Jumat, 16 Oktober 2020

Hafney Maulana: IZINKAN AKU MENJELUJUR KATA


DATA BUKU KUMPULAN PUISI

 

Judul : Izinkan Aku Menjelujur Kata

Penulis : Hafney Maulana

Cetakan I : April 2020

Tebal : 90 hlm; A5

Penerbit : CV Kanaka Media

ISBN : 978-623-258-135-7

  

Beberapa pilihan Puisi Hafney Maulana dalam Izinkan Aku Menjelujur Kata

 

RUMAH KITA KEBANJIRAN

 

“Rumah kita kebanjiran,” katamu sambil menadah hujan yang telah menenggelamkan  keindahan mimpi-mimpi hari. Huruf-huruf yang kau gantung di pohon-pohon telah hanyut di ombak yang beriak, mungkin kini telah jadi sajak

 

Kau lemah direnta tubuh yang lunglai, air begitu deras menghadang hari. Ranting terhempas menghanyut sampah. Entah sembunyi ke mana dikau, hanya terpaku dalam kelu

 

“Rumah kita tergenang,” katamu lagi sambil menghitung tarikan napas yang berlari mendekap tangis, seperti karnaval kematian dalam cerita purba

 

Rumah tempat kau singgah pun tinggal kenangan dalam hening bisu, dalam sepi rindu, dalam duka sedu sedan yang mengantarkan airmata ke pelaminan yang rebah

 

2018

 

 

WAKTU  YANG  MELELEH  PADA  JAM

-- the persistence of memory: salvador dali

 

jam di kanvas meleleh
menggeser dan menantang angin 
bagai retina embrionya yang manis
siang memburu malam. lalu siang lagi

 

aroma hujan tiba-tiba menguap
suara saksofon menyelinap di telinga tua dan
pohon-pohon tua basah bagai rambut
penuh uban

 

mesin waktu berkedip-kedip 
di pertengahan bulan september
nun jauh antara tiang penyangga berdebu 
seorang ibu menangkap takdir
kelahiranku

 

pinggir ranjang mulai berkarat
terbatuk-batuk 
menatap ke luar jendela
gerimis semakin sunyi
jam berdenting nyaring
agar tak lupa, katamu

 

2017

 

Jumat, 11 September 2020

Hafney Maulana: MEMETIK CAHAYA

 

Data Buku Kumpulan Puisi
 
Judul : Memetik Cahaya
Penulis : Hafney Maulana
Penerbit : FAM Publishing, Kediri, Jawa Timur
Cetakan Pertama, Januari 2018
ISBN : 978-602-335-318-7
Desain Sampul : Joko Mulato
 
Sepilihan Puisi Hafney Maulana dalam Memetik Cahaya
 
ALIF AL AWALI
 
Bismillah awal kata
Bagai burung-burung Attar, kucari Alif
dalam tujuh lembah cinta
 
Bismillah awal kerja
Menggerakkan impian dari nyala api,
yang menari
 
Bismillah awal langkah
Kutelusuri hujan pada kalender,
yang berguguran
 
Bismillah awal tawakal
Mendekap syariat – tarekat – hakekat – makrifat,
dalam diri
 
Aku tafakur—
antara ranting terinjak kaki
 
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
 

Senin, 24 Agustus 2020

PO buku puisi: DI HARI KEMATIANKU, KAWAN, PERGILAH KALIAN BERCINTA!

Jadi begini, di luar kebiasaan, saya memposting iklan buku puisi sendiri. Hehe. 
Silakan prapesan hingga 5 September 2020.

Format pemesanan

Nama Lengkap: 
Alamat Lengkap: 
No. HP Aktif:
Jumlah  buku yang dipesan:

Kontak Pemesanan:
Gio (0815-1365-0233)
Saiya (0821-5401-0306)


Catatan: buku puisi ini menghimpun 85 puisi. Terdiri dari 2 bagian. Bagian kedua (43 puisi) pernah bernaung di bawah "Cegukan". Bagian pertama (42 puisi) adalah puisi-puisi lepas paska cegukan. Demikian. Semoga maklum.

ini salah satu puisi yang saya suka di buku itu:

PUISI PENDEK DENGAN PERTANYAAN KECIL

kadang saya – makhluk rumit yang sok berpikir 
sederhana ini – harus menyandang 
pertanyaan-pertanyaan bedebah, misal, 

jika penyair kotor, apakah puisi 
sudi memurnikannya?


Rabu, 12 Agustus 2020

Nailiya Nikmah JKF: ENTAH BAGAIMANA, TETIBA AKU MENCINTAIMU

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi



Judul: Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu
Penulis: Nailiya Nikmah JKF
Penerbit: Tahura Media, Banjarmasin
Cetakan: I, 2019
Tebal: xvi + 118 halaman (85 puisi)
ISBN: 978-602-8414-40-1 
Editor: Dewi Alfianti
Desain cover dan ilustrator: Sandi Firly
Tata Letak: Ibnu T
 

Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu terdiri atas Hujan (9 puisi), Percakapan (14 puisi), Kenangan (9 puisi), Cinta (20 puisi), Kesumat (11 puisi), Sepi (17 puisi), dan Kopi (5 puisi).
 
Sepilihan Puisi Nailiya Nikmah JKF dalam Entah Bagaimana, Tetiba Aku Mencintaimu
 

Kematian di Suatu Senja
 
ini hanya soal waktu
hujan, awan, matahari, bunga, ranting
tanaman perdu
semua telah memberi tanda
dalam bahasanya masing-masing.
 
Di balik punggungmu kulihat teja
“Aku ingin mati ketika senja”
gumamku.
Tidak ada yang lebih indah
selain kematian di suatu senja.
Ketika itu bebek-bebek yang lucu
sudah selesai berenang dan berjemur.
Tak lama kemudian kembang-kembang
menguncup memberi salam penghormatan.
 
dan  jika saat itu kaujauh
tak perlu buru-buru pulang
cukup kaukirim setangkai doa.

 

Sultan Musa: MENDJAMU LANGIT REKAH

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi

 

Judul: Mendjamu Langit Rekah

Penulis: Sultan Musa

Penerbit: Tidar Media, Magelang.

Cetakan: I, 2020

Tebal: 50 halaman (19 puisi)

ISBN: 978-623-7203-46-9

 

Sepilihan puisi Sultan Musa dalam Mendjamu Langit Rekah

 
Damai  yang  Hilang
 
Langit kelabu seakan merindu
Detak jantung berpacu candu
Irama beradu lugu
Hembusan angin berliku
 
Dalam derasnya aliran darah
Terpikir jiwa indah
Sirnakan raga terpaku merana
Sejenak tanpa tara
 
Dalam lamunan tak semanis madu
Relung jiwa berbilang semu
Menghilang betapa kelamnya dahulu
Melapang sesak sembilu
 
Mengenang lama yang tak berkesudahan
Berlarut pada diri perlahan
Tersimpan luka pada cabaran
Nyeri tersaji di atas tataran
 
#2019
 

Maulidan Rahman Siregar: TUHAN TIDAK TIDUR ATAS DOA HAMBA-NYA YANG BEGADANG

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi

 

Judul: Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang

Penulis: Maulidan Rahman Siregar

Penerbit: Erka (CV. Rumahkayu Pustaka Utama), Padang

Cetakan: I, Februari 2018

Tebal: x + 90 hlm (66 puisi)

ISBN: 978-602-6506-85-6

Desain Sampul: Tomi Halnandes F

Layout: Alizar Tanjung

 

Sepilihan Puisi Maulidan Rahman Siregar dalam Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang

JALAN SEBUAH PUISI
 
Dari sebuah mesin pencari dan musik-musik
sedih yang berputar berulang, kata-kata melompat
mencari tempat di mana si penyair sembunyi,
mencari penyair yang kira-kira pantas dititahkan,
mencari waktu keluar; atas kelahiran sebuah puisi
yang sepertinya tergesa ini.
Apa artinya kata-kata bila bungkam begini.
Ke mana larinya makna, dan beberapa pertanyaan
lainnya, timbul bersama jawabannya masing-masing.
 
Penyair murung bertanya,
puisi yang menjawab.
 
23 Februari 2016

 
WAJAHMU

Kau kuunduh, kekasih
menembus kabel, masuk
lewat colokan USB, menjadi
layar hidup, menari.
 
Wajahmu adalah alasan
kenapa siaran tivi
harus dijauhkan.
 
Mengagumimu dari pagi
hingga malam. Seperti
apa puisi harus duduk diam?
 
2015
 

Isbedy Stiawan ZS: KOTA CAHAYA

 

Data Kumpulan Buku Puisi

 
Judul: Kota Cahaya
Penulis: Isbedy Stiawan ZS
Penerbit: PT Grasindo, Jakarta
Cetakan: I, 2005
Tebal: xiv + 154 halaman (100 puisi)
Penyunting penyelia: Pamusuk Eneste
Penata isi: Suwarto
ISBN: 979-759-315-0
Kata penutup: Suminto A. Sayuti
 
Kota Cahaya terdiri atas Nyanyi Sunyi (21 puisi), Menandai Tahilalat (25 puisi), dan Dari Cerita yang Lain (54 puisi)
 
Sepilihan puisi Isbedy Stiawan ZS dalam Kota Cahaya
 
MALAM-MALAM MENGAJI
 
hayat ngembara padang kelam
lentera di tangan mercukan jalan setapak
kaki-kaki basah oleh keringat
persis ketika harap pun sampai
dan tak kembali-kembali lagi
 
1984
 
 
LAUT MEMBAWA JASADKU
 
laut membawa jasadku
ke malam-malam pekat. ke makam-makam sunyi
ditanamkan, menyimpan riuh jam
tanah pun basah, melumpurkan langkah
yang berhenti pada gerbang-Mu
 
kau pun tersedu. hujan turun
mengabarkan ketajaman pisau padaku, dan
laut tak henti membawa jasadku
ke makam-makam sunyi-Mu untuk ditanamkan!
 
o aku sendiri dalam kematian ini
di semesta sempurna ketiadaanku
 
1987

 

Jumat, 29 Mei 2020

Sultan Musa: SEDJIWA MEMBUNCAH



Data Buku Kumpulan Puisi

Judul: Sedjiwa Membuncah
Penulis: Sultan Musa
Penerbit: Guepedia - Bogor
Tahun Terbit: Januari 2020
Tebal: 54 halaman (26 puisi)
Ukuran: 14 x 21 cm
ISBN: 978-623-251-250-4

Sepilihan Puisi Sultan Musa dalam Sedjiwa Membuncah

DATANG MEMOHON RAHMAN DAN RAHIM-MU

Kala itu memberi bukan mengambil
Kala itu mendendam bukan mengiba
Kala itu menampik  bukan  meraih
Kala itu bukit-bukit harapan sirna

Bukti harapan terguncangkan
Hamparan sajadah meluas
Di atas lantai permintaan yang dingin
Mengalun suara yang bergetar

Dalam doa…
Hati ini telah terkumpul
Jiwa ini telah tercurah
Seiring tidak pernah redup

Dalam ma’rifat…
Hati ini telah hidup
Jiwa ini telah terlimpah
Seindah tawakal menolong gersang

Hamba-Mu...
Wujud dhaif dalam ikatan
Berharap naungan ridha-Mu
Berpinta  dekapan  maghfirah-Mu

Selasa, 26 Mei 2020

Honorius Arpin: TRAGEDI: MASIH BISA BERPUISI



Data buku kumpulan puisi

Judul: Tragedi: Masih Bisa Berpuisi
Penulis: Honorius Arpin
 Penerbit: CV Jejak, Sukabumi, Jawa Barat
Cetakan : I, Juli 2018
Tebal : 79 halaman (70 puisi)
ISBN : 978-602-474-200-3
Editor: Resa Awahita
Penyunting dan Penata Letak: Tim CV Jejak
Desain Sampul: Meditation Ark

Beberapa pilihan puisi Honorius Arpin dalam Tragedi: Masih Bisa Berpuisi

Aku Hidup dalam Puisi

Aku hidup dalam puisi
Dan aku adalah matahari
Dan bumi adalah kamu
Planet-planet bukan siapa-siapa
Dan bintang hanyalah pengganggu
Lalu bulan juga pengganggu
Tapi aku tidak takut
Hanya jarak
.
Hanya jarak yang aku takut
Dekat adalah kemarau
Jauh adalah beku
Sedang rindu hanyalah tangga panjang
Untuk melipat jarak ke dalam genggaman tangan

Sekadau, 19 Mei 2018