Judul buku: Hai Aku
Penulis: Noorca M. Massardi
Penerbit: Kakilangit Kencana,
Jakarta.
Cetakan: I, Agustus 2017
Tebal: 305 halaman
Desain sampul dan Ilustrasi: Hwie
Janto
Epilog: Warih Wisatsana (Hai Aku Massardi
Teguk dan Resapi Berkali)
ISBN: 978-602-5848-17-9
Sepilihan puisi Noorca M. Massardi dalam Hai Aku
cahaya cinta
membangunkan semesta
hari pertama
semarak cinta
menciptakan purnama
hari kedua
gelora cinta
menaburkan gemintang
hari ketiga
gelombang cinta
membangkitkan samudra
hari keempat
sangkala cinta
meniupkan benua
hari kelima
badai dan cinta
gemparkan tata surya
hari keenam
bisikan cinta
melelapkan semua
hari ketujuh
abadi cinta
menghidupkan ciptaan
hari berakhir
(jumat, 140417)
----------------
salahkan bunga
dia memang berdosa
gantikan cinta
dosakah bunga
dia memang bersalah
gantikan kata
bakarlah bunga
yang melambangkan cinta
tanpa berkata
hanguskan bunga
yang meluapkan cinta
dengan harumnya
hancurkan bunga
yang meluluhkan jiwa
dengan warnanya
musuhi bunga
yang lelehkan senjata
dengan tangkainya
lawanlah bunga
yang melukai jiwa
dengan durinya
siramlah bunga
yang padamkan amarah
dengan sarinya
bunuhlah bunga
yang menghidupkan kasih
dengan lembutnya
lambaikan bunga
yang memedihkan mata
para pendosa
seribu bunga
padam seribu makar
iblis terbakar
seribu warna
kelam seribu mata
para pendusta
seribu harum
hanyut seribu bangkai
di atas balai
kuburkan aku
yang mewangikan kubur
saleh dan kufur
tertanda bunga
atas segala warna
serta agama
salam serumpun
harum segala parfum
setangkai senyum
(senin, 010517)
----------------
katakan cinta
pada yang menyemaikan
seribu panen
katakan cinta
pada yang menyuburkan
seribu tanam
katakan cinta
pada yang membutuhkan
seribu bulan
katakan cinta
pada yang menggelapkan
seribu terang
katakan cinta
pada pemuja cinta
seribu surga
katakan cinta
pada segala takhta
seribu dusta
katakan cinta
pada segala harta
seribu nyawa
katakan cinta
pada para wanita
seribu warna
katakan cinta
pada yang membagikan
seribu janji
katakan cinta
pada yang mengobralkan
seribu tiga
kata dan cinta
hanya bibir berbusa
bila tak nyata
seribu janji
hanya lidah berduri
bila tak pasti
seribu nyali
tidak lagi berarti
cinta sejati
(kamis, 130417)
----------------
yang dari bumi
bertimbun dalam tanah
tambang dan bijih
yang punya kalam
lalu kembangkan ilmu
temukan logam
yang punya logam
kuasa harta takhta
emas senjata
yang punya titah
haus lapar serakah
rampas dan jajah
para penjajah
merampok dan menjarah
tanah wilayah
upeti sembah
budak rakyat terjajah
nyawa menyerah
miskin dan kaya
kulit putih berwarna
timur dan barat
bumi terbagi
utara dan selatan
maju belakang
datang merdeka
serikat bangsa-bangsa
kuasa uang
abad mendaki
komoditi berganti
sumber energi
tekno dan info
kembang meninabobo
apa dilego
yang dari bumi
dikeruk dan digali
membakar gengsi
yang punya ilmu
teknologi senjata
rebut kuasa
emi energi
bumi terus digali
tanah dibagi
jual dan beli
lupakan generasi
abaikan mimpi
kasihan cicit
bila habiskan debit
jerit ke langit
waspada logam
bisa menjadi ancam
duka mendalam
cintai logam
agar menjadi kalam
ilmu dan ilham
sehingga malam
terangi sumber alam
sejuk pualam
(sabtu, 040317)
-----------------
indahnya kata
sebab susun aksara
imla dan eja
indah bahasan
sebab tutur kiasan
lambang ungkapan
indahnya lisan
sebab asal didikan
santun dan sopan
indah tulisan
sebab sirat suratan
kalbu pikiran
indah kandungan
sebab gaya latihan
isi sampiran
indah karangan
sebab pilih gagasan
kaya rincian
indahnya prosa
sebab tutur dan frasa
terjaga rasa
indah puisi
sebab bunyi dan diksi
kalam berisi
indah rekaan
sebab ilham rancangan
nyata khayalan
indahnya sastra
sebab kalbu bicara
jujur secara
indah khazanah
sebab membaca hikmah
kuat dan lemah
indah ciptaan
sebab benci dan cinta
laki dan puan
indah rujukan
sebab tawa tangisan
membawa kesan
indah pujangga
sebab pesan menjaga
jiwa dan raga
indah dunia
sebab ada pembaca
puisi prosa
indah akhirat
sebab surat dan ayat
menjaga hayat
indah kiamat
sebab sudah nubuat
tamat riwayat
(selasa, 210317)
------------------
cintamu sunyi
kekasihmu sembunyi
tak ada nyanyi
harimu sepi
hasratmu tak bertepi
hanya dan tapi
sayang terbagi
harus terulang lagi
ke mana pergi
peluklah aku
bersimpuhlah padaku
rengkuh jantungku
kapan bertemu
kembalikan langitmu
satu dirimu
lautmu biru
gairahmu memburu
juga cemburu
tahukah kamu
bintang bulan untukmu
luruh waktumu
aku merindu
tempat aku mengadu
ombak berpadu
o kekasihku
jangan siakan aku
dingin membeku
(minggu, 120317)
------------------
siapa Tuhan
yang diatasnamakan
dalam hujatan
siapa Tuhan
yang terus dikorbankan
raih tujuan
siapa Tuhan
yang minta perlindungan
kepada preman
siapa Tuhan
marah diteriakkan
sepanjang jalan
Tuhan siapa
yang dipuja rahmatan
setiap insan
Tuhan siapa
yang hanya dibisikkan
di dalam iman
Tuhan siapa
Yang Maha Perkasa
Lagi Kuasa
Penentu Masa
hingga ke alam baka
cipta segala
alangkah hina
makhluk yang hanya fana
di hadapan-Nya
lindungi insan
dari penjual Tuhan
kekuasaan
mendusta umat
dengan dendam kesumat
takhta keramat
bukalah tobat
pintu belum merapat
nanti terlambat
(jumat, 210417)
---------------
suatu siang
seorang pandir datang
mencari Tuhan
di mana Dia
di rumah ibadahkah
atau di langit
padri mendengar
pandir terus berkoar
mencari kabar
Tuhan di sini
di langit dan di bumi
di sanubari
di tengah kita
dalam kitab agama
di dalam iman
pandir berpikir
semua hanya tabir
senyum mencibir
Tuhan khayalan
para penjaja surga
obral neraka
jangan percaya
apa yang belum nyata
di depan mata
padri tertawa
bertanya dari mana
pandir berasal
dulu tiada
lalu sekarang ada
entah kenapa
maka kutanya
Tuhan ada di mana
coba tunjukkan
padri tersenyum
Tuhan dalam dirimu
tanya kabarmu
dalam kalbumu
dalam nalar jiwamu
ujung lidahmu
tiap tanyamu
kata dan ucapanmu
Dia bertamu
kita di sini
karena Dia ada
bersama kita
pandir ternganga
tetap tidak percaya
hingga perlaya
kembali juga
engkau pada Tuhanmu
sampai ketemu
(rabu, 190417)
----------------
kawan dan lawan
rekaman zaman edan
hilang ingatan
siang dan malam
jalanan kian kelam
putih mencekam
harta dan takhta
cahaya depan mata
silau semesta
nakhkoda tua
album berdebu lama
lupakan dosa
senja terasa
ular rawa berbisa
racun kuasa
iblis berpesta
bintang dansa purnama
kursi berbusa
(senin, 240417)
---------------
miso sup jepang
kemasan kertas timah
air mendidih
sakata datang
delapan bulan pulang
karya dilelang
ubud menantang
belasan tahun jalan
pelepah pisang
kanvas organik
tekan dan dikeringkan
dicat kerik
guru sekolah
rancangan ikebana
pensiun tiba
biduk beralih
melukis hingga letih
sawah dan bukit
kamar kos sempit
hemat dan hidup irit
nasi dan sumpit
rupa lukisan
geleri yokohama
bekal kembali
begitu lalu
waktu terus berlalu
seisho bertalu
kapan berakhir
tak pikir tanah air
ubud terakhir
(sabtu, 150417)
---------------
BUNGKA
Sejak halaman 265, di bagian Promotio, penyair memperkenalkan Bungka, puisi 5 baris dalam format 1-2-3-4-5 suku kata atau sebaliknya—sesuai Pancasila, terilhami gagasan, semangat dan pengabdian Bung Karno. Tulis penyair, “Walaupun bertema bebas, #Bungka diutamakan bagi puisi dengan gagasan/spirit kebangsaan/nasionalisme /kebhinekaan/gotong royong dan yang sejalan dengan semangat persatuan dan kesatuan.” Di buku ini ditulis 12 Bungka.
#Bungka (1)
bung
jiwa
dadamu
merasuki
jantung sebangsa
di
Ende
kau cipta
pohon rindang
dasar negara
kau
satu
gelora
menggerakkan
rakyat merdeka
tak
bisa
tergoyah
kesatuan
dan persatuan
dan
negeri
beragam
tunduk patuh
dalam bhinneka
bung
tanpa
dirimu
tak terbayang
apa terjadi
ku
yakin
sejati
abdi bangsa
dharma bhaktimu
ya
Allah
gagasmu
getar nalar
bayang kalbuku
terima kasih
satu bangsa
tak hingga
pada
mu
(minggu, 040617)
#Bungka (2)
kau
waris
falsafah
bagi bangsa
untuk merdeka
kau
sembah
landasan
mengukuhkan
jembatan emas
no!
negeri
bukanlah
hanya milik
satu golongan
non!
rakyat
tak cuma
satu suku
atau agama
niet!
bangsa
tak hanya
yang Jawa
tapi semua
yang
ingin
negara
dasar agama
bahas parlemen
kau
patri
rakyatmu
cerdas hormat
berkebangsaan
kau
pandu
negeri
sejahtera
ke masa depan
moga selamat
rakyat negeri
bersatu
cita
mu
(minggu, 040617)
Tentang Noorca M. Massardi
Noorca M. Massardi lahir di Subang, 28 Februari 1954. Penulis drama, skenario film, aktor, sutradara teater Lisendra, anggota Teater Ketjil Jakarta, pembawa acara beberapa stasiun televisi, pemimpin redaksi sejumlah majalah, pewarta. Novelnya antara lain Sekuntum Duri (1978), Mereka Berdua (1982), September (2006), d.l.a. Cinta dan Presiden (2008), Straw (2015), 180 (2016, bersama Mohammed Cevy Abdullah) dan Setelah 17 Tahun (2016). Kumpulan Haiku-nya: Hai Aku Sent to You (2017) dan Hai Aku (2017).
Catatan Lain
Prolog buku ini berisi “Deklarasi Matsuyama” (halaman 3-28). Disebutkan bahwa Deklarasi Matsuyama dibuat dan dinyatakan pada 12 September 1999. Di bagian akhir deklarasi ini ditulis: “Kami mengumumkan Deklarasi Matsuyama kepada penyair seluruh dunia, dari kota yang sangat luar biasa ini, Matsuyama, tempat Shiki mereformasi haiku satu abad lalu, yang saat itu disebutnya sebagai “Puisi Oleh Orang Kalah.”//Tujuan utama kami adalah untuk melapang jalan kembali bagi kemungkinan baru perpuisian dunia. Haiku menyambut dunia sebagaimana ia menghadapi dunia luar.”
Di bagian Epilog, Warih Wisatsana menulis “Hai Aku Massardi Teguk dan Resapi Berkali” (halaman 245-261). Tulis warih: “Haiku yang ditulis Noorca jelas mencerminkan pribadinya sebagai manusia modern. Dengan bahasa ungkap sederhana, dia merespon situasi kini: dari sosial media sampai sindiran gaya baperan, riuh suasana kota dan gemerlap lampu jalan, serta yang utama ialah rasa hampa dikepung aneka rupa kemajuan yang nyaris tidak terjangkau imaji.”
Di bagian lain, Warih menulis: “Haiku selalu memiliki penanda waktu atau gambaran latar musim tertentu sebagai bagian yang menyatupadukan imajinasi pembaca. Hai Aku Massardi juga memiliki penegasan sikap terhadap waktu, walau bukan berangkat dari penggambaran latar musim sebagaimana Haiku Jepang. Yang hadir di dalam puisi Hai Aku Massardi adalah waktu yang bersandar pada hari, mulai hari Senin hingga Minggu. Pilihan hari sebagai penanda Hai Aku Massardi ini tidak semata merujuk pada momen puisi alit itu diciptakan, melainkan juga menggambarkan pengalaman sang aku-lirik terkait peristiwa keseharian yang dialami, sekaligus mengajak pembacanya membangun asosiasi—segugusan citraan—cerminan dari penghayatan sang kreator pada kejadian-kejadian terpilih.” Begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar