Data Buku Kumpulan Puisi
Judul: Tuhan Tidak Tidur
atas Doa Hamba-Nya yang Begadang
Penulis: Maulidan Rahman
Siregar
Penerbit: Erka (CV.
Rumahkayu Pustaka Utama), Padang
Cetakan: I, Februari 2018
Tebal: x + 90 hlm (66
puisi)
ISBN: 978-602-6506-85-6
Desain Sampul: Tomi
Halnandes F
Layout: Alizar Tanjung
Sepilihan Puisi Maulidan
Rahman Siregar dalam Tuhan Tidak
Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang
JALAN SEBUAH PUISI
Dari sebuah mesin pencari dan musik-musik
sedih yang berputar berulang, kata-kata melompat
mencari tempat di mana si penyair sembunyi,
mencari penyair yang kira-kira pantas dititahkan,
mencari waktu keluar; atas kelahiran sebuah puisi
yang sepertinya tergesa ini.
Apa artinya kata-kata bila bungkam begini.
Ke mana larinya makna, dan beberapa pertanyaan
lainnya, timbul bersama jawabannya masing-masing.
Penyair murung bertanya,
puisi yang menjawab.
23 Februari 2016
WAJAHMU
sedih yang berputar berulang, kata-kata melompat
mencari tempat di mana si penyair sembunyi,
mencari penyair yang kira-kira pantas dititahkan,
mencari waktu keluar; atas kelahiran sebuah puisi
yang sepertinya tergesa ini.
Apa artinya kata-kata bila bungkam begini.
Ke mana larinya makna, dan beberapa pertanyaan
lainnya, timbul bersama jawabannya masing-masing.
puisi yang menjawab.
Kau kuunduh, kekasih
menembus kabel, masuk
lewat colokan USB, menjadilayar hidup, menari.
kenapa siaran tivi
harus dijauhkan.
hingga malam. Seperti
apa puisi harus duduk diam?
tak pernah selesai ditulis
puisi selalu ada kurangnya
lagu-lagu nyaring kali sumbangnya
cerpen makin panjang-panjang
novel selesai pada bab dua
buku-buku dijual murah
sudah murah, tetap tak laku
pustaka sepi pengunjung
kampus cuma bikin sarjana! Ya, Tuhan.
dalam gambar, yang tampak cuma hidungnya
seorang lain, mengubur Hesti jauh ke tanah
yang mati cuma jasadnya.
Hesti kilau dalam gelap buta
Hesti akan menikahi sibukmu
Hesti akan tenggelamkan laparmu.
Mintalah Hesti untuk kembalikan
surga ke atas sana, dan berlindunglah
dari kedipannya!
bagaimana puisi menyelesaikan ini.
rima seluas samudera
dalam bola mata.
memilih singgah atau lanjut
berjalan.
kadang Hesti jadi Isyana, jadi Raisa, jadi Pevita
jadi Suzzana, jadi hantu di belakang panggung
jadi speaker aktif, jadi lampu-lampu, jadi alat musik
panggung, jadi penonton untuk nyanyi sendiri.
adalah Hesti yang itu juga.
kata orang Hesti seniman kamar
alat musiknya tentu, air dan sabun-sabun
tapi Hesti tidak sedang mandi, Hesti nyanyi.
memegang jenggot Chris Martin di tangan
kirinya, dan ikan-ikan yang cemburu melihat
mereka berdua, lari ke penggorengan ibu.
dangdut ibukota, sempat terserang prostitusi,
mendadak terkenal, dan bahaya
adalah Hesti yang itu juga.
Hesti yang tidak pernah pergi.
Buku-buku bagus
Bertebaran di beranda
Seorang penyair yang tak ingin
disebutkan namanya itu, berkata.
‘’Akan ada orang gila yang menjadi nabi,
kiamat jatuh di tahun kera,
dan bla-bla-bla…’’
Sebagai guru agama, aku paham betul
jauh sebelum jokowi menjadi bayi
Adam telah kalah dengan dirinya sendiri.
Di puisi selanjutnya, ia berkata,
‘’Berdoalah di facebook – sungguh
Tuhan di mana pun, lebih dekat dari lehermu.’’
Sebagai guru agama, aku tentu akan mengumpat,
‘’Celakalah kaum penyair, yang telah merenggut
segala macam profesi!’’
16 oktober 2014
disebutkan namanya itu, berkata.
‘’Akan ada orang gila yang menjadi nabi,
kiamat jatuh di tahun kera,
dan bla-bla-bla…’’
Sebagai guru agama, aku paham betul
jauh sebelum jokowi menjadi bayi
Adam telah kalah dengan dirinya sendiri.
‘’Berdoalah di facebook – sungguh
Tuhan di mana pun, lebih dekat dari lehermu.’’
Sebagai guru agama, aku tentu akan mengumpat,
‘’Celakalah kaum penyair, yang telah merenggut
segala macam profesi!’’
Hujan adalah sekumpulan air mata
dari beberapa pelukan bahagia
tantang beratnya perpisahan
Melepaskan, adalah semata-mata memulai
yang baru, ’’Bukankah sebuah kepergian, dijatuhi
pilihan kembali?’’
Hujanilah aku lagi
lekat, erat-erat
dengan doa yang muntah-muntah
6 November 2015
dari beberapa pelukan bahagia
tantang beratnya perpisahan
yang baru, ’’Bukankah sebuah kepergian, dijatuhi
pilihan kembali?’’
lekat, erat-erat
dengan doa yang muntah-muntah
Laut-Mu adalah puisi
Rumah bagi segala imaji.
Rima semerdu lagu rindu
ditingkahi ombak berpilin
retak aku bersama buihnya.
Kicau camar di kejauhan
zikir ombak-ombak,
‘’Bilakah akan sampai
ikan-ikan bepergian?’’
2016
Rumah bagi segala imaji.
ditingkahi ombak berpilin
retak aku bersama buihnya.
zikir ombak-ombak,
‘’Bilakah akan sampai
ikan-ikan bepergian?’’
Matamu adalah peluru tajam menusuk. Mata yang
terlibat dalam pertempuran yang tak pernah berakhir.
Kerudung dan pakaian yang kaukenakan, perjuangan tiada
akhir. Aku berjanji, berjanji dengan kesederhanaan, akan
memenangkan pertempuran. Akan mengatur nasib!
Kau layak dimenangkan, kekasih. Buku-buku jadi teman
perjalanan. Aku akan menghadiahkanmu piala berkepala
naga-naga. Membuang sial, jauh dari rumah.
2016
terlibat dalam pertempuran yang tak pernah berakhir.
Kerudung dan pakaian yang kaukenakan, perjuangan tiada
akhir. Aku berjanji, berjanji dengan kesederhanaan, akan
memenangkan pertempuran. Akan mengatur nasib!
perjalanan. Aku akan menghadiahkanmu piala berkepala
naga-naga. Membuang sial, jauh dari rumah.
Nun ditemukan mati di tengah ayat. Ayo bangun, ayo
bangun ujar Fa. Kita bernyanyi lagi, mendengungkan
agama yang mulai lari dari hati, masih ujar Fa.
Nun diam, membatu. Fa kemudian bernyanyi bersama dua
baris kasrah di kisah ayat sebelah, melagukan kesedihan.
Menangisi Nun yang telah benar-benar mati.
Beberapa hari kemudian, Nun ditemukan hidup kembali di
sebuah situs internet. Ah, internet memang begitu, banyak
tidak benarnya. Ujar Fa.
Padang, 2014
bangun ujar Fa. Kita bernyanyi lagi, mendengungkan
agama yang mulai lari dari hati, masih ujar Fa.
Nun diam, membatu. Fa kemudian bernyanyi bersama dua
baris kasrah di kisah ayat sebelah, melagukan kesedihan.
Menangisi Nun yang telah benar-benar mati.
sebuah situs internet. Ah, internet memang begitu, banyak
tidak benarnya. Ujar Fa.
Seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Muncul dalam tidurmu.
Baca puisi pakai musik. Gitar akustik.
Dan berkata,
‘’Seluruh penyair masuk neraka.
Seluruh penyair masuk neraka.’’
Kau ingin keluar dari tidurmu.
Susah payah mengumpulkan napas.
Hingga penuh, sampai penuh. Semoga.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, berkata,
‘’Seluruh cerpenis adalah laki-laki.
Seluruh cerpenis adalah laki-laki.’’
Kau yang tinggal selama ini dalam tubuh perempuan.
Berlari, harus berlari. Mengejar apa yang lalu.
Menggapai apa yang tinggal. Mengarang cerita.
Agar kau keluar dari tidur. Selamat dari lupa.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, mungkin cerpenis, berkata,
“Jangan baca buku sambil tidur.
Jangan tidur sambil baca buku.”
Kau bertanya, selalu bertanya.
Tapi seorang bapak-bapak sudah hilang.
Mungkin pulang, mungkin berenang.
Mungkin memang benar hantu
Mei, 2017
Muncul dalam tidurmu.
Baca puisi pakai musik. Gitar akustik.
Dan berkata,
‘’Seluruh penyair masuk neraka.
Seluruh penyair masuk neraka.’’
Susah payah mengumpulkan napas.
Hingga penuh, sampai penuh. Semoga.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, berkata,
‘’Seluruh cerpenis adalah laki-laki.
Seluruh cerpenis adalah laki-laki.’’
Berlari, harus berlari. Mengejar apa yang lalu.
Menggapai apa yang tinggal. Mengarang cerita.
Agar kau keluar dari tidur. Selamat dari lupa.
Tapi, seorang bapak-bapak, mungkin hantu.
Mungkin penyair, mungkin cerpenis, berkata,
“Jangan baca buku sambil tidur.
Jangan tidur sambil baca buku.”
Tapi seorang bapak-bapak sudah hilang.
Mungkin pulang, mungkin berenang.
Mungkin memang benar hantu
Novy Noorhayati Syahfida
Selamat ulang tahun, puisi.
Kita kerja keras lagi, ya.
Ceritakan lagi diksi perihal sepi perih
dan adegan bunuh diri muda-mudi.
Batu-batu yang menikahi musim
serta burung-burung terlambat pulang
jadi lagu ke sekian
teman sekalian perjalanan.
Selamat ulang tahun, puisi.
Curi kata-kata dari langit
Salin ulang musibah bumi.
Dan menepilah
ke sudut jauh
ke tempat bermula.
12/11/2015
Kita kerja keras lagi, ya.
Ceritakan lagi diksi perihal sepi perih
dan adegan bunuh diri muda-mudi.
serta burung-burung terlambat pulang
jadi lagu ke sekian
teman sekalian perjalanan.
Curi kata-kata dari langit
Salin ulang musibah bumi.
ke sudut jauh
ke tempat bermula.
Sastra dalam bercanda
keluar dari realita
membelakangi murung kota.
Sastra dalam bercanda
seperti honor puisi
seharga sebungkus rokok
dimuatnya kini
habis uangnya besok.
O, betapa murah tarif kata-kata
O, betapa nestapa durjana
Sastra dalam bercanda
menukar luka pada tawa
meski, di hati merana
di dada derita
Sastra dalam celana?
O, bahaya!
2015
keluar dari realita
membelakangi murung kota.
seperti honor puisi
seharga sebungkus rokok
dimuatnya kini
habis uangnya besok.
O, betapa nestapa durjana
menukar luka pada tawa
meski, di hati merana
di dada derita
O, bahaya!
Rinduku mengabad, menahun-nahun
larut dalam telaga-telaga sunyi
terperosok dalam ruang kosong berhantu
terjebak di bawah batang wajah nan cemberut,
dahi-dahi nan mengkerut.
Rinduku padamu tak berayah dan tak beribu
aku yatim, aku piatu, dalam rindu.
16/02/2014
larut dalam telaga-telaga sunyi
terperosok dalam ruang kosong berhantu
terjebak di bawah batang wajah nan cemberut,
dahi-dahi nan mengkerut.
aku yatim, aku piatu, dalam rindu.
Maulidan Rahman Siregar lahir di
Padang, 3 Februari 1991. Tenaga pendidik di SMK Penerbangan Nusantara (SPN)
Ketaping. Menghadiri Borobudur Writer & Cultural 2017. Puisinya tersebar di
beberapa media lokal dan nasional.
Catatan Lain
Halaman persembahan buku ini berbunyi:
“untuk segala tangisan yang diam-diam kau sembunyikan, Ibu”. Di sampul belakang
buku ada 2 baris puisi, yang jika kita cari di dalam bukunya berjudul Koplo.
Puisi pendek bertanda tanggal Mei, 2017 itu cuma mengatakan: “Ada banyak doa/Di
balik rok pendek dan sempit.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar