Selasa, 30 Januari 2024

Dewa Putu Sahadewa: PENULIS MANTRA

 
 
Data Kumpulan Puisi
 
Judul buku: Penulis Mantra
Penulis: Dewa Putu Sahadewa
Penerbit: Dedari Foundation bekerjasama dengan  Penerbit HW Project.
Cetakan: I, Agustus 2016
Tebal: vii + 79 halaman (29 puisi berbahasa Indonesia, 30 puisi berbahasa Inggris)
Desain sampul: David Dharmawan Siswandi
Ilustrasi hal. 23 & 24: lukisan dr. Agus Somia SpPD
Penerjemah ke bahasa Inggris: Narudin
Epilog: Narudin (Kepekaan Dewa Putu Sahadewa)
ISBN: 978-602-04750-4-1
 
Sepilihan puisi Dewa Putu Sahadewa dalam Penulis Mantra
 
Di Ketinggian Ende
 
Aku tak perlu berdiri untuk menjadi ada
tak perlu berlari untuk sampai
tak perlu tubuh untuk cinta.
 
Di antara gunung-gunung
sosok kita hanya bayangan liat
bergerak dari keliaran menuju lelap
di pusat Kota Ende tubuhmu menolak dirindukan.
Meski aku tak pernah mendefinisikan lelah
dan terus menulis huruf-huruf
menyusun namamu.
 
Di ketinggian Ende
tubuhku tenggelam dalam lapisan
lembab. Taman perenungan
Rumah pengasingan. Beberapa sloki
minuman dan beratus puisi.
 
Jika kau ada di Ende
kau akan kenali beberapa sahabat
untuk memastikan
langkahmu tiba
tanpa perlu berjalan.
 
Ende, 10 Oktober 2015
 
 
Redup Cahaya
 
Tubuhku telah menuliskan banyak jejak
tak tahu mana yang tercatat.
 
Jika saja cinta
satu-satunya yang memberi warna
maka biarkan semburat
menjadi cerita dalam lukisan perjalanan
menuju redup cahaya.
 
Kupang
Agustus, 2016
 
 
Penulis Mantra
 
Orang-orang telah dipilih
untuk menulis
kata yang mengurai embun
menjadi cahaya
kecil dan ligat
menumbuhkan bunga hanya dari
semburat cinta.
 
Sadarkan aku
; bagian kecil dari kisah
yang berulang dinyanyikan
hanya karena satu tulisan.
 
Tinta telah digoreskan
sebelum dan setelah perjalanan.
 
 
Mimpi Terakhir
 
Aku telah memihak pada kelelahan
mimpi terakhirku sepi
ketika jarum jam jatuh
kotak-kotak itu menghambur menjauh
di dalamnya telah bermekaran seluruh pagi dan matahari
sehingga tiba saatnya kau akan memilih perih
tusukan di jantung yang mengubah semua warna
menjadi kelabu, ungu, dan hitam.
 
Dari tempatku berdiri
yang terlihat hanya punggungmu. Penuh luka.
 
Kupang, Juni 2016
 
 
Bermain Angin
 
Izinkan aku bermain angin
sebelum badai.
dan senyummu meruntuhkan
gunung.
 
 
Dedari
 
Sebelum tahun berakhir
Kau memulainya. Sebuah perjanjian ditulis dengan nyanyian
 
…dilahirkan sebagai bayi
seperti jutaan bayi yang menangisi kegelapan
dan dingin dunia
tapi segala cahaya terang di jiwamu
menyinari matahari
memutar semua planetku.
 
kau menjadi kata dalam bahasa
menjadi ibu bagi dirimu
dan tanah bagi orang-orang susah.
 
Aku mencarimu dalam tubuh dalam buku dalam air
                                    mata dunia
Aku harus menemuimu dalam segala
wujudmu.
 
Kemudian memasuki tahun baru diam-diam
dalam kerapuhan tangis bayi.
 
Kupang, Desember 2015
 
 
Insomnia
 
Aku telah kehilangan lembut bantal;
segala yang meredup
kini berdenyar seperti cemas
yang digulung berutas kabel
menghubungkan aku dengan siang.
dengan ruang dan gelisah
 
Tubuhku merah dan bergerak
ribuan semut beriringan menjelajah
ketakutan yang diciptakan oleh televisi
mengeram di lubang pori. Keringat tersumbat.
pikiran kotor dan doa manis
aku merasa dinodai oleh sejarah tubuhku.
 
Aku kini kehilangan tidur
walau mimpi tak pernah membahagiakan
tapi mata terlalu lelah untuk menatap
kau yang berbalik arah.
 
Jogja, September 2015
 
 
Memasuki Akhir Tahun
 
Tanpa pintu, aku memasuki kenangan
gambar tak bergerak kasur setengah rusak
beberapa titik air di halaman
lalui jalan yang sama
diayun langkah yang setia
bunga lesu. Kekasih beku di atas bangku.
 
Tubuhku menjadi bayangan
mengumpulkan sisa-sisa sinar
untuk dibulatkan menjadi matahari kecil
yang akan membakar sejarah perjalanan
mengisinya dengan letupan kemarahan
membubuhkan tanda seru
pada setiap kata
sekadar kau tahu
hidupku akan mencari jalannya.
 
Meski aku tak pernah sampai
pada masa lalumu.
 
Singaraja, Desember 2015
 
 
Dialektika Batu Buli
 
Percakapan telah diakhiri
satu saluran tersumbat. Langit diputar
dan mimpi buruk bermula
 
Yang larut dalam cairan
suatu hari akan membatu
seolah kembali ke asal
dan khianati hari depan. Membakar
ujung nyeri, lidah api dalam air
terhenti.
 
Air yang menyusun tubuh, menyatukan, kini beriak
terpecah
batu karang kecil saja
telah mengandaskan perjalanan
seluruh perahu dalam alir darahmu
mesti berlabuh
menyusun kembali setiap rencana
atau berbaring di meja operasi
tafakur pada pisau bedah!
 
Jogja-Kupang, September 2015
 
 
Puisi yang Dibangkitkan
; buat penyair
 
Salah satu dari kamu adalah aku
yang menimang kata
dari sumur tua, kering dan mati.
karena puisi dibangkitkan dari dasar hati
beberapa pilihan hidup pun menjadi arus sungai rahasia
bukankah ia bagai nafas yang merambat
menggoda jantung untuk hidup
menggerakkan jemari tanpa lelah
untuk menjalani saja
yang akan ada. Dan bertanya-tanya
pada sepi.
 
Desember, 2015
 
 
Tentang Dewa Putu Sahadewa
Dewa Putu Sahadewa lahir di Denpasar, Bali, 23 Februari 1969. Menetap di Kupang, NTT. Kumpulan puisinya 69 Puisi di Rumah Dedari (2015). Tergabung dalam komunitas sastra dusun Flobamora Kupang. Berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan dan kebidanan.
 
 
Catatan Lain
            Puisi berbahasa Indonesia dan terjemahannya dalam bahasa Inggris ditampilkan berdamping-dampingan. Hanya 1 puisi bahasa Inggris yang tidak punya pendamping, yaitu A Song of the Poor Angel*. Tanda bintang ada keterangannya, yaitu Without an Indonesian poem (the translator). Di halaman 65, ada Tentang Pengarang dan Tentang Penerjemah. Terkait penerjemah, Narudin, yang lahir di Subang itu, 15 Oktober 1982, dikatakan baru usai menerjemahkan 5 buku puisi ke dalam bahasa Inggris, termasuk buku puisi Dewa Putu Sahadewa. Dalam tentang pengarang, tidak ditemukan keterangan profesi penyair. Keterangan penyair sebagai seseorang yang berprofesi dokter spesialis kandungan dan kebidanan muncul dalam epilog Narudin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar