Tampilkan postingan dengan label puisi penyair kalsel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi penyair kalsel. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Agustus 2020

Nailiya Nikmah JKF: ENTAH BAGAIMANA, TETIBA AKU MENCINTAIMU

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi



Judul: Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu
Penulis: Nailiya Nikmah JKF
Penerbit: Tahura Media, Banjarmasin
Cetakan: I, 2019
Tebal: xvi + 118 halaman (85 puisi)
ISBN: 978-602-8414-40-1 
Editor: Dewi Alfianti
Desain cover dan ilustrator: Sandi Firly
Tata Letak: Ibnu T
 

Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu terdiri atas Hujan (9 puisi), Percakapan (14 puisi), Kenangan (9 puisi), Cinta (20 puisi), Kesumat (11 puisi), Sepi (17 puisi), dan Kopi (5 puisi).
 
Sepilihan Puisi Nailiya Nikmah JKF dalam Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu
 

Kematian di Suatu Senja
 
ini hanya soal waktu
hujan, awan, matahari, bunga, ranting
tanaman perdu
semua telah memberi tanda
dalam bahasanya masing-masing.
 
Di balik punggungmu kulihat teja
“Aku ingin mati ketika senja”
gumamku.
Tidak ada yang lebih indah
selain kematian di suatu senja.
Ketika itu bebek-bebek yang lucu
sudah selesai berenang dan berjemur.
Tak lama kemudian kembang-kembang
menguncup memberi salam penghormatan.
 
dan  jika saat itu kaujauh
tak perlu buru-buru pulang
cukup kaukirim setangkai doa.

 

Senin, 22 Oktober 2018

Muhammad Daffa: SUARA TANAH ASAL



Data buku kumpulan puisi

Judul : Suara Tanah Asal
Penulis : Muhammad Daffa
Cetakan : I, Juni 2018
Penerbit : Teras Budaya, Jakarta Selatan.
Tebal : viii + 76 halaman (70 puisi)
ISBN : 978-602-5780-07-3
Desain cover : Teras Budaya Art
Pengantar : Remmy Novaris DM

Sepilihan puisi Muhammad Daffa dalam Suara Tanah Asal

CERITA DAUN

“daun-daun tak pernah membosankan untuk sekadar bercerita”
“seperti dua kuntum mawar di sebuah pagi, mekar atas dunia”

2017


DELAPAN SAJAK YANG ENGGAN MENYATUKAN

“Akulah sajak, yang tak gampang disatukan. Seseorang akan
menulisku lagi dalam halaman lain
Dua hari dari sekarang.”

“Tapi aku penyair, dan delapan pijak majas sudah kudapatkan demi
mengubahmu jadi sajak.”

“Akulah sajak, yang menantikan halaman lain membuka diri. Bukan
padamu tempatku menjadi.”

“Tapi aku melankolia, yang mudah memutuskan rindu dan sekelumit
cinta masa muda.”

“Sajak-sajakku yang tak pernah bisa selesai, dengarlah niatanku
menyelesaikanmu.”

2017

Jumat, 23 Maret 2018

Burhanuddin Soebely: RITUS PUISI



Data buku kumpulan puisi

Judul : Ritus Puisi
Penulis : Burhanuddin Soebely
Cetakan : I, Oktober 2017
Penerbit : Pustaka Banua, Banjarmasin
Bekerjasama dengan Panitia Aruh Sastra Kalimantan Selatan XIV Kandangan 2017.
Tebal : xii + 66 halaman (40 puisi)
ISBN : 978-602-9864-69-4
Editor : Aliman Syahrani
Layout : Pustaka Banua
Desain sampul : Kayla Untara
Prolog : Aliman Syahrani

Ritus puisi terdiri dari 2 bagian, yaitu Ombak dan Pantai, Sajak-sajak 1982-1987 (20 puisi) dan Ritus Puisi, Sajak-sajak 1992-1999 (20 puisi).

Sepilihan puisi Burhanuddin Soebely dalam Ritus Puisi

Sanginduyung

Kenangan Diang Malintang

mengalirlah air, mengalirlah air mencapai muara
meredamkan desau angin ke batu-batu tepi
gigir bukit sepi. Ingin aku berbisik:
telah berkembang Turun Dayang di hutan mainan
menjuntai seperti rambut panjangmu
sehabis keramas di atas lanting

jelang musim petik – ingin  aku damping
tapi aku tak tahu siapa yang membujuk
hingga begitu cepat kau tinggalkan ujuk
padahal kemarin malam bersintuh tangan kita
sambil babangsai di lantai balai

mega pun merah senja – pembaringanmu
bertabur kembang tanjung
berwatas sanginduyung

pecah harap gigil batu
rumput cuaca membisu

1982
Turun Dayang = nama anggrek hutan Pegunungan Meratus
Lanting = rakit
Ujuk = kamar rumah adat Suku Bukit
Babangsai = tarian pergaulan Suku Bukit
Balai = rumah adat/rumah besar Suku Bukit
Sanginduyung = bilah-bilah bambu yang ditancapkan di sekeliling kubur, ujungnya runcing mengarah langit, dimaksudkan penangkal makhluk jahat yang ingin mengambil mayat

Minggu, 08 Oktober 2017

Rika: MATAHARI DALAM HUJAN


Data buku kumpulan puisi

Judul : Matahari dalam Hujan
Penulis : Rika
Cetakan : I, 2017
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal : viii + 58 halaman (45 puisi)
ISBN : 978-602-8414-24-1
Editor : Sandi Firly
Desain : Rika
Layout : Ibnu Teguh W

“Aku meminta suamiku memberikan nama untuk buku puisiku ini. Dia memberiku pilihan. Dan dari beberapa nama adalah nama-nama makanan. Aku tertawa. Di saat aku membicarakan puisi-puisiku, dia membicarakan makanan-makanan kesukaannya. Aku sangat suka puisi, dia sangat menyukai makanan. Aku pikir itulah kebahagiaan. Di saat kau dan pasanganmu mampu saling membicarakan hal-hal yang kalian senangi.”
(Rika, hlm. vii).

Beberapa pilihan puisi Rika dalam Matahari dalam Hujan

Peta Mana yang Kau Tuju?

Kau seperti bocah yang rindu pada ibumu
bagimu aku bagai roda-roda yang akan membawamu
kepadanya

kau memeluk peta dalam dadamu
menyisakan harapan dan melihat kenangan dalam matamu

Kala itu kedua bola matamu menjadi basah
dan kau tak pernah sempat mengeringkannya
dengan tanganmu
aku telah menangkapnya

Kau mendengar kicau burung setiap pagi
tapi tak pernah menyimpannya dalam dadamu

Kau menyusuri kota-kota
menyelami setiap sudutnya
adakah kau temukan ia di sana?

Bagai ikan paus di sekawanan lumba-lumba
kau sendirian dan kesepian

Cinta seperti apa yang kau cari?
aku terlalu pandai untuk menciptakannya

Rabu, 02 Agustus 2017

Muhammad Daffa: TALKIN


Data buku kumpulan puisi

Judul: Talkin
Penulis: Muhammad Daffa
Penerbit: Teras Budaya, Jakarta Selatan.
Cetakan: I, Januari 2017
Tebal: viii + 68 halaman (53 puisi)
ISBN: 978-602-1226-74-2
Desain cover: Teras Budaya Art

Beberapa pilihan puisi Muhammad Daffa dalam Talkin

PADA SEBUAH KEMARAU PUTIH

Tempiaslah kemarau dari robeknya musim hujan di penghujung
            suatu bulan
Tempiaslah musim dari udara tegak
Merapat pada cuaca di hari ini

Begitu putihnya ia, betapa putih kemarau itu mengayunmu ke
pelukan abadi
Tidak kunjung dilepasnya.

Pada sebuah musim lainnya, kau akan mengeja makna adanya
Tumbuh mengekang hari
Suara dari dunia lain yang terasing
Tak dikenal sebagai apa pun

Tempiaslah kemarau ke jantung
Lepaslah hujan dari sela-selanya

Betapa putih, betapa putihnya ia
Mengada ruang di tubuhmu, seketika bersimpuh
Mengingat dosa lama tak diampun Tuan

Tempiaslah segala
Dari kubangan kemarau

Tempiaslah; suara-suara

2016


TALKIN

Seseorang berdoa di sebuah mihrab. Ie mendengar bunyi asing
Mungkin angin, yang mengepak dekat jendela. Utas doanya
begitu putih dieja
Sumringah sewaktu melihat senyum terakhir simpul. Berduka
Ketika ada mata rabun diangsur-angsur kematian

Kemarin hari, di panggung bawah langit sana
Kata-kata yang disusunnya masih bening
Terucap dan dilantun sebagai nyanyi

Sebentar kau mengelana jauh
Singkat berjalan memanggul usia
Prahara mana mengelabuimu
Di ujung cerlang
Dan kedip ajal?

Usia gegas lenyap ke arah kesunyian paling rajah
Tergugup kau tengadah
“Duh, hamba yang sendiri. Berlalu kah ia mengalun langkah
Jauh melayar umur, tanpa disertaimu Baginda?’’

Kenduri kami dipenuhi sedu dan separuh isak tertahan
Lewat berapa lama tak sudah-sudah
Melalui berapa hari ke depan tak juga berakhir
Dikenang-kenang begitu lama kepergian
Begitu jauh kau kelana kesunyian
Mengalun langkah sendiri
Begitu singkat mekar usia

Esok kita pulang, esok kita pulang
Hari yang gersang
Terlepaslah terang

2016

Rabu, 10 Mei 2017

D. Zauhidhie, Yustan Aziddin, Hijaz Yamani: TANAH HUMA


Data buku kumpulan puisi

Judul : Tanah Huma
Penulis : D. Zauhidhie, Yustan Aziddin, Hijaz Yamani
Cetakan : I, 1978
Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Tebal : 72 halaman (45 judul puisi)
Gambar jilid : A. Wakidjan
Dicetak oleh Firma Ekonomi, Bandung

Masing-masing penyair menyumbang 15 puisi di bawah subjudul yang berbeda-beda, yaitu D. Zauhidhie di bawah subjudul Menjangkau untuk Segenggam, Yustan Aziddin dengan Awan Berkaca, dan Hijaz Yamani dengan Air dan Tanah.

Beberapa pilihan puisi D. Zauhidhie dalam Tanah Huma

Mayat Malioboro
Yogya ‘50

Malioboro larut malam adalah kuburan
toko demi toko mengapit adalah nisan
mayat-mayat bangkit di kaki lima dan ganggang hitam berbau
mencekau apak bak sampah memapak punting rokok

Akulah mayat yang salah satu dari mereka
berani hidup dan ngeluyur tengah hari ini

Naik toko turun toko lalu kesasar ke toko obral
di balik kaca kulihat hitam pistol-pistolan
sayang kenapa semalam terlalu tolol
mentang menyesak duit membengkak kantong
lalu menghambur ke sana seringgit ke situ seperak
hanya untuk bercium tawa gelak

Tapi kini apa kehendak?

Ya bila aku dapat pistol-pistolan
bakal berulang lagi kegilaan
aku jadi garong lagi jadi hantu lagi
kutodong si cina itu biar tahu
yang semalam waktu hujan memburu aku
ketika sebentar berteduh di halaman rumahnya

Aku dapat duit beribu-ribu
bisa makan mi makan sate
bawa perempuan satu dua
ke surabaya bandung jakarta

Ah angan gila ini tak jadi apa-apa
aku mesti ngeluyur lagi ngeluyur lagi
perut lapar begini membawa mati

Minggu, 05 Februari 2017

M. Amin Mustika Muda : LAYANG-LAYANG RAKSASA SANGKUT DI ATAS POHON DURIAN




Data buku kumpulan puisi

Judul : Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian
Penulis : M. Amin Mustika Muda
Cetakan : I, Nopember 2016
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal : vi + 104 halaman (91 puisi)
ISBN : 978-602-8414-17-3
Penyunting : Hajriansyah
Tata Letak dan Desain : Ibnu T

Buku puisi ini dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan tahun penciptaan, yaitu 2002-2010 (13 puisi), 2011-2012 (58 puisi), dan 2013-2016 (20 puisi).

Beberapa pilihan puisi M. Amin Mustika Muda dalam Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian

DAWAI CINTA SUNGAI BARITO

Angin menyemilir sore ini,
riak-riak Sungai Barito
melantunkan dawai
cintanya, gemulai selendang
petang memberi warna
jala nelayan,
perahu motor lalu lalang
berlabuh,
pulang.

Dari depan wajahmu,
aku menatapmu, menatap keindahanmu, lalu
menembus relung
damaimu.

Hidup jangan seperti jalan di tempat,
yang kadang terlihat jelas,
kemudian samar,
jelas lagi,
dan kemudian samar
lagi.
Sudah saatnya kita
patahkan segala kebuntuan nasib, untuk waktu nanti
yang baik.

Mentari hari ini hampir terbenam,
senja kuning sudah mulai menyapa malam,
Oh Nusantara:
Dari Bumi Ijejela aku bersujud
di kakimu, masih banyak pertanyaan
yang mestinya kau jawab,
atau jawaban keliru yang
mestinya kau betulkan.

20 Mei 2010

Senin, 05 Desember 2016

Jamal T. Suryanata: SAJAK SEPANJANG TROTOAR




Data buku kumpulan puisi

Judul : Sajak Sepanjang Trotoar
Penulis : Jamal T. Suryanata
Cetakan : I, 2015
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin
Tebal : vi + 58 halaman (37 puisi)
ISBN : 978-602-8414-32-6
Penyalin : Hamsinah
Penyelia : Hajriansyah
Tata Letak & Desain : Ibnu T.W

Sajak Sepanjang Trotoar disusun berdasarkan titimangsanya, yaitu Sajak-sajak 1988 (3 puisi), Sajak-sajak 1989 (7 puisi), Sajak-sajak 1990 (11 puisi), Sajak-sajak 1991 (7 puisi), dan Sajak-sajak 1992 (9 puisi).

Sepilihan puisi Jamal T. Suryanata dalam Sajak Sepanjang Trotoar

SAJAK

jika ada cahaya pagi yang bergetar sebelum senja
pastilah sejengkal kalimat tengah menerbangkan dunia

ketiadaan makna adalah kemarau sepanjang tahun
yang mengering bila kedalaman telah mendasar
bila sungai-sungai kecil telah terbujur bangkainya

jika ada sedetik waktu bicara tentang kabut
pastilah cahaya yang datang menghangati kebekuan

bermula pengakuan ini karena matahari telah dingin
warna perak bercabang meniti dada pohonan yang meranggas
lukanya telah lama dibiarkan alam tanpa cinta

jika ada sepenggal pengakuan alamat jiwa sebenarnya
pastilah seekor pungguk bersyair di malam buta

sedang bayang manusia tak lagi tampak di jendela
sedang pintu-pintu kita terbuka untuk waktu yang lama
sedang segala nafas terhenti seketika

jika suatu api tak lagi mampu membakarku
pastilah jiwanya yang menghalangi panas jiwaku

jika suatu kali dada bergoncang mendengarnya
pastilah rohnya yang meronta dalam hidupku

kukenal ia di sebuah pelabuhan sepi
baiklah kupilih mati daripada lepas dari cintanya

1988