Minggu, 06 Desember 2015

Lutfi Mardiansyah: SESAJI SENYAP




Data buku kumpulan puisi

Judul : Sesaji Senyap
Penulis : Lutfi Mardiansyah
Cetakan : I, Juli 2013
Penerbit : Garudhawaca, Yogyakarta.
Tebal : iv + 52 halaman (42 puisi)
ISBN : 978-60207949-07-2
Lukisan sampul : “Surah Alam” Arief Kurniawan Natapradja
Perancang sampul : Arief Kurniawan Natapradja
Penata letak : Arief Kurniawan Natapradja
Ilustrasi : Arief Kurniawan Natapradja

Sesaji Senyap terbagi atas 4 bagian, yaitu Laut (12 puisi), Langit (9 puisi), Talud (11 puisi) dan Sesaji Senyap (10 puisi).

Beberapa pilihan puisi Lutfi Mardiansyah dalam Sesaji Senyap

Menjadi Senyap
                -- sesaji kepada diri sendiri

Aku ingin mencatat sesuatu sebelum aku tak dapat lagi
mengingat apa-apa; adalah sepasang mataMu, rubi
matahari merah jambu, tergelincir di lekuk pinggul laut.
Adalah bibirMu, pesisir dilimbur pucuk kecup ombak,
ciuman yang tak juga lengkap. Pada kepak koloni camar
mengarsir putih di keluasan ungu, akulah sayap senyap.
Pada temaram kuil terumbu, amplop-amplop kerang
di pasir, akulah cangkang hening. Aku akan menjadi
senyap, denyut laut yang lelap di tubuhMu.

2013


Lagu Anak-Anak

Tik tok tik tok di dinding
diam-diam menyayat
Datang malaikat maut

Hap!

Aku ditangkap.

2013



Bab-el-Mandeb

Siapa yang menangis
sepanjang gerbang ini?

Reruntuhan hari
di sungai murung
menghapal pucuk candi
dan pangkal pagoda

Cahaya memutih
di lekuk tanggul merah

Mungkin ada lelaki
duduk dan menangis,
di bantaran sungai
atau di sisi jembatan

dengan hati berembun
menyebut namamu.

Menyebutmu dengan
nama yang basah:
siapa yang menangis
sepanjang sejarah,
sepanjang gerbang?

2013


Di Bawah Senyummu
: untuk Inneke Soraya Amalia

/1/
Di bawah senyummu
krisan merimbun;
ujung lengkung daun,
embun ngungun.

Angan-angan angin
tugur di alis awan.
Turun jadi tandan
hujan.

/2/
Di bawah senyummu
ilalang meremang;
buhul dibilas bias biru,
matari merajah bayang.

Langut langit
tiras di sungging samun.
Jadi gurat-gurat isyarat
pintalan anyaman awan.

/3/
Di bawah senyummu
cahaya berbenah;
terang hari yang istirah,
cadik petang dikayuh.

Kidung lembayung
lagu warna marun.
Talud laut hening,
lambat-laun.

/4/
Di bawah senyummu
purnama purna;
garam-garam malam,
serangga menggumam.

Badik bintang
seputih bahu bianglala.
Lampus ladam kemukus,
kayuh kabut yang kikis.

/5/
Di bawah senyummu
ombak mereda debur;
ikan-ikan membangun
puri-puri terumbu.

Langkan laut
anjung kecup mercu.
Di tepi, langit-darat
menghapus batas aras

2012


Yamanja

Matahari tergelincir,
mantra merah muda
ditebar di altar pasir.

Demi gapura kastilmu yang sebiru Picasso;
taksu terumbu, tugur tamsil ombak,
antara limbur-langsir garam dan desah
berumah dalam cangkang kerang.

Madah di tepi talud, debur dan beranda pasir,
tempat berangkat dupa doa dan litani lilin

: ada yang lembut lebih dari hakikat laut.

Demi mercu matamu, suar penjaga debur,
pemandu perahu yang memasrahkan
geladak pada angin darat, layar, malam
dan kompas konstelasi.

Karamkan cadik kecemasan,
tumbal penangkal petir,
bara badai dan sihir Siren.

Tentramlah, Yamanja, dewi dari garis biru ibu
yang menyimpan gema sungai Caboclo
dan peta bintang bagi para nelayan. Terimalah,
Yamanja, tahniah tahir, denyut di jantung
palung laut paling hening.

2013


Surah Alam

Tentang khusyu, tanyakan pada batu-batu, pada diamnya yang
merdu, zuhud yang tak diumbar. (1) Tentang kidung, tanyakan pada
burung-burung, pada pangkur pagi di ranting, memberkahi hari
dengan lagu. (2) Tentang tangis, tanyakan pada hujan deras, pada
redanya yang memulas palang pelangi yang mendaras. (3) Tentang
bahagia, tanyakan pada bunga, senyum yang tak habis, sekali ditinggal
kumbang selepas puas menghisap. (4) Tentang pasrah, tanyakan
pada arus sungai, pada deras-lambat aliran, diturut setia ke mana
kehendak. (5) Tentang diam, tanyakan pada hutan, pada dengung
seribu serangga, digubahnya jadi suara senyap. (6) Tentang jujur,
tanyakan pada sumur, pada kedalaman liang yang menggemakan
suara sebagaimana ia diucapkan. (7) Tentang amarah, tanyakan pada
petir, pada kilaunya yang sekejap dan gemuruh yang sejenak. (8)
Tentang keteguhan, tanyakan pada terumbu, pada cabikan cambuk
ombak, perih yang terajah di tubuh, sebentar kembali ke muasal. (9)
Tentang pulang, tanyakan angin, pada kembara tanpa istirah,
debu di jemarinya yang rindu. (10) Tentang kenangan, tanyakan
pada semak-samun, pada belukar yang menjalar kelindan antara buah
ranum dan ulat di tandan daun. (11) Tentang keindahan, tanyakan
pada rusa, pada bulu dan tanduknya emas, sembunyi di suam hutan.
(12) Tentang sesaji, tanyakan pada matahari, pada terbitnya yang
dipuja dibunga-bunga, pada tilamnya yang disujudi sembahyang jingga.
(13) Tentang naungan, tanyakan pada kabut, pada selimut yang
menjaga segala mimpi dari ancaman. (14) Tentang hati, tanyakan
pada perigi, pada pancuran air wudhu, percik sebelum kening batu
sujud dalam ibadah khusyu. (15) Tentang kematian, tanyakan pada
kunang-kunang, pada cahaya yang menyebar pendar, sebelum padam,
sebelum embun. (16) Tentang keabadian, tanyakan pada cuaca dan
musim, pada mimik yang berubah-ubah di wajah langit yang serba
rahasia. (17)

2012-2013


Gangga

Di sini batu pertama dipancang
sebuah kota sedih dibangun
di atas air mata yang mengalir
dari kusut rambut Siva.

Gangga, seandainya benar surga
adalah tempat tahir yang basah.

Sarnath mengirimkan surat-surat,
kabar lewat gugur daunan Bodhi,
sabda Siddharta dekat Varanasi.

Mereka mencatat nama dewa-dewa
sepanjang bantaran semenanjung
dengan pucuk mawar yang seperti
memanggil-manggil

peziarah datang ke Allahabad,
atau pengembara yang aus.

Gangga, seandainya benar surga
adalah tempat tahir yang basah.

Air mata siapa mengalir
menghapus dosa-dosa?

2013


Di Bawah Bulan Tirus
- adegan untuk May Ziadah

Perempuan itu memandang
ke dalam kabut longgar,
mengkhayalkan garis gerimis
dari cuaca yang gemetar.

Masih didengarnya putih
dibidik bulan tirus
ke dinding zaitun dan gurun.

Dan langit jadi dingin
di tempat terakhir ia bernazar;

laki-laki yang kembali
dengan luka
yang minta diakui
luka yang terduga

dari mimpi kesumba
dengan garis
batas tak tegas.

2013


Ekaristi

Menjelmalah Engkau
tanpa ragi
di sekeping hosti.

Selepas lampus gema lonceng.

Yahweh, menjelmalah
kerajaanMu dalam kalbu.

Misa mengisahkan kembali
tubuh nestapa,
punggung yang memanggul ajal
ke puncak Golgota.

Menjelmalah Engkau
anasir anggur
di cawan tugur.

Selepas tiga kali Salam Maria.

Yahweh, menjelmalah
cinta kasihMu di pangkal lidah.

Imamat domba jantan
gembalaan Tuhan.
Sesaji bagi gurun pasir
yang menemu akhir.

Dalam bayang-bayangMu.

Yahweh, kukunyah
Engkau jadi darah.

2013


Kota Suci

Kubayangkan sebuah kota suci
yang jalan-jalannya
disusun merah terang bata
dan kaki peziarah
dari tiap-tiap ayat kitab
seperti melangkah
tanpa alas di atas aras
cahaya.

Kubayangkan sebuah kota suci
yang menyimpan hikayat
nubuat nabi-nabi
dan olok-olok jemaat
yang diam-diam mencintai
utusan biru langit
menempa hijau bumi.

Kubayangkan sebuah kota suci
yang masih menyisakan
tiang-tiang dari reruntuhan
rumah ibadah, dan
sisa-sisa bentuk berhala
sebab tuhan tak mukim
di patung lempung, atau
pada ruang lengang.

Kubayangkan sebuah kota suci
tanpa sejarah, hanya
para penghuninya memiliki
kubah masjid,
lonceng gereja
di dada mereka.
Kubayangkan sebuah kota biasa
dengan manusia-manusia
yang dadanya penuh cahaya.

2013


Tidurlah

Tidurlah tidur bulan mengambang berenang di empang
Tidurlah tidur bangkai kupu-kupu di pucuk kembang
Tidurlah tidur kabut nyeruak dari bibir yang geming
Tidurlah tidur gema percakapan genangan di mulut gang
Tidurlah tidur pelatuk detik akan menjadi tinggal lengang
Tidurlah tidur mabuk hanya menyisakan botol-botol kosong
Tidurlah tidur sebelum malam makin sukar dipetakan
dan mimpi makin tak masuk akal
sementara tangan ibu menumbuk doa-doanya
yang bau rempah –
tidurlah
               tidur
tidurlah
tidur
tidurlah
di ranjang paling empuk
di istirah paling nyenyak
     kematian –

Seseorang akan membangunkanmu
dan ada sejumlah tanya tak terduga.

2013


Ziarah

Segala pemujaan ini,
sajak dan jejak
bakal berakhir di desir angin.

Kata-kata menjadi sepi,
semata hening
menindaki kecup detik
terjun ke muara diri,
pada pucuk keheningan
yang lain lagi.

Sampai di ujung kita tahu juga,
jalur buntu ini
jadi pintu pertama yang terbuka,
dan ada hidup lain lagi lebih abadi
di atas segalanya,
yang jemari syair tak bakal
sanggup menepi.
Sebatas perbandingan
tak sepadan.

Segala persembahan ini,
puisi dan sunyi
bakal berakhir dalam
sekap senyap.

Kata-kata meluntur
berlepasan,
sekadar sisa rindu
tak tersiasati lagi,
jadi duri di luka hati
paling berahi.

Sampai di puncak kita tahu juga,
ada langit, tiang-tiang
terpancang gaib, dan ada
yang lebih tinggi lagi
dari sekadar kata.

Tepi-tepi jangkauan
tak tergapai,
sebatas tangan
cuma menadah
sebatas penyair
bukan siapa,

pada akhirnya.

2012


Pohon-Pohon Palo Santo Di Galapagos
           : variasi untuk Annie Dillard

Di Galapagos, senyap seperti sayap albatros,
legiun gelombang laut merah lava
dan lengang laguna.

Ombak mengirim selusin cangkang kerang
dan rumput laut mati ke tabula talud,
memutihkan jejak yang sebentar di pasir,
di pesisir yang seperti fana.

Di Galapagos, dinding tebing menanggung
mural lumut. Pucat palo santo serupa
pohon buah terlarang. Barangkali, firdaus itu
taman tebing tugur terumbu.

Pohon-pohon palo santo di Galapagos,
semacam amsal orang-orang kudus,
perawi sabda suci, bagi
dunia yang mendengung,
mencari muasal hening.

2013


Sesaji Senyap

Sesaji senyap ini adalah puisi,
ruang gelap-hening,
menahun menghimpun
kedip matamu.

Menahun memulas sajak-sajak
persembahan di altar candi,
kata-kata  yang ranggas-gugus,
jalaran akar rindu yang rumit.

Sesaji senyap ini adalah puisi,
dada yang gemuruh
menerjemahkan batu diammu
ke dalam puisi, batu diamku.

Menahun kususun diam batu-batu
menjadi kuil menjadi kastil.

Sementara masih menanti,
kapan kau datang
dan mukim di sini.

2013


Musim Gugur

daun panas daun semi daun gugur daun dingin daun
kering daun hujan daun retak daun lusuh daun rapuh
daun goyah daun sobek daun rimbun daun sepi daun
sehimpun daun luka daun rindu daun kecewa daun aku

d                      d
a          s          i
u          a          g
n          t           u
                                                            u          n
d                      t
a          p          i
u          e          n
n          r          g
                                                           
j           s          a
a          a          n
t           t           g
u          u          i
h                      n

ada                                          banyak
                                   
kecambah

rindu                                      layah                          ada

banyak
tunas

tunas              luka                                                    bakal

tumbuh

2012


Tentang Lutfi Mardiansyah
Lutfi Mardiansyah lahir di Sukabumi, 4 Juli 1991. Puisinya terdapat di beberapa antologi bersama. Buku puisinya sendiri al. Dari Senja ke Malam (bersama Tirena Oktaviani, 2012), Sihir Malam (2012), dan Terlimbur Tafsir (2012).


Catatan Lain
“Membaca puisi-puisi Lutfi Mardiansyah, kata Wayan Sunarta di sampul belakang buku, saya seperti memasuki rimba yang penuh sihir dan pesona, yang memancar dari kerumunan metafora dan permainan bunyi. Ada banyak ketakterdugaan, banyak kemungkinan, banyak labirin. Jika tak hati-hati, sulit rasanya menemukan jalan keluar dari rimba kata-kata itu…”
            Ya, hanya ada satu suara itu saja yang berbicara tentang buku ini, tak ada yang lain, bahkan dari penyairnya sekalipun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar