Judul : Memetik Cahaya
Penulis : Hafney Maulana
Cetakan Pertama, Januari 2018
ISBN : 978-602-335-318-7
Desain Sampul : Joko Mulato
Sepilihan Puisi Hafney Maulana dalam Memetik Cahaya
ALIF AL AWALI
Bismillah awal kata
Bagai burung-burung Attar, kucari Alif
dalam tujuh lembah cinta
Bismillah awal kerja
Menggerakkan impian dari nyala api,
yang menari
Bismillah awal langkah
Kutelusuri hujan pada kalender,
yang berguguran
Bismillah awal tawakal
Mendekap syariat – tarekat – hakekat – makrifat,
dalam diri
Aku tafakur—
antara ranting terinjak kaki
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
KUMATIKAN DIRIKU
SEBELUM KEMATIAN PANJANG
Ya haiyu ya qaiyum
Lidahku terkunci
Hatiku beku
Mataku buta
Telingaku tuli
Akal dirantaikan
Kesirnaan waktu dalam
Alif Lam Mim
Sang Maha Gaib dalam diri
Ruhku tersenyum dalam hakekat semesta
Lam menyapa angin, jadi napas
Bersenandung di kedalaman air
Tersebab Lam, Mim di arsy
Memeluk Ha
Dan aku meminum air dari sumber
matanya
Memberi tanda baca dalam hijaiyahNya
Memeluk Kaf Al -Khalik
Sampai Lamalif- Hamzah- Yaa
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
JANGAN JAUHKAN JARAKKU DARI-MU
Gerimis memindahkan warna bulan
ke gelas anggurku
Tinggal sepi, tinggal waktu
Kuminum tanpa sisa
Pantaskan aku begitu angkuh di depan-Mu?
Jika salah diriku. Jangan jauhkan jarakku dari-Mu
Jika benar takdirku mendiami waktu-Mu,
biarkan aku terlelap di ranjang kematian
Menanti-Mu
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
ADAKAH PUISIKU DI SIDRATUL MUNTAHA
Kukirim puisi untuk-Mu,
Melalui harumnya mawar
Walau jariku terluka
Tertusuk duri-durinya
Biarkan aku berdarah, tumpah
Dalam sepi yang sunyi
Hanya suara sungai bergema
Dalam batinku
Jadi, biarkanlah puisiku
Mengaliri doa-doaku
--- riwayat dan sejarah tak tertampung
dalam otakku ---
Catatan dalam kitab
Mengekalkan kekosongan manusia
Sampai pada tepi sepi puisi
Dengan keringat dan air mata
Ibadah
Menanti musim panen dan janji
Adakah puisiku
Di sidratul muntaha?
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
PENGHAMBAAN JIWA
Membaca At-Tin
Demi buah tin dan buah zaitun
Tempat nabi Musa menerima wahyu
Di bukit yang tenang dan syahdu
Menghamparkan sejarah nabi Ibrahim
Subhanallah—
Nun bahtera nabi Nuh menampung dirimu
dalam Ba, Ta, Tsa
Benih kehidupan Al-Hut, kelahiran
nabi Yunus dari kematian
Nun mentajalikan sujud setelah kematian
Tahukah dirimu apakah Nun?
Dialah sang Qalam yang menulis
dengan tinta rukuk Mim
penghambaan jiwa, akal dan ruh
Aduhai diri, bacalah Alif, Lam dan Ha
seluruh nama-nama-Nya
Maha Hidup, Maha Penyayang dan-
mengetahui perbuatan hamba-hamba-Nya
Alif tempat mengharap para pengharap
Di rahim-Nya kau kembali dari
sunyi dan kembali ke sunyi
Mendulang Kaf, Menjaring Lam, Mim dan Nun
Kun Fayakun—
Kau adalah sebutir debu
yang dipijak sang angin
Di sanalah kau hidup dan mati
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
PERJALANAN PANJANG
Aku menyusuri setiap bernama liku
di mihrab mengutip waktu
Aku menembus setiap yang bernama ruang
langkah zikir membilang-bilang
Aku menyisir setiap yang bernama tepi
tunduk menunaikan sebuah janji
Aku mendulang setiap yang bernama rindu
fana tubuhku pulang pada-Mu
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
KEPOMPONG SUNYI
Aku memecah waktu di mataku
sempurnalah butaku
Aku menutup suara di telingaku
sempurnalah tuliku
Aku menghapus bayanganku
sempurnalah kefanaanku
Aku membakar jasadku
sempurnalah matiku
Aku kepompong sunyi
sehabis sunyi
Tembilahan, Negeri Seribu Parit, 2017
TENTANG HAFNEY MAULANA
Hafney Maulana lahir tahun 1965 , di Sungai Luar, Kab. Indragiri Hilir, Riau. Karya puisinya telah dimuat diberbagai media massa daerah maupun nasional dan berbagai antologi antara lain: Antologi Puisi Penyair Abad 21 (Balai Pustaka, Jakarta 1996), Antologi Puisi Indonesia 1997 (KSI dan Angkasa Bandung, 1997), Amsal sebuah Patung (Yayasan Gunungan, Yogyakarta, 1997), Antologi Puisi Makam (pusat Pengkajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu,Universitas Riau, Pekanbaru 1999), Antologi Puisi Jazirah Luka (Unri Pres, Pekanbaru 1999), Air Mata 1824 (Yayasan Pusaka Riau, Pekanbaru 2000), Resonansi Indonesia – Puisi dua bahasa Indonesia dan Mandarin (KSI, Jakarta 2000), Asia Throug Asian Eyes (CD-ROOM, Currikulum Corporation, Australia 2001), Dari Raja Ali Haji Ke Indragiri (Panggung Melayu, Jakarta 2008 ), Melautkan Aksara Dalam Perahu Kata (Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Propensi Riau, 2005), Menjaring Cakrawala (Komunikasi Puitik Dunia Maya: Penerbit Wahana Jaya Abadi, Bandung 2010), Akulah Musi (Antologi Puisi Pertemuan Penyair Nusantara. V, Palembang, 2011), Antologi Serumpun ( Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Propensi Riau, 2012), Sauk Seloko (Bunga Rampai Puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI) Jambi 2012, Antologi Puisi Dua Bahasa enam Negara “Secangkir Kopi” (The Gayo Institute Aceh, 2013), Antologi Puisi “Serumpun” bersama penyair Brunai Darussalam, Malaysia, Indonesia, Singapura (Yayasan Panggung Melayu, 2015), Antologi Sonian Tiga Negara “Ombak Biru Semenanjung” (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2016) The Universe Haiku Semesta (Pustaka Haikuku, 2016), 1000 Haiku Indonesia (Kosa Kata Kita, 2017), Antologi Puisi “Ayah Bangsa” (Rose Book, 2017), Antologi Puisi “Api” (Majalah Sastra Maya, 2017), Antologi Puisi Keempat “Kultur” (Sahabat Rose Book, 2018), Antologi Puisi Kebangsaan “Celoteh di Bawah Bendera” (Perkumpulan Rumah Seni Asnur, 2018), 1000 Haiku Indonesia Musim ke-4 (Kosa Kata Kita, 2018) dan beberapa antologi lainnya.
CATATAN LAIN
Di halaman belakang buku, ada tiga
testimoni, yaitu Rudi Anggoro (Bogor), Ahmad Gaus (Jakarta) dan Norham Abdul
Wahab (Riau). Kata Norham Abdul Hawab: “Inilah Hafney. Dia tak pernah menulis
dengan pena dan tinta. Dia selalu menulis dengan hati dan jantungnya. Seorang
guru yang melampaui waktu.”
Assalamu'alaikum ww
BalasHapusTerima kasih telah memuat puisi-puisi saya dalam Blog Kepada Puisi
Semoga semakin sukses
nice post kak
BalasHapussuka puisinyaa :D
mampir juga ke blog ku ya hehe
andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn andriabn