Jumat, 27 April 2018

Mustofa W. Hasyim: POHON TAK LAGI BERTUTUR



Data buku kumpulan puisi

Judul : Pohon Tak Lagi Bertutur
Penulis : Mustofa W. Hasyim
Cetakan : I, 2013
Penerbit : Madah, Yogyakarta.
Tebal : xiv + 70 halaman (53 puisi)
ISBN : 978-979-19797-7-1
Gambar sampul : Toni Malakian
Desain sampul : Omah Djanur
Tata letak : Gapura Omah Desain
Penyelia aksara : Murnita D. Sukandar

Sepilihan puisi Mustofa W. Hasyim dalam Pohon Tak Lagi Bertutur

DI KERAMAIAN GEREBEG SEKATEN

Langit teduh, ujung-ujung tombak prajurit bergerak naik turun
seperti gelombang kepedihan
tambur bertutur tentang leluhur terkubur di bukit Imogiri
terompet menyobek waktu, kegaduhan segera dimulai
Para pemikul doa menyongsong pemikul gunungan
seharusnya upacara diutuhkan, tapi selalu saja
para penagih berkah yang semalam tidur di halaman masjid
gelisah dan cemas tidak kebagian jatah nasib
“Kalau tidak merebut akan hampa tanganku.”

Mereka bergerak menciptakan pusaran
keheningan mentah kembali, “Inilah alam raya
silakan ruhmu sembunyi.”
Banyak yang meloncat bagai monyet
menyerbu pohon sarang bebuahan
yang lain, minta dilempari sisa

Pasir di pelataran masjid, teraduk-aduk pertempuran
reruntuhan gunungan dipungut satu demi satu
senyum dan sedikit tawa membilas jiwa
letih karena menunggu
lalu, desa-desa tak bakalan sunyi
“Kami segera pulang kembali.”

2009


PEMBAKARAN BATU BATA, SEUSAI TARAWIH

Nyala jerami seperti jemari yang menyala
diam-diam, desa masih bertenaga

Bau asap tak terkalahkan oleh pertanyaan
orang-orang kota, hanya menawarkan kata-kata

Betapa teduh hidup, menyerahkan diri
pada irama gaib penuh rahasia langit

“Batu bata ini akan selesai bertapa. Lalu apa?
Dibariskan dan disembunyikan di balik warna.”

2006

Alfian Dippahatang: DAPUR AJAIB



Data buku kumpulan puisi

Judul : Dapur Ajaib
Penulis : Alfian Dippahatang
Cetakan : I, Februari 2017
Penerbit : BASABASI, Yogyakarta.
Tebal : 104 halaman (40 puisi)
ISBN : 978-602-391-330-5
Penyunting : Faisal Oddang
Tata letak : Amalina
Tata isi : Ika Setiyani
Pracetak : Agus Gendut

Dapur Ajaib terdiri dari 5 bagian, yaitu Akronim (6 puisi), Makan Coto (6 puisi), Sejarah dan Lain-lain (19 puisi), Ayahku Bukan Suami Pengecut (1 puisi) dan Membuat Teori (8 puisi).

Sepilihan puisi Alfian Dippahatang dalam Dapur Ajaib

Dapur Ajaib

Dapur yang paling mantap memproduksi makanan
adalah dapur yang bersumber dari lidah
seorang ibu. Rela lembur setiap hari,
demi tuntas menemukan rasa paling rasa.

Banyak orang asing yang takjub mencicipi makanan
yang ditakar dari lidah ibu,
kini dianggap seperti mukjizat

Bekerja setiap hari memang melelahkan,
tetapi yang namanya kesetiaan bagi ibu,
akar yang sudah kekar menyatu inti tanah.

Dapur itu ajaib juga ya ayah,
anak kecil itu menimpali ayahnya
yang berkisah mengenai ibu dan dapur ajaibnya.

Lidah ibu, sekarang jadi kiblat masakan
yang dipercaya oleh orang yang senang dengan mitos.


Sibuk di Dapur

Kesetiaanku terbangun saat melihatmu
sibuk di dapur menyiapkan makanan.

Aroma kebahagiaan itu tercium dari tumis
bumbu yang sedap kuhirup dari racikanmu.

Hawa panas dari perapian membuat wajahmu
yang keringatan dan berminyak kian beraura.

Pancaranmu kulihat jelas, bahwa kesiapanku
menerima beban dalam cinta kubawa sampai mati

Kita berkunjung ke pasar melengkapi bahan-bahan dapur.
Buatmu selalu semangat memasak makanan enak-enak.

Kini, jejak kakimu tak lagi menyentuh lantai dapur.
Perutku tabah makan apa saja, tubuhmu kian akrab di
            kasur.

Prilly Latuconsina: 5 DETIK DAN RASA RINDU



Data buku kumpulan puisi

Judul : 5 Detik dan Rasa Rindu
Penulis : Prilly Latuconsina
Penerbit : The PanasDalam Publising, Bandung.
Cetakan : IV, Juni 2017 (Cet. I: Feb 2017, III: Maret 2017)
Tebal : 156 halaman (111 puisi, 45 puisi berjudul, 66 puisi bertanda #)
ISBN : 978-602-61007-0-2
Penyunting : Fuad Jauharudin
Ilustrasi sampul : Nafan
Desain : Pidi Baiq
Desain isi : Deni Sopian

5 Detik dan Rasa Rindu terdiri dari 3 bagian, yaitu Muasal Rindu (7 puisi), Lorong Kenangan (37 puisi) dan Noktah (1 puisi).
Catatan: ada banyak puisi tanpa judul, hanya diberi tanda pagar (#), jumlah totalnya (kalo gak salah itung) ada 66 buah, terbagi atas Muasal Rindu (18 buah), Lorong Kenangan (28 buah) dan Noktah (20 buah). Sehingga kalau ditotal dengan puisi berjudul maka ada sekitar 111 puisi.

Sepilihan puisi Prilly Latuconsina dalam 5 Detik dan Rasa Rindu

#
Aku tidak mencintaimu selamanya
Karena selamanya adalah waktu yang lama
Dan waktu bisa mengubah hal yang kadang tidak mau kuubah
Lebih baik aku mencintaimu sepanjang hari
Dan itu berlaku untuk besok, lusa dan seterusnya


#
Beruntunglah kamu
jika dicintai oleh orang yang suka menulis sepertiku
Karena kemanapun kamu pergi,
namamu, dan semua tentangmu akan abadi
dalam sajakku.

Riki Dhamparan Putra: MENCARI KUBUR BARIDIN



Data buku kumpulan puisi

Judul : Mencari Kubur Baridin
Penulis : Riki Dhamparan Putra
Cetakan : I, September 2014
Penerbit : Akar Indonesia, Yogyakarta.
Tebal : x + 137 halaman (55 puisi)
ISBN : 978-602-71421-0-7
Penyunting : Raudal Tanjung Banua
Desain isi : Frame-art
Desain cover : Nur Wahida Idris
Gambar cover : M Yusuf Siregar. Ironi II, 2007, 117 x 97 cm

Sepilihan puisi Riki Dhamparan Putra dalam Mencari Kubur Baridin

Cerita Sungai

Di dalam hidup yang singkat
Selalu ada sebatang sungai panjang
Dihuni oleh seekor naga raksasa
Penyu keramat
Dan katak pelangi yang abadi

Airnya tak tercemar
Delta-delta tidak rusak
Padahal abad-abad yang melaluinya
telah pada binasa

Begitulah hingga nanti ketika kiamat datang
Sungai ini mengambil tempat
di dalam harapan manusia
kepada surga yang dijanjikan untuk para budak
dan orang-orang saleh

April 2008


Cerita-cerita dari Padang Gembala

belimbing,

bocah gembala itu
susah payah ia memanjat pohon belimbing
dari batang menggapai dahan
menjangkau buah di ujung ranting

di mana rembulan padang
di mana kampung seberang
di tikar pandan mengukur diri
mengikat ruh dengan janji

lihatlah keningnya sampai hitam
ceruk matanya tersuruk
bagai pusaran tersembunyi di bawah
lubuk dalam
namun ia sendiri merasa semakin dangkal
sepanjang hari berzikir
bayang tidak menemu badan

tak seorang menyapa
ketika ia turun dengan tangan hampa
tak seorang menuntun
ketika ia kembali naik
ke pohon yang sama

ada terdengar dedaun gugur
temanten anyar
terkulai lemas di tempat tidur

Kurnia Effendi: HUJAN KOPI DAN CIUMAN



Data buku kumpulan puisi

Judul : Hujan Kopi dan Ciuman
Penulis : Kurnia Effendi
Cetakan : I, September 2017
Penerbit : BASABASI, Yogyakarta.
Tebal : 144 halaman (101 puisi)
ISBN : 978-602-6651-40-2
Penyunting : Tia Setiadi
Tata letak : Amalina
Tata isi : Violetta
Pracetak : Kiki

Sepilihan puisi Kurnia Effendi dalam Hujan Kopi dan Ciuman

Tubuh Ibu

Malam memasang jubah sunyi, ketika tubuh Ibu menjelma
rumah dengan banyak kamar. Detik berjatuhan serupa merjan yang
lepas dari ikatan. Bergulir menjauh, merepih bunyi yang tak
sungguh sampai pada telinga.
Seiring gumpalan waktu yang diseret maut,
satu per satu benda-benda dalam tubuh Ibu pamit:
pankreas, ginjal, empedu, hati, paru-paru, batang otak, dan jantung.
Seperti penjaga yang menunaikan tugas, satu demi satu
ruang dalam tubuh Ibu memadamkan lampu.

Gelap itu sampai ketika pagi memercikkan cahaya matahari
Tubuh Ibu bercakap-cakap dengan mesin yang seolah serbatahu
Di ambang pintu, malaikat telah menunggu. Napas yang tersisa pada
serabut kusut di balik dada Ibu mulai dilepas terbang. Dan doa
berenang pada genangan udara, meraih tepi, yang
membatasi antara terjaga dan mati suri.

Kini ruh beringsut dari jemari kaki ke lutut, dari paha ke perut, dari
dada ke rambut. Meninggalkan suhu yang menyusut. Selembut
kasihnya sepanjang tujuh puluh satu tahun, tak terhindar rasa sakit
saat meninggalkan raga tempatnya berdiam. Kernyit sejenak di
antara kedua mata Ibu merupakan isyarat perpisahan.

Aku tak pernah tahu, ke mana ruh itu pergi: utara atau tenggara
Ia menjauh dari tubuh Ibu mungkin dengan rasa pilu yang
dititipkannya kepadaku

Slawi, 2011