Rabu, 05 April 2017

Syamsu Indra Usman : BISIKAN MALAIKAT


Data buku kumpulan puisi

Judul : Bisikan Malaikat
Penulis : Syamsu Indra Usman
Cetakan : I, Februari 2012
Penerbit : Gress Publising, Yogyakarta.
Tebal : xvi + 100 halaman (92 puisi)
ISBN : 978-602-96828-0-9
Pracetak : Siswanto
Desain Sampul : S. Arimba
Cover diolah dari : http://2.bp.blogspot.com
Prolog : B. Trisman

Beberapa pilihan puisi Syamsu Indra Usman dalam Bisikan Malaikat

DESA TUA KEHILANGAN PENGHUNI

Desa tua itu kehilangan penghuni
Saat menjelang maghrib desa nampak sepi
Saat pagi hari tak terdengar lagi burung-burung berkicau
Angin tak jua lagi berhembus seperti acap kali
Senandung lagu-lagu yang sering dilantunkan tak lagimengalun
Para tetua adat tak lagi nampak berkumpul di emben-emben desa
Anak-anak dusun tak lagi terlihat pergi mengaji
Rumah-rumah telah lengang
Di sana sini tumbuh rumput-rumput belukar
Mereka telah lama pergi meninggalkan tanah leluhur
Desa tak lagi menjanjikan kehidupan
Tanah telah gersang sungai pun kering disiram kemarau

Lubuk Puding 2010


YANG MENABURKAN MIANG

Peradaban mengendap-endap
Dalam nafas waktu
Ke dalam menara masjid
Kutelan lalu menyumbat pernafasan
Dan menggelinjang dalam tubuh
Tenggelam bersama desir ombak
Yang semakin jauh
Menghadirkan kesaksian
Di atas runcingnya daun bambu
Yang menaburkan miang
Meluluri seluruh ruang

Lubuk Puding 2003



MENYAMBUT KENDURI ADAT

Ke mana perginya anak-anakku
            Diam-dian telah kunyalakan
Kancung-kancung telah kusiapkan
            Untuk menyambut kenduri adat
            Yang saban tahun merupakan tradisi
Rumah-rumah sako telah kosong
Para tetua adat tetap saja membakar kemenyan
Dupuan telah juga mengepulkan asap
            Sedangkan istriku masih saja mengigau di sudut
kamar
            Berteriak memasukkan roh nenek moyang
            Yang enggan pulang kembali ke makam
Anak-anakku pergi meninggalkan kenduri
Keluar dari tradisi memuja roh leluhur
Tuhan takkan ada yang serupa dan menyerupai

Tebing Tinggi 2010


ORANG-ORANG MENGGADAIKAN MIMPI

Orang-orang telah menggadaikan mimpi
Yang ia tuai dalam perjalanan batin
Mereka berseteru bersekutu di pesugihan
Nama Tuhan mereka taruhkan
Di atas makam-makam tua
Memuja-muja batu
Memuji-muji setan
Menduakan nama tuhan yang maha esa
Harta tahta wanita jadi gunjingan saban hari
Ayat-ayat tuhan hanya sekedar ucapan bibir
Sumpah hanya kata-kata pemanis perjanjian
Masjid surau musola tak lagi terdengar azan
Anak-anak dusun telah enggan mengaji
Desa telah sepi ditinggalkan penghuni

Lubuk Puding 2010


TAK ADA LAGI DI KAMPUNGKU

Di kampungku tak ada lagi
Laki-laki bernama Muslim
Bernama Mukmin ataupun Abdullah
Yang ada bernama Regen bernama Ronaldo
Atau Viktor
Di kampungku tak ada lagi
Perempuan bernama Amina
Yang ada bernama Diana bernama Else
Atau pun Wilhelmina
Akar tradisi adat mereka tinggalkan
Menyongsong modernisasi zaman
Kaset porno tari ngebor ekstasi narkoba
Ganja minuman keras perampokan pemerkosaan
Pembunuhan menjadi berita setiap hari
Langgar dan surau menjadi sarang kelelawar
Harta tahta wanita menjadi dambahan sebagai dewa
Melupakan sanak dan keluarga
Perempuan-perempuan desa memilih urban ke kota
Dan enggan kerja di sawah

Lubuk Puding 2003


HUJAN MASIH SAJA GERIMIS

Hujan masih saja gerimis
Sedangkan langkahku semakin gamang
Butir-butir embun di keningku
Masih belum juga mengkristal
Berkali-kali kuusap air mata
Namun kau masih saja mematung
Di atas taman tempat kita
Melahirkan anak manusia
Dalam wajah penumpah kerinduan

Tebing Tinggi 2010


RAMBUTMU BERZIKIR

Rambutmu kudengar berzikir
Ketika hasratku terbius aroma nafasmu
Menghitung biji tasbih
Dalam detak jantung yang tak mampu
Mencerna misteri-Mu

Lubuk Puding 2003


MENCARI NAFAS HARUM-MU

Melayanglah roh kita
Sampai ke ubun-ubun
Mencari nafas harum-Mu
Yang bagiku tak pernah
Menjadi teka-teki
Sebab di sana kita bermula
Dan kembali
Menjadi keyakinan
Yang hakiki

Lubuk Puding 2003


JANGAN BERTANYA TENTANG KEMATIAN

Jangan bertanya tentang kematian
Sebab kematian ada di mana-mana
Hidup adalah juga kematian
Kebahagiaan adalah juga kematian
Kesengsaraan adalah juga kematian
Semuanya mengandung kematian
Tergantung kita memandangnya
Tergantung kita merasakannya
Kematian ada karena ada kelahiran
Kelahiran ada karena ada kematian
Kelahiran menggembirakan
Kematian mengerikan
Kelahiran membahagiakan
Kematian menyedihkan
Kematian mengerikan meski dirasakan
Kelahiran menggembirakan mesti dinikmati
Kematian mengerikan mesti diresapi
Kelahiran menggembirakan mesti disyukuri
Kematian dan kelahiran
Pasangan yang bertolak belakang
Di antara kegembiraan dan ketakutan
Padahal kematian adalah kelahiran
Kelahiran adalah kehidupan
Kelahiran
Kematian
Kehidupan
Kembali ke satu muara “Allah”

Lubuk Puding 2003


MAKA LAHIRLAH AKU

Maka lahirlah aku
Atas kehendak-Mu
Sesudah Kau hembuskan rohku
Dalam rahim ibuku
Maka matilah aku
Atas kehendak-Mu
Setelah Kau cabut nyawaku
Kembali kepada-Mu
Maka sujudlah aku
Atas perintah-Mu
Sebagai hamba-Mu

Lubuk Puding 2004


NYANYIAN PERCANG

Nyanyian percang
Di atas kubur tua dusunku
Membangkitkan kerinduanku
Kepada keesaan-Mu
Kepada kekuasaan-Mu
Yang Kaukirim lewat angin
Untuk menyadarkanku
Kepada segala macam persoalan
Bahwa aku adalah hamba-Mu
Yang takut menghadapi kematian

Lubuk Puding 2004


NYANYIAN KEMATIAN

Nyanyian kematian kudengar merdu
Pohon-pohon kamboja melambaikan tangan
Sementara makam-makam diam dan membisu
Menunggu penghuni yang akan dimakamkan
Salawat dan tasbih acapkali dilantunkan
Suara-suara gaduh seringkali kudengar
Menanti abad-abad yang kosong

Tebing Tinggi 2010


BISIKAN MALAIKAT

          Telah berkali-kali
Bisikan malaikat kudengar
          Tanda-tanda kematian
Telah dikirim sebelumnya
          Dan kini semakin terasa

Lubuk puding 2010


SERIBU MATA MALAIKAT MENATAPKU

Seribu mata malaikat menatapku
Di antara para penziarah
Mereka berkerumun mengelilingiku
Membaca ayat-ayat suci
Sedang aku tak mampu bangkit
Menyapa mereka satu per satu
Tulang-belulangku terasa ngilu
Napasku tersengal-sengal
Sekelilingku menjadi gaduh
Orang-orang hiruk-pikuk
Mengantarku dengan asma Allah
Ketika sakratul maut menjemputku
Menutup mata untuk selama-lamanya

Lubuk Puding 2010


MALAIKAT BERBARIS MENYAMBUTKU

Malaikat berbaris menyambut
                        Kedatanganku
Di tengah para pelayat yang berkerumun
Dan menatapku dengan wajah pucat
Diam terbaring lemah
Anak-anakku menangis
Di antara para pelayat yang membaca Al Qu’ran
Aku pun terbujur tak mampu bertegur sapa
Pada orang-orang sekelilingku
Melayat menunggu prosesi pemakamanku
Upacaraku segera dimulai
Orang-orang mengusung keranda
Maka selesailah prosesi pemakamanku
Tinggal aku sendiri menjadi mayat
Terkubur di pangkuan-Mu

Lubuk Puding 2010


MAKAMKAN AKU DI SAMPING MAKAM IBUKU

                                    Bila aku mati
Makamkan aku di samping makam ibuku
            Aku ingin mati menabur harum wangi
                        Di taman persada bunda
            Tempat di mana para leluhur
Melahirkan aku menjadi rantai generasi
Antara aku dan pemeluk ajaran-Mu
Di tangah-tengah zaman
Yang tak lagi mengutamakan kekerabatan

Lubuk Puding 2010


WAJAHKU DAN WAJAH-MU

Wajahku dan wajah-Mu
Terbenam di dalam satu muara
cinta

Lubuk Puding 2003


Tentang Syamsu Indra Usman
Syamsu Indra Usman lahir di Tanjung Raya 12 Oktober 1953. Juga menggunakan nama pena Indra Usman Karang Cayo. Ketua Dewan Kesenian Empat Lawang. Saat ini tinggal di Lubukpuding Lama, Kecamatan Ulumusi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Novelnya: Hati Seorang Perempuan, Badai di Ujung Jalan, Tiada Cinta di Hatiku dan Melati Berduri di Atas Bukit. Ada 42 buku kumpulan puisi yang tercatat di biografi penulis, sayangnya tidak teridentifikasi mana yang merupakan antologi puisi tunggal maupun antologi puisi bersama. Yang bisa diidentifikasi sebagai kumpulan puisi tunggal (berdasarkan tulisan B. Trisman) adalah Burung-burung Berzikir dan Bisikan Malaikat ini. Memperoleh penghargaan seni sastra dari Gubernur Sumatra Selatan tahun 2004.


Catatan Lain

B. Trisman dalam prolog sepanjang 6 halaman, melaporkan bahwa Bisikan Malaikat merupakan himpunan sajak dalam kurun waktu 1995-2010. Informasi lain yang dapat kita peroleh adalah julukan penyair ini sebagai “penyair gunung”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar