Senin, 01 Juni 2015

Anjani Kanastren: PESAN LEWAT DAUN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Pesan Lewat Daun
Penulis : Anjani Kanastren
Cetakan : I, Juli 2009
Penerbit : Pinus Book Publiser, Yogyakarta.
Tebal : 124 halaman (105 puisi)
ISBN : 978-602-8533-09-6
Penyunting : Ab. Asmarandana
Penyelaras akhir : Faiz Ahsoul
Desain sampul dan isi : Bhuana Agiz
Ilustrasi isi : Rr. Niken Kartika
Model sampul : Rr. Kusuma Indriani
Prolog : Acep Zamzam Noor

Beberapa pilihan puisi Anjani Kanastren dalam Pesan Lewat Daun

Bukan Impian Semusim

Gadis kecilku adalah mimpi-mimpiku
Adalah kesejukan menemu diri
Langkah kecilmu masih mesra dalam ingatanku
Masih mampu membuatku menangisi masa lalu

Gadis kecilku adalah bisik-bisik yang mengajakku pulang
Dari lelah pengembaraan batin
Ah, aku tersadar
Kau bukan impian semusim dalam hidupku

2009


Tangga Cahaya

Kalau ada yang hilang, itu bukan hatiku
Kalau ada yang pulang, itu juga bukan hatiku

Itu semata tangga cahaya
Sisi batin yang gelisah
Tak berbentuk
Tak bernyali

1993


Teka Teki Puisi

Derit cemara, angin semilir
Aku sedang bersandar
Kubuka suratmu
Kubaca
Isinya puisi semua

Aku terbuai
Aku melayang
Derit cemara dan angin semilir
Jadi saksi ketika kurangkai puisi jawaban
Kukatakan
Aku pun sedang tergila-gila

1982



Ladang Cinta Putih

Ibu
Ketika aku beranjak remaja
Aku tahu engkaulah sahabat dalam khayalku
Kupunya ruang berandai-andai di sana

Ibu dalam kenanganku
Adalah hamparan kaki langit tak punya tepi
Dan hingga kini
Tak pun kupungkiri kasihmu terbentang bagiku

Ibu
Walau kini aku tak lagi bisa mencium tanganmu
Aku tetap menyebut namamu
Dalam doa-doaku
Menjadi ladang kasih cinta putih

Tapi
Tahu kah engkau, ibu
Aku akan menjadi ibu tidak dalam andai-andai buah
hatiku
Akan kupoles carut marut masa silam dalam kemasan
yang indah
Agar aku dan buah hatiku bebas menari bersama        

2009


Kelambu dan Lampu Sentir

Lemari tua itu, masih ada di pojok ruang
Dulu waktu kecil
Aku senang sembunyi di belakangnya

Ruangan itu masih menyimpan kenangan
Meski tak ada lagi kelambu dan lampu sentir
Yang dulu selalu eyang pasang
Menjelang maghrib

Semua telah tiada
Ditelan waktu
Tapi dalam kenanganku
Semua segar membayang
Bagai baru usai kemarin

Aku termangu di ruang bisu
Anganku hadir
Andai aku kembali kecil

1985


Poni Itu Masih Ada

Ibu, aku ingin berbagi denganmu
Tapi dari mana kumulai
Aku sedang resah, bu
Si molek, begitu kau panggil anakku
Mulai bertanya tentang cinta

Ibu, si molek tak lagi gemar berceloteh
Dia tak lagi suka bila rambutnya kukepang dua
Tapi, bu…poni itu masih ada
Dan dia masih manja padaku

Duhai ibu, apakah resah ini milikmu juga
Kala kau menangis saat kulepas masa sendiriku

Ibu, andai waktu bisa kita rangkai kembali
Ada baiknya kita lewati tanpa ada warna hitam putih
Bu, aku sayang padamu

1999


Gerimis Hati

Mendung menggantung di langit selatan
Ketika kutinggalkan kotamu
Ada yang luruh di antara jajaran cengkeh
Sejumput luka
Menyepi sendiri di semak melati

Pedih merebak di antara batang jagung
Menghembuskan wangi rindu
Aku terpaku dalam haru
Lalu kutatap satu-satu
Bunga jambu
Kembang sepatu
Terbayang wajah ibu
Semua melantunkan pilu

Aku tak mau pergi
Tapi kuharus pergi
Tersendat dalam enggan
Kuberjalan
Di bawah gerimis, hatiku menangis

1994


Pesan Lewat Daun

Sepasang angsa memadu janji
Anggun
Bulu putihnya
Indah berkilau ditimpa cahaya

Telaga bening bersaksi
Menyimpan cinta
Kepodang lincah
Kuning
Ekornya menari

Paruhnya menggoda
Panggil-panggil gelora asmara

Nun di sana
Sejoli, duduk merapat
Kepala dara rebah di bahu jejaka
Semburat merah muda di pipi dara
Kala sekecup cium singgah di dahi

Ada pesan ku titipkan
Lewat daun
Jangan enggan untuk pulang
Karena hari telah di ambang petang

1999


Pinangan

Degup jantungku berdebar keras
Saat kau ada di depan pintu rumah
Pesonamu getarkan sukma
Yang telah lama mati

Suara itu adalah jawab
Bagi doa yang telah lama kunanti
Debar-debar itu memanggil
Dan aku tak mungkin berpaling

1994


Ziarah Kampung

Ketika ayahku tugas belajar
Kuikut pindah bersama ibu
Kutinggal di kampung
Kampung Semangat, namanya

Ayahku pandai memilih tempat
Kupunya banyak sahabat
Segar di ingatan, kupunya teman yang baik hati
Dia cucu yang punya rumah
Aku sering digendongnya

Yu Nanem, namanya
Usia lima tahun lebih tua
Yang kutahu, dia sudah yatim piatu

Yu Nanem, sering mengajakku jalan-jalan
Naik sepeda onthel
Dia pandai membujuk, kalau aku sedang merajuk
Dia juga sering ajak aku nonton ludruk

Sepulangnya
Kuajak dia main
Aku jadi Srikandi, dia Arjuna
Terkadang aku curang
Kupaksa dia jadi raksasa

1985


Bulan Separuh Menggantung

Bulan separuh
Lembut
Sendirian
Kedip lampu menghampar laksana kunang-kunang
sepanjang Mahakam

Dari ketinggian bumi Etam
Kulepas sedih menghimpit dalam
Tolong jangan biarkan sakitnya menekan

Bulan separuh menggantung
Merenung

Aku menghantar salam
Pulaskan jiwanya
Rayu hatinya
Pesona bulan melabuhkan tanya
Adakah yang terluka
Atau hanya aku yang berkaca-kaca

2009


Cukup Sekali Berair Mata

Langit serasa runtuh
Ketika kau katakan tak ada lagi cinta untukku
Aku bersabar diri
Tak ada yang abadi di sini
Hanya Tuhanlah pemiliknya

Saat kau berlalu
Ada sapa Tuhan meraja di jiwa
Tak perlu bermain air mata
Kupacu semangat
Aku tak akan menyerah
Tak pantas berkeluh kesah

Kubiarkan dia pergi
Seberangkan janji
Pada sekeping hati yang kini mendusta
Cukuplah sekali kau mendua    

2008


Belantara Setia

Masih mampu kubertahan
Meski telah kau porak-porandakan hatiku
Kau hempaskan
Kau telantarkan
Belantara batinku

Namun aku masih setia
Sempurnanya sandiwaramu
Tapi aku tetap cinta
Bergantang ribuan hari
Yang pasti kan sepi tanpamu
Tapi kupastikan setiaku menanti

Menangis
Bukan lagi senjata untuk luluhkan hatimu
Yang membatu
Tapi aku belum ragu
Suatu saat
Kau kan rindu aku

2008


Lanang Gemilang

Nang, ini hari Jum’at
Kau musti ke surau
Ajak temanmu ya, nang
Agar tak sepi saat berangkat dan pulang

Jangan lupa pakai baju koko dan sarungmu
Sudah ibu siapkan di kamar, di atas kasur
Pakailah kopiah
Yang baru dibeli ayah pekan silam

Nang, jangan lupa berdoa
Agar kelak dewasa
Jadi laki-laki  berjiwa ksatria
Tidak takut dengan perubahan jaman

Dan, doakan ibumu ini
Agar bisa mengantarmu
Ke gerbang hidup yang seimbang

2009


Pak Guruku
: Pak Sutomo

Pak Guru dalam kenanganku
Adalah yang setiap hari rajin berpakaian rapi
Dua pena, terselip di saku baju warna abu-abu
Sepatu dan sepeda jaman perang itu,
Sama mengkilatnya
Walau hujan sering datang mengganggu

Pak Guru dalam ingatanku
Sering mengajak aku dan kawan-kawan bersepeda
Mampir ke sawah milik tetangganya, transmigran dari Jawa
Mencari merang padi, kan dibuat hiasan dinding pekan
mendatang
Langit sore merah jingga menawan mata, menyaksi

Pak Guru, aku ingat
Saat ku mengeluh
Waktu prakarya membuat sapu
Tanganku lecet ketika itu
Kau bilang jangan mudah mengeluh
Sapu itu musti diselesaikan

Pak Guru rajin bertutur
Pesannya pandai-pandailah membawa diri
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung
Hatimu luas bak samudra
Jiwamu lubuk kasih tepian ilmu
Penamu telah goreskan banyak nama
Pak Guru, aku sayang padamu

2005


Selamat Pagi Bu Guru
: in memoriam Bu Ella

Anak-anakku, selamat pagi
Begitu Bu Guru menyapa setiap hari
Senyumnya selalu mengembang
Rambutnya hitam legam
Kulitnya sawo matang

Bu Guru asli dari Flores
Nama lengkapnya Michaella Hadjon

Tubuhnya ramping
Serasi dengan gaun merah muda
Bu Guru pandai menyanyi
Pintar pula membuat puisi

Darinya ku belajar merajut
Kalau ku nakal
Pasti ibu cemberut

Bu Guru baik sekali
Diajarkannya budi pekerti

Kini
Bu Guru telah tiada
Semoga engkau sedang duduk manis di surga

2005


Sajak Calon Menantu

Dis,
Sekali waktu kau minta buat puisi
Kau bilang, “untuk calon menantu”
Aku terkesima
Benarkah kau sudah inginkan itu

Dis,
Jujur aku sering lupa
Kau sudah sesempurna purnama
Aku punya catatan buat calon menantuku
Ke sini, mendekatlah
Kau boleh baca sedikit saja
Nanti kita bahas bersama

Tadi kau senyum dan bilang “semua apa padanya”
Aku yakin kau tak salah
Nampaknya dia tepat buatmu

Dis,
Aku tunggu
Kapan dia melamarmu
Aku sudah rela
Karena dia sayang padamu

2009


Cemburu 2

Sayang
Kutulis puisi ini
Sengaja kubuat sekarang
Khawatir bila aku menua
Mulai datang malasku menulis

Sayang
Kupesan padamu
Kelak jangan kau marahi aku
Bila sekali tempo
Kulalai buatkan teh hangat kesenanganmu

Sayang
Kubayangkan rambutku memutih
Mata merabun
Kerut merut merata
Mungkinkah kau tetap setia
Masih mau menggandengku mesra

Sayang
Mengertikah kau
Resah ini menggoda
Meraja
Kurasa tanya ini wajar
Karena waktu sudah mengejar

2009


Tentang Anjani Kanastren
Anjani Kanastren adalah nama pena dari Endang Widyaningsih, konon nama itu diambil dari nama tokoh pewayangan, yaitu istri Semar. Lahir 18 Januari 1963. Cukup lama tinggal di Yogyakarta, sebelum kemudian menginjakkan kaki di Kalimantan Timur sejak tahun 1970 karena mengikuti sang ayah yang bekerja di Pertamina. Merupakan suami dari RSDMG Luhur, yang bekerja di perusahaan Total E&P Indonesia. Kini menetap di Balikpapan dan aktif di organisasi sosial.


Catatan Lain
Ada empat nama yang mengisi endorsmen di sampul belakang, yaitu Acep Zamzam Noor (sekaligus menulis pengantar di bagian awal), Abidah el Khalieqy, Ab. Asmarandana, dan Emi Liani (teman semasa SMA).
Acep Zamzam Noor ada menulis begini: “Seseorang menulis puisi tidak selalu berdasarkan keinginan menyatakan keberadaan dirinya atau sekedar memproklamirkan kepenyairannya di hadapan teman-teman serta lingkungannya. Bisa saja seseorang  menulis puisi hanya karena adanya dorongan yang kuat dari dalam dirinya sendiri, yang mesti sudah berusaha ditolaknya, tetap saja mampu menggerakkan tangannya untuk menulis. Sebuah dorongan yang berasal dari bawah sadar, yang bahkan penyairnya sendiri sering kali tidak menyadari betapa besar dan kuatnya dorongan tersebut. Tiba-tiba saja berlembar-lembar kertas sudah terisi baris-baris puisi.” (hlm. 8).
Adapun Abidah menulis begini: “Tidak banyak perempuan ibu Indoensia memiliki kesempatan merawat-menyusun kenangan hidupnya melalui karya seni. Anjani Kanastren, memancarkan energi kreatif luar biasa. Rekaman biografisnya tentang cinta-kerinduan, kesedihan-kebahagiaan, ketulusan-kejujuran, lekat dengan keindahan puisi-puisinya.” (sampul belakang buku).
Buku ini tak punya daftar isi, jadi saya mesti menghitung manual puisinya dari awal. Saya dibantu mengetik puisi-puisi ini oleh istri dan anak kemenakan, M. Husin Mubarak. Tugas saya memilih puisi dan melakukan editing. Terima kasih. Terima kasih juga untuk penyair. Puisi-puisi yang sederhana dan tak neko-neko. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar