Selasa, 01 September 2015

A. Rahman Al Hakim (Araska): ROH




Data buku kumpulan puisi

Judul : ROH, kitab kecil awal, Hikayat Shahifah
Penulis : A. Rahman Al Hakim (Araska)
Cetakan : I, Desember 2007
Penerbit : Kelompok Studi Sastra, Banjarbaru
Bekerjasama dengan Komunitas Apresiasi Studi Seni Budaya Sosial & Sastra
The Partner Cooperation Line, Banjarmasin.
Editor : Arsyad Indradi
Setting/Layout/Desain : A.Rahman Al-Hakim, Harie Insani Putra
Tebal : xii + 184 halaman (31 puisi)
Prolog : Dimas Arika Mihardja, Shah Kalana Al-Haji, I Made Suantha, Imraatul Jannah
Epilog : Sutardji Calzoum Bachri

Beberapa pilihan puisi A. Rahman Al Hakim (Araska) dalam ROH

Roh yang Satu

Ayyuhhalwalad,
pandanglah yang Satu dalam yang banyak
pandanglah yang banyak dalam yang Satu

Ayyuhhalwalad,
lihatlah!
akan buih buih di lautan
di atas hamparan permadani ombak
adakah ia berbilang

Ayyuhhalwalad,
lihatlah!
akan ikan dalam kerajaan samudera nabi Khaidhir
adakah ia satu

Begitu pula akan dunia dan isinya
galaksi dan semesta Nya
sudahkah kau lihat!

Ayyuhhalwalad,
dari yang satu berbilang ma’na pengertian
dari yang berbilang kembali haqiqat pada yang Satu

Ayyuhhalwalad,
dari nur yang satu junjungan kita sayyidi penghulu
dari roh yang satu awal hub pendahulu
Nurul mushthofa mala’al akwan
Habybi Muhammad khairilmusalyn

Ayyuhhalwalad,
kembalikan semua pujian kebaikan kemuliaan
kebesaran dan keagungan kepada Nya
dan ambil semua kezhaliman kefaqyran dan
kealfaan untuk dirimu

Ayyuhhalwalad,
Mutuu qabla antamutu
jadikan dirimu seperti mayat
yang berada di tangan para pemandian jasad

Ya Syeikh:
Shadaqnaa
Kafaaka fadhlaan fil’ulaal a’laa

semuanya kembali ke pada Hhu
sungguh aku rindu padamu

(ara Ska.Bjm-Kalsel.29.01.07-00:10)



Kamulah yang Tahu

aku tak tahu
apakah keinginan
untuk meninggalkan alam aghyar ini
merupakan keinginan untuk pertemuan

Sedangkan perjumpaan adalah hak Nya

aku tak tahu
apakah keinginan untuk melepaskan nafsu ini
yang sudah lelah terengah engah
mengusap dan menghisap waktu
merupakan hasrat hasrat peniadaan

Sedangkan nafas adalah roh Nya

panca inderaku menerawang
dalam kabut pertarungan bersimbah darah
dan nanah
dan jasad telah membusuk dalam penjara hari-hari
di tengah meriahnya pesta pesta belatung
yang bersuka cita
menyantap hidangan hidangan kerakusan
dan kemunafikan

Para hantu hantu nafsu diri menari nari
Mengelilingi api puja puji puja puja pemujaan
Mengitari puja puji puja puja keduniaan
Dengan mengenakan topeng topeng

dan jubah jubah penipuan
nyanyikan seruan keberadaan diri
untuk lupakan kenyataan hati
dengarlah suaranya sangat merdu mendayu
semanis madu
racun yang terhidang dalam piala emas emosi palsu

Aku lelah menyaksikannya

aku tak tahu apa keinginan Mu
semua yang Kau tampakkan adalah af’al Mu
aku tak tahu bagaimana harus bersikap
agar hijab ini bisa tersingkap
agar hisi ini menjadi ma’nawi

aku tak tahu
Kamulah yang tahu

(ara Ska.Bjm-Kalsel.01.07.06-21:01)


O!O

semua bermula
dari kehampaan
dari kenyataan
dari pertanyaan
dari pencarian

dan

temukan jawaban
temukan ketiadaan

kecuali

roh
nur

Ia

(ara Ska.Bjm-Kalsel.01.01.07-19:25)


ROH!

pena tanpa tinta
kalam tanpa suara
kegembiraan tanpa tawa
kesedihan tanpa tangis
malam tanpa kegelapan
siang tanpa cahaya
jalanan tanpa pejalah
cerita tanpa pencerita
jasad tiada nyawa
wujud hanya mayat
tercipta niscaya manfaat
kejadian tak tercatat
keindahan tak terlukis
gerak tak terarah
walau semuanya bertebaran
walau semuanya berbilang
hampa
roh
cari mencari
nanti menanti
harap berharap
buat dan berbuat
kalamku
jasadku
wujudku
padamu
rohku
untuk-Mu

(ara Ska.Bjm-Kalsel.01.01.07-16:01)


Sungai CINTA MU

Senja tiba kuhantar mentari ke peraduannya
            dan kuhadapkan diri ini
            kepada Sang penguasa senja
Selepas ‘isya duduk tafakkur hati
            di sungai ini dan di sungai hati
Burung malam sambut kehadiranku
            dalam kegelapan selimut alam
Barisan kerlip lampu di seberang sungai
            bagai cahaya kunang kunang merenda malam
Bayangan cahaya yang membias dalam cermin air
menari nari iringi musik gelombang
bagai roh roh manusia dalam cermin dunia

Masih seperti dulu

Roh yang terjaga sepanjang malam
di sungai kanak kanak

Sebentar lagi akan kusambut pagi
Kepakan sayap burung burung malam yang pulang
iringi sapuan air dingin sungai ini ke wajahku
aku menggigil adzan telah memanggil

keruhnya air di musim kemarau
keruhnya air coklat tanah liat
keruhnya rindu ini

setelah salam terakhir
sejenak kuterlelap
tinggalkan keberadaan

Pukul berapakah ini?
semua masih temaram
setengah terbuka mataku menatap jam dinding
pukul sebelas siang
Kabut ini masih seperti dulu
menghijab cahaya mentari

O, hijab cahaya hati hijab rohku
O, hijab sungai kanak kanakku
munajat jiwaku pada Mu

sirnakanlah kabut keberadaanku
agar aku bisa memandang Mu
dalam cermin air jiwaku
jernihkanlah keruhnya sungai hati rindu
dan keruhnya sungai kanak kanakku
agar aku bisa menyelam dalam ke dasar sungai cinta
hingga tiada lagi jasad diri
setelah mereguk manisnya air cinta Mu

(ara Ska.Plngk-K.Kps-Kalteng.kamis.26.10.06)


Tiada Daya Upaya

apa yang dilakukan makhluk
itu tiada memberi bekas
karena ia adalah tiada ada
segala usaha ikhtiyar hanyalah syari’at
segala ketentuan kembali pada-Nya

Jasad yang ditopang oleh roh
Roh yang digenggam oleh Nur

Hey roh!

Mata buta dari penglihatan
Telinga tuli dari pendengaran
Mulut bisu dari suara perkataan
Hidung hampa dari penciuman
Gerak kosong dari kekuatan
Diam musnah dalam ketiadaan
Pikiran lenyap dalam senyap kesunyian
Rasa hancur tenggelam dalam Nur ke Ilahian

apa yang dilakukan manusia
itu tiada memberi bekas
tandas
karena ia tiada daya dan upaya

semua tiada
kecuali Dia

(ara Ska.Bjm-Kalsel.Jum’at.29.12.05-20:39)


Senandung Kesunyian

Alunan senandung jiwa
Meresap ke dalam sukma
Desah desah nafas yang terbawa
Desiran bayu membelai asa

Kesunyian tenggelamkan raga
Punahlah semua angkara
Tenggelamkan irama dunia
Hanyut dalam tiada masa

Roh rindu bergelora
Membubung ke angkasa raya
Merangkul keabadian asmara
Dari yang Maha Elok tiada tara

Kesunyian adalah haqiqat cinta
Bagi insan yang punya jiwa
Rahasia bagi mereka yang mereguknya
Sehingga semua menjadi fana
Di dalam kesunyian

hening

(ara Ska.Sekumpul-Mtp-Kalsel.Sabtu.05.04.03)


Nyanyian Senandung meng-GAPAI TUNTUNAN

Inilah nyanyian hati
yang akan selalu memancar
dari relung relung sanubari
Inilah senandung jiwa
yang akan selalu mengalir
melalui setiap nadi media
Inilah roh kata kata
yang akan selalu menghidupi
setiap aksara

Wahai saudara tua!
di sini kami berada
orang muda yang tiada berguna
amat banyak tuntunan yang kami harapkan pula
untuk mengarungi kehidupan dunia
untuk menjelajahi waktu yang fana

(ara Ska.Bjm-Kalsel.Minggu.06.11.05-11:10)


AKHIR!

Gemuruh hiruk pikuk kehidupan
Tak bisa singkirkan kesunyian
Jasad yang tersesat dalam badai dunia fana nista
Terseok letih
Menyeret roh yang kumal
Oleh debu debu kebisingan
Dan detak waktu yang tiada akhir
Detak waktu manusia mengejar
kejar dan terus mengejar ambisi duniawi

Akhir!
Akhir seperti apa yang akan dituai?
Akhir bagaimana yang akan disua?


Napas mengalir kian tersengal sengal
Tersedak oleh polusi keduniaan kebendaan
Kerajaan kesombongan keangkuhan
Kekaisaran yang bermahkota tahta permata
kemunafikan kemaksiatan kelalaian
Bersinggasana kezhaliman kelaliman kehinaan
Berprajuritkan dajjal dajjal kekufuran keingkaran
Sorak sorai panglima panglima perang ifrit

Akhir!
Akhir seperti apa yang akan dihadapi?

Nun jauh di sana
      dibalik nuqthah nuqthah harapan
Jiwa mengembara kembara kelana dalam sunyi
            di tengah gurun gurun badai pasir
                    di tengah savana savana bisu
                    di tengah rimba rimba kelam
         di tengah gunung gunung senyap lenyap

Hanya
      desiran angin gemericik air
            nyanyian kerinduan alam
                  yang menemani

Nun jauh di sana
Jiwa merintih perih risih tertatih
menangisi jasad yang tersesat kasat oleh hasrat

Jiwa menatap sendu pilu rindu
dari kelopak mata yang sayu layu
harapkan kunjungan jasad yang kian tersesat
terjerat erat ketat diseret kemungkaran
diapit dihimpit kehidupan
dibelenggu rantai rantai kesibukan

Jiwa yang rindu
pada jasad yang tenggelam dalam lautan semu

Akhir!
Kapan akan berakhir?
Kematian pastilah tiba

(ara Ska.Dn.Pggng-HSU-Kalsel.17.07.05-11:26)


HIJAB WUJUD-NYA

Wujud Allah yang Maha Agung
yang akan tersibak di antara rahasia
rahasia alam rahasia diri rahasia hayat
rahasia nama rahasia shifat
cahaya-Nya yang akan menempati
hati yang suci ‘aqal yang sehat

Haqiqat manusia yang suci
dikotori kehidupan yang hitam
debu debu kealfaan debu debu keingkaran
debu debu kesombongan debu debu keangkuhan
yang akan kian menumpuk dan menjadi busuk

yang akan menjadi hijab roh

hijab dengan keberadaan
hijab pada sang kebenaran
hijab shifatullah
hijab pada diri-Nya

kenyataan perwujudan-Nya

(ara Ska.Skp-Mtp-Kalsel.16.04.04-20:04)


di sini di SUNGAI KAPUAS

Di sini memang bukan kampung kelahiran
tapi tanah perantauan
namun di sini
hari hari masa kanak kanak dihabiskan
dalam permainan kepolosan keluguan keikhlasan

Di sini angin masih membelai belai
kenangan kanak kanak
di antara semak semak dan pepohonan
yang mencengkeram sisi sisi tepian sungai Kapuas

Di sini sungai masih mengalirkan
riak riak gelombang
bayangan permainan kanak kanak
berenang dalam air coklat keruh
aliran lumpur lumpur sawah
disaksikan rumpun rumpun ilung
yang setia menyisiri aliran kehidupan sungai Kapuas

Di sini langit masih sebiru dulu
ketika burung burung pipit bercumbu
dari pohon ke pohon kedamaian
meningkahi hari hari

Di sini waktu merangkak pelan
dengan kerinduan di pundak anak anak masa lalu
yang pulang ke tanah dahulu
setelah lelah memikul beban kehidupan kedewasaan

Di sini aku duduk di tepian sungai ini
dengan pandangan nanar
mencari kenangan masa lalu
yagn telah layu perihkan waktu yang telah berlalu
hingga tatapan ini menjadi sayu

Di sini aku bersandar pada sebatang pohon jiwa
yang telah kering
dilanda kemarau panjang polusi waktu
coba tajamkan telinga
menyimak suara suara kanak kanak
di antara bisingnya keangkuhan masa depan zaman
dan suara itu telah hanyut larut
lenyap senyap menguap bersama masa lalu
yang telah berlalu

Di sini anganku menerawang pada nafas
membaui aroma wewangian
harumnya kedamaian nan lalu
yang tersirat dari telaga hati bersama kabut mimpi

Di sini pagi siang sore malam
memanggil pilu perihnya kenangan itu
yang telah terluka ditoreh ambisi manusia
yang lupa akan jiwa kanak kanak

Tapi di sini roh roh kanak kanak itu
tetap setia menanti pergantian hari
hingga jasad ini sepi

Dan di sini
masa masa yang telah terlewati
mendesah dalam sunyi

Maka di sini
masa lalu dibawa mati

(ara Ska.Plngk-K.Kps-Kalteng.01.08.06-04:48)


KEMERDEKAAN ROH

Aku tak ingin menemani wujud ini
Yang telah menjadi budak keduniaan
Aku ingin merdeka
Roh akan kibarkan bendera suka cita

Biarkan aku menari dalam partikel
Bersama lantun proton neutron simfoni alam
Dengan hentakan denyut nadi kehidupan
Hingga atom atom jasad terurai
Pada masa kebinasaan

menarilah
menarilah
menarilah
roh kemerdekaan
ketika kibar berkibar
bendera kematian

(ara Ska.Skp-Mtp-Kalsel.17.02.04-00:51)


EPILOG ROH
(untuk kitab kecil awal)

Aku tak bisa berhenti melakukan pencarian
ma’na dan haqiqat terus berdatangan
pengertian pengertian keberadaan

Bahkan kematian pun takkan bisa menghentikan
kecuali oleh Sang pemilik kematian
karena puncak penghentian
pada Sang roh keabadian

Dialah epilog roh

Pun juga ketika kurangkai antologi roh ini
ia terus mengalir
mengalir
dan mengalir
setiap kata
kalimat
baris
susunan
desain
warna
bentuk
mempunyai arti
maksud dan tujuan

Aku tak bisa berhenti melakukan pencarian
ma’na dan haqiqat terus berdatangan
pengertian pengertian keberadaan

Kecuali Sang roh keabadian

Kaulah epilog roh

(ara Ska.Bjm-Kalsel.20.02.07-14:38)


Tentang A. Rahman Al Hakim
A. Rahman Al Hakim atau Ara atau Araska, lahir di Danau Panggang dari Ibu asal HSU dan Bapak asal Taniran (HSS). Masa kecil dihabiskan di Palingkau (Kalteng), sebelum diboyong ke Banjarmasin. Pernah nyantri di Pesantren Darussalam dan MAN di Martapura sebelum kemudian kuliah di Fakultas Sosial Ekonomi Pertanian di Banjarbaru. Mengisi program sialaran Lanting Banjar di Radio Nirwana FM, melatih eskul teater dan jurnalistik di beberapa SMPN dan MAN, mengajar seni dan budaya di SMKN 1 Martapura, serta bertani di Kampung Keladan, Gambut.


Catatan Lain
Sedianya buku ini bukan cuma kumpulan puisi. Tapi ada juga esai, renungan, perkataan para ulama dan pujangga, bahasan tentang tasawuf, catatan harian, puisi orang lain, komentar-komentar orang lain, kamus kecil, pustaka rujukan, petikan-petikan sms.

Dan ini yang membuat saya pening: “Dan. Semakin beragam pemaknaan dan pengertian terhadap suatu puisi maka semakin kayalah puisi tersebut, bahkan salah pengetikan dalam sebuah karya puisi juga merupakan nilai tambah bagi pemaknaan puisi tersebut.” (hlm. 52). Lho? J      

3 komentar:

  1. Puisinya bagus bagus,salut pokoknya, bisa sebagai bahan untuk belajar ni gan..
    makasih banyak atas informasinya gan..

    BalasHapus
  2. Puisinya bagus bagus,salut pokoknya, bisa sebagai bahan untuk belajar ni gan..
    makasih banyak atas informasinya gan,

    BalasHapus