sept 2012



PELAJARAN RUMPUT

aku membaca rumput yang tak pernah bertengkar
berebut tanah demi sang akar

mereka menympan embun, melembabkan tanah
agar para cacing mengabadikan gembur

mereka kadang saling memilin, saling membelit
meminjam batang untuk mencapai ketinggian

mereka membiarkan belalang dan ulat pemangsa daun
mengerat tubuhnya mungkin demi sang alam

agar terdengar kerik siang dan malam
agar terlihat kupu kupu terbang di awang-awang

begitulah pelajaran rumput yang belum sempat dibukukan
tetapi sudah lama terbit sebagai jiwa yang lapang

Magelang , 2012
*dimuat di KR , 30 Sept 2012


SANGKAKALA

engkau menyembunyikan perih
dari luka jagat yang maha luas

engkau membuka pintu, kepadaku
agar masuk
dan membaca kembali kisah-kisah
kelahiran

sebuah kitab hidup
bersampul waktu!

namaku tergolek
pada jasad berdebu

pada sisa sisa ziarah
aku melukis sangkakala
leher jenjang
yang dipanggul malaikat
sang peniup!

siapapun
aku dan kalian yang pembaca
adalah para sangkakala

mungkin fals lengkingannya
mungkin indah dan merdu
saat ditiupnya!

Magelang, 2012
*dimuat di KR, 30 September 2012


KITAB LAUT

aku kini laut
yang harus belajar menjadi karang
meredam ombak
untuk tak pecah di tepi daratan

sahabatku sebatas ganggang
atau ikan-ikan
nyanyianku sebatas kapal
mengibas baling
untuk ke seberang
bahasaku sebatas kerang
penyu dan kura-kura

aku kini laut
yang harus melucuti gelombang
mengemas diam
untuk karam di kedalaman

mengabadikan bekam!

Magelang , 2012
*dimuat di KR , 30 sept 2012


TAK SEKADAR CAHAYA AIR

bentangan langit biru itu
terlanjur kuusung
untuk menampung jeritanmu, kekasih

jendela kastil tua
sudah rapat kututup – juga pintunya!
kita bersatu
melupakan musim gugur dan salju

kupagut jiwamu
sebagai sepasang kelopak waktu – saling mencengkeram
sama-sama tak ingin melepaskan

astaga!

diam-diam aku telah menjelma setetes embun biru
yang tersekap nyaman di pangkal hatimu
abadi menancapkan semesta baru

kita pun sama-sama menangkupkan kelopak waktu
menyempurnakan beku
dari sisa-sisa luapan cumbu

Magelang, 2012


DI KAKI BUKIT HUKA

bukan dongeng atau legenda
air mata itu sudah berabad-abad menjelma telaga

matahari, bulan dan bintang-bintang
terhisap di sana

menyingkir dari musim gugur
yang akan tiba

dari pohon tua
daun jatuh mengapung serupa kapal nuh
pengangkut sepasang ruh

dan langit tidak runtuh

di tebing senja
tiba-tiba aku melihat tubuhku
dipinjam seorang dewa

berjalan berkeliling telaga, mengukir cakrawala
yang sempat tertunda

Magelang, 2013


DAUN TANGGAL

terkulai di sungai waktu
daun tubuh berlayar ke muara

tak ada siapa siapa
meski sekadar doa

mengapung kelam
tak siang tak malam

seperti ukiran hujan
jatuh menimbun kenangan

seusai melintas tikungan
terdengar gaung kematian

Magelang , 2013
*dimuat di Merapi Mingu , 15 Juni 2014


PERAHU DI LANGIT

hanya laila yang bisa berlayar di lautan bintang
sebab majnun sudah jadi perahunya
terbang dan berenang tak lagi ada beda
di langit hanya laila
begitulah ketika takdir menulis kata-kata
sulit sekali untuk dibaca

jika laila adalah cahaya
maka majnun yang ambyar dalam silaunya
segalanya milik laila
bahkan qais pun tak lagi memiliki dirinya
laila
majnun
kisah cinta
yang tak usai ribuan tahun
tersimpan di langit jauh
tak tersentuh

Magelang, 2014
*dimuat di KR, 25 Mei 2014


DI PULAU CHAIRIL

gadis yang iseng sendiri itu
diam-diam singgah dalam sajakku
mengetik huruf-huruf dari tubuhku
sebagai cinta yang jauh
ia mengayuh perahu
mengusung waktu
dari kartu nama yang terjatuh
aku tahu ia bernama, farah
lahir di sebuah kota
di timur tengah
dari bibir pulau
ia menjelajah samudera
menetap di pulau chairil
yang jauh dan terpencil
pikirannya menjelma sebuah kampong
tanpa jembatan penghubung

Magelang, 2014
*dimuat di KR, 25 Mei 2014


LIRIK SEBATAS HUJAN

jejak percakapan
seperti daun lepas dahan

terkulai di tanah

saat gerimis tak secantik puisi
di selembar pagi
matahari
merobek bayang sendiri

di ujung halaman
terdengar runtuhan dahan
menjelma lagu panjang

gagap dinyanyikan

Magelang, 2013


DI SEBUAH SITUS

geriap ombak banyu
sungai tinalah
menggelundungkan batu batu
dan sejarah
orang orang melarung luka
tiga tetes darah disadap
dari ujung bunga
bunga yang bertangkai tuah

Magelang, 17-2-2015
*dimuat di Merapi, 13 September 2015


SITUS GUA MUNYUK

memandang pintu
gua munyuk
kutemukan rajah waktu yang
mencakari tubuhku
aroma dupa
dan pancuran mantra
melebur hidupku
jadi remukan
laku dewa

Magelang, 17-2-2015
*dimuat di Koran Merapi, 13 September 2015


TENTANG DEDET SETIADI
Dedet Setiadi lahir di Magelang, 12 Juli 1963. Mulai aktif menulis tahun 1982, berupa puisi, cerpen dan juga esai. Tulisan-tulisannya, pada tahun1980-2000 banyak di publikasikan di berbagai media massa seperti: Suara Pembaruan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Berita Buana, Bali Post, Mutiara, Bernas, kedaulatan Rakyat dan lain sebagainya. Tahun 1987 diundang dalam temu penyair Indonesia ’87 di TIM Jakarta. Tahun 1990, satu puisinya Suluk Bermain Kartu, terpilih sebagai salah satu puisi terbaik versi Sanggar Minum Kopi, Bali. Dan Abdul Hadi WM menyebut puisi Dedet Setiadi  sebagai puisi futuristic.
Antologi yang memuat karya-karyanya antara lain: Puisi Indonesia 87 (DKJ,  1987), Konstruksi Roh (UNS 1984, Solo), Vibrasi Tiga Penyair (Tiwikrama, 1996), Jentera Perkasa (Forum Sastera Surakarta-TBJT, 1998), Rekonstruksi Jejak (TBJT, 2011), Equator (Yayasan Cempaka Kencana Yogyakarta, 2011), Requim bagi Rocker (Taman Budaya Jawa Tengah–Forum Sastera Surakarta, 2012), Antologi Penyair Indonesia dari Negeri Poci 4 Negeri Abal-Abal (KKK, Jakarta, Februari 2013),  Antologi 127 Penyair: dari Sragen Memandang Indonesia (FSS, 2013), dll. Puisi tunggalnya termuat dalam Gembok Sang Kala (Solo, 2012), Pengakuan Adam di Bukit Huka ( Teras Budaya Jakarta ,2015), dan lain-lain.
Sejak tahun 2000, tidak pernah lagi mempublikasi karya-karyanya, karena waktunya lebih banyak tersita untuk menafkahi keluarganya dengan bekerja di sebuah perusahaan kontraktor swasta, pindah dari kota yang satu ke kota lain, sealur dengan lokasi pekerjaan. Belakangan mulai suntuk lagi menggeluti dunia tulis-menulis, dan mengaduk-kumpulkan puisi yang tercecer tak rapi diarsipkan. Saat ini tinggal di sebuah pelosok dusun di daerah Muntilan, bersama istri dan tiga anaknya.
 HP: 081328605589 Email: dedet setiadi63@yahoo.co.id


Catatan Lain
Lirik Sebatas Hujan, Buku terbaru penyair kelahiran Magelang, 1963, diambil dari salah satu judul puisi yang ada dalam buku ini. Buku ini merupakan kumpulan dari karya-karya yang ditulisnya sepanjang tahun 2012 sampai tahun 2017. Dan puisi puisinya ini dikumpulkan dari karya-karya yang tercecer di berbagai koran misalnya di Merapi, Kedaulatan Rakyat, Media Indonesia, dll.



Kontributor : Sus S. Hardjono (Rumah Sastra Sragen—RSS)

1 komentar:

  1. terimakasih sudah memposting puisi puisi indah ini...suka cara bertutur beliau lewat puisi puisinya..salam

    BalasHapus