Minggu, 01 Juni 2014

Tony Ismoyo: KEAGUNGAN ILAHI

 

Data buku kumpulan puisi

Judul : Keagungan Ilahi
Penulis : Tony Ismoyo
Penerbit : Tiga Serangkai, Solo
Cetakan : I, 1985
Tebal : 48 halaman (31 puisi)
Setting Cg Compugraphic : Fajar AP
Koreksi dan Lay Out : A. Khabarna Ar

Beberapa pilihan puisi anak karya Tony Ismoyo dalam Keagungan Ilahi

Perahu Nelayan

Angin laut bertiup lembut
Di tengah malam cuaca berkabut
Diterobos perahu para nelayan
Meluncur menuju tengah lautan

Udara dingin tak dihiraukan
Mengarungi lautan luas
Menebar jaring menangkap ikan
Hati mereka tak kenal was-was

Perahu kecil di tengah laut
Diayun ombak seperti sabut
Dipermainkan oleh gelombang
Diterpa angin bertiup kencang

Ombak bergulung berkejar-kejaran
Mempermainkan perahu nelayan
Tetapi mereka bersikap tenang
Tidak takut pada gelombang



Bundaku Sayang

Teringat aku masa kecilku
Dimanja dibuai di pangkuan ibu
Lembut mesra belaian tanganmu
Tak akan hilang dari ingatanku
Tercatat di dalam sejarah hidupku

Kasih sayang ibu kepadaku
Tak dapat diganti dengan harta benda
Tak mengharap balasan dariku
Nasehatmu kan kupatri di hati
Nan selalu menjadi cahaya hidupku


Padiku Subur

Hijau subur tanaman padiku
Kupupuk dan kuberi cukup air
Bergelombang bagaikan lautan biru
Tertiup lembutnya angin berdesir

Kubersihkan rumput serta pematang
Memberantas hama tak ketinggalan
Agar padiku cepat berkembang
Memberikan hasil yang memuaskan

Bila panen hampir kan tiba
Hati kami mulai gembira
Biar pipit datang menyerang
Akan kuusir dengan segera

Ayah membuat tempat berteduh
Di sudut sawah didirikan dangau
Di situ aku duduk bersimpuh
Pipit yang datang pasti kuhalau

Hiruk-pikuk suara di sawah
Mengusir pipit yang menyerbu padi
Para petani tampak bergairah
Menyambut panen yang tlah lama dinanti

Ketika musim panen tiba
Wajah petani riang gembira
Banyak karungnya berisi gabah
Beramai-ramai diangkut ke rumah


Di Perpustakaan

Di ruang perpustakaan
Kupinjam sebuah buku
Yang sesuai dengan seleraku

Di sudut ruang perpustakaan
Aku asyik membaca buku
Tenang tak ada yang mengganggu

Bila tak selesai kubaca
Buku kubawa pulang
Di rumah kubaca ulang

Membaca buku
Menggali sumber ilmu
Ruang perpustakaan
Menjadi sumber pengetahuan


Banjir

Banjir datang  
Air deras mengalir
Jalan tertutup sampah
Air menggenangi sawah

Tangis sedih menggema
Padi menguning tertimbun lumpur
Harapan panen kabur
Hati serasa hancur


Bunga-bunga di Tamanku

Sepetak tanah di samping rumah
Kubuat sebuah taman
Kutanami bunga-bunga indah
Menyedapkan pemandangan

Bunga-bunga di tamanku
Baunya semerbak wangi
Mengundang lebah madu
Datang mengerumuni

Taman ini kecil mungil
Cuma di atas tanah secuil
Tetapi kuatur rapi
Setiap hari kusirami


Kesetiaan Induk Ayam

Seperti burung garuda
Mencakar dan mematuk
Kucing yang mendekati

Seperti seekor singa
Melabrak musuh
Yang mengganggu anaknya

Itulah induk ayam
Dengan setia
Menjaga anaknya
Dengan penuh keberanian
Membela anak tersayang

Sedih dan gembira
Suka dan duka
Kodrat si induk
Menjaga dan membela
Si anak buah hatinya


Burung-burung Berkicau

Burung prenjak di bambu gading
Melompat-lompat di atas ranting
Riang dan lincah tak henti-henti
Suaranya renyah menyambut pagi

Burung kepodang
Hinggap di pelepah pisang
Suaranya lantang
Menyambut hari tlah siang

Burung gelatik di atas pematang
Mencuri bulir padi tua
Berkicau sambil terbang
Hinggap di pelepah kelapa

Burung kutilang
Hinggap di cabang-cabang
Sedang mengintai belalang
Sambil berkicau riang

Burung jalak melompat-lompat
Mengejar jengkerik dekat pematang
Lalu bergerombol terbang
Karena hari beranjak petang


Untuk Sang Merah Putih

Sang Merah Putih
Lambang keberanian dan kesucian
Ribuan tahun telah silam
Berkibar megah di tanah airku

Biarpun penjajah yang tak tahu diri
Melipat kamu dari angkasa
Tetapi putra-putri pertiwi
Selalu tampil siap membela

Lembaran sejarah mencatat
Kisah-kisah kepahlawanan
Perjuangan putra-putri bangsa
Gugur dalam pertempuran

Sang Merah Putih
Lambang kejayaan bangsaku
Berkibar megah…
Sepanjang zaman…

Kami…
Generasi masa kini
Dan masa-masa mendatang
Tak akan berpangku tangan

Kami kencangkan ikat pinggang
Kami singsingkan lengan baju
Tak ragu-ragu kami terjun
Di tengah bangsaku yang sedang membangun


Laut

Bagi para nelayan
Adalah kancah perjuangan
Teman sehidup semati
Mencari rezeki setiap hari

Bagi para seniman
Sumber penggali gagasan
Menghasilkan berbagai karya
Berupa puisi, lagu dan lukisan

Bagi para ilmuwan
Untuk tempat penyelidikan
Mencari kekayaan yang tersembunyi
Sumber minyak lepas pantai


Nasib si Katak

Di tengah sawah di luar kampung
Suara katak ramai mendengkung
Tak putus-putus sambung-menyambung
Bagaikan orang main ketipung

Di tengah sawah airnya tergenang
Katak duduk dekat pematang
Di malam yang gelap mereka berdendang
Berlomba mengeluarkan suara lantang

Rok…rok…rok…teot…teot…teot…
Rok…rok…rok…kung…kung…kung…
Suaranya keras matanya melotot
Mulutnya terbuka lehernya menggelembung

Mereka berdendang bersuka ria
Bersenang-senang berpesta pora
Suaranya keras nyaring mendengking
Tak disadari keadaan menjadi genting

Kemudian suaranya mendadak lenyap
Katak besar keburu tertangkap
Masuk keruntung bagaikan tersekap
Menjadi swike bercampur kecap

Semula riang berpesta pora
Mereka lengah terhadap bahaya
Kini akhirnya tidak berdaya
Menjadi santapan di atas meja


Listrik Masuk Desa

Bila malam tiba
Desaku dulu gelap gulita
Kelap-kelip sinar pelita
Menembus gelapnya malam buta

Sejak sore hari
Mengontrol pelita tak boleh lupa
Agar segera dapat dinyalakan
Untuk sekedar menerangi ruangan

Kini listrik sudah masuk desa
Lampu pelita disisihkan ke gudang
Tinggal memijat saklar saja
Ruangan rumah terang benderang

Kelap-kelip pelita malam
Kini hanya tinggal kenangan
Di rumahku telah menyala
Lampu listrik yang cemerlang

Kelap-kelip pelita malam
Kini telah tersisihkan
Terdesak nyala bola lampu
Yang bersinar lebih terang


Televisi

Aku selalu asyik
Di muka televisi
Bila acaranya menarik
Kuikuti dengan teliti

Tetapi kuusahakan
Agar tidak mengganggu
Mengerjakan tugas harian
Pelajaran sekolahku


Keagungan Ilahi

Bila aku terkenang
Pergantian malam dan siang
Perputaran bumi dan bulan
Puncak gunung menjulang tinggi
Gema ombak memecah di pantai
Burung berkicau riang di dahan
Seolah bersyukur kepada Tuhan

Maka kagumlah aku kepada penciptanya
Kepada Tuhanku Yang Mahakuasa
Maka sadarlah kita manusia
Hanya pada-Nya segala puji
Hanya Dia tempat meminta
Hanya pada-Nya
Buat kita menghaturkan bakti

Jadi, …rugi…rugi…
Sekali lagi rugi
Manusia-manusia pengumbar angkara
Membuat noda dan kacau di bumi
Mengingkari firman Ilahi.


Tentang Tony Ismoyo
Tony Ismoyo….. (ah, sayang sekali, tak saya temukan biodata penulis di dalam buku ini)


Catatan Lain
Saya belum pernah mendengar nama penulis kumpulan puisi ini sebelum menyentuh bukunya. Dan lagi, penerbit tiga serangkai pun, rasanya jarang-jarang menerbitkan buku puisi. Kalau buku teks pelajaran sekolah, banyak. Di dalam halaman judul, ada disebut bahwa ini adalah “Kumpulan Puisi untuk Anak-anak Sekolah Dasar”. Dalam Kata Pengantar pendek, hanya 3  paragraf, bertanda Pacitan, Februari 1985 itu, ada ditulis: “Maksud penulis menulis kumpulan puisi ini untuk memberikan sesuatu yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak-anak. Penulis menyaksikan adanya lomba membaca puisi yang diikuti oleh anak-anak, tetapi materi puisi yang dibaca adalah puisi berat yang kurang dapat diserap oleh jalan pikiran anak.”  
            Ya, begitulah, ternyata puisi bukan hanya monopoli orang dewasa. Setiap anak memiliki hak untuk membaca puisi yang sesuai dengan perkembangannya. Ia juga bebas untuk mengekpresikan diri melalui puisi tanpa harus memakai standar dan ukuran orang dewasa. Naifnya orang dewasa, suka mengukur puisi anak dengan ukuran orang dewasa. Ibarat memakaikan baju orang dewasa yang diperkecil. Bagi saya, satu-satunya ukuran bagi puisi anak yang berhasil adalah kegembiraan yang diciptakannya saat “berteman” dengan puisi. Lain tidak.

4 komentar:

  1. Saya senang membaca blog ini, bagus sekali...Kalau mau membeli buku-buku puisi anak yang ditampilkan bagaimana caranya?

    Salam

    Ibnu Burdah
    UIN Sunan Kalijaga, 081 804 279 632

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Mas Ibnu, sayangnya saya tidak tahu di mana buku-buku puisi anak itu sekarang bisa didapatkan? Seperti kebanyakan buku puisi lainnya, masa edar buku genre ini di toko-toko buku sangat pendek. Saya pun kebetulan jumpa di perpustakaan, atau dari rak buku punya teman, atau jika beruntung, ada yang ngasih. Kira-kira begitu, Mas.

      Hapus
  2. Penulis Buku ini masih ada, beliau tinggal di kota kecil pacitan jawa timur... dia adalah tetangga saya...yang mempunyai banyak buku karyanya di terbitkan di tiga serangkai

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, sampaikan salam hormat saya pada Beliau. Semoga beliau sehat, panjang umur, dan menjalani hidup yang barokah.

      Hapus