Data buku kumpulan puisi Pewaris Tunggal Istana Pasir
Judul : Pewaris Tunggal Istana Pasir
Penulis : M. Nahdiansyah Abdi
Cetakan : 1, Desember 2009
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin.
Tebal : xii + 194 hlm. 13,5 x 20 cm (200 judul puisi)
ISBN : 978-60284140-12-18
Beberapa pilihan puisi M. Nahdiansyah Abdi dalam Pewaris Tunggal Istana Pasir
Ke Dunia Maya Aku kan Kembali*
Di sana gadisku
sendiri menunggu
Senyumnya sangat, sangat,
sangat virtual
Susah untuk tidak rindu!
Ke dunia maya aku kan
kembali
menghambur ke pelukan
rintih
Serupa burung-burung putih
melesat ke langit bersalju
Gadisku manis seperti ombak
yang menanti
Kulempar jauh dayungku,
kulubangi jukungku
Gadisku sekait sekelindan
dengan ajalku
Tak ada bulan, angin, pacar
Puisi menghilang, kesedihan
pelan mencakar
Dan kulunaskan janji pada
iseng yang membara ini
Apapun tarohannya, ke dunia
maya aku kan kembali
010708
*antara lagu Koes Plus, puisi Chairil, dan
lukisan Leonardo da Vinci
Maut
Maut, maut terhampar dalam
benakku
Digenangi airmataku
Lumpurnya yang mengendap
tercermin di langit
Adam masih di surga, pohon
larangan belum berbunga
Tidak juga aku kangen,
maaf.
201102
Setia
Ini tarian yang kita
butuhkan
lebih terasing dari cahaya
bulan
Kabut merangkak di
jantungku
bersama hak untuk
menindasku
Inilah segelintir cerita
ketika ketahanan kami
melemah
sebab kami telah berupaya
menyayangkan segalanya,
termasuk cinta
240299
Di Pelipismu Aku Mengasah Rindu
Di pelipismu aku mengasah
rindu
Kau harus kubunuh malam ini
juga
Malam terang bulan
Maling-maling pada keluar
menjemput buruannya
Aku keluar memaling
kekasihku dari ajalnya
Aku membunuhmu hidup-hidup
di hidupku
Luka yang rembes seperti
mata air baru nemu
Sakit yang luruh pada lebar
tawa
Mati yang lebur pada hidup
luas menganga
Menggigil: “Kasihku, aku
ingin terbakar api cemburu selamanya!”
191208
Jalan
Dengan enak sekali aku
melemparmu
ke sebuah jalan
kamu pun celingukan
Jalan itu memang pernah kau
kenal
Tapi tak kau perlukan lagi saat
ini
Kamu hanya perlu bertemuku
Entah untuk apa
Lantas kamu menungguku
di bekas pohon yang terbakar
051200
Terhiburlah
Merayakan kota
membokongi kampung
Lidah tidak berdusta
Dompet isinya tagihan
Rumah menjadi showroom
Tubuh mengiklankan sampah
Slogan-slogan berubah dengung
Semua kehidupan menjadi panglima
Terhiburlah!
121107
Laut
Lautan masih menyimpan
keisengan
dan epos garam
Biji demi biji kegetiran
telah dihitung
— tampak klise —
menyeret daku
pada kebun-kebun imaji
kesenangan
tak berpikir matang
ia telah dibunuh
novelet dan drama
kesiasiaan jadi lokal
teramat tipisnya
kalau suatu waktu ia
tergolek
dan menjual akalnya pada
keledai
segera, kasih aku cincin
kawin
220698
Mimpi Siang
Biji-biji masyarakat
memompa sepatuku: menyisipkan paru-paruku yang sakit
Kedengarannya lucu
Tapi ada yang lebih lucu lagi
yaitu tentang sapi menghajar trotoar
yaitu tentang petir melumat waktu
dan rumah-rumah di masa pubernya
Tak tertolong
Semoga sarafku teramat puritan bagimu
Berdenyut cepat ketika mimpimu lembayung, ketika
mimpimu menjelma payung: erotisme yang menggantung.
Catatan Arkeologis
Pada saat yang begitu mencengangkan
seseorang telah ditemukan sebagai mayat
dalam pecahan gerabah dan ziggurat
Dan seorang yang lain
lengannya diikat kasa
menggali seperti kesetanan
Lalu apa yang ditemukan?
Seorang lagi!
Dari tempat yang jauh: perempuan!
210401
O
Biarkan burung-burung itu kewalahan
mematuki es krim dalam iklan
Kamu datang naik sepeda
pipimu kegendutan
Sebuah mobil ditembak dari samping
terjungkal ke hidupmu
151200
Bulldog
Agus Noor
Aku mencium bau orang berbincang-bincang
di dekat kue ulang tahun
perkawinan
dan kepongahannya telah menjadi tempat ibadah yang
busuk, yang bisa dimaafkan dengan perlawanan
abadi
Airmata telah di luar moral
dan kakiku kesemutan dengan sendirinya
250600
Marg Bar Amrika
Berlangganan suara bising ombak laut
Awan mendung seperti ditarik menutupi cakrawala
Di geladak yang lebih sunyi itu, aku ditawari
“Tagaroa” minum kopi
Cinta terlihat dalam beberapa kata
Kenikmatan yang akan ditempuh dalam hitungan mil
Sejak itu cuaca membaik
Engkau menoleh padaku dan menggariskan perpisahan
yang kecut
Arus laut yang tabah dan perayaan keberanian
adalah lumba-lumba yang terluka siripnya
dalam semak-semak dongeng dunia
111099
Tentang M. Nahdiansyah Abdi
Terlahir di desa Durian Gantang, Kab. Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Memulai debut di Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha, Banjarbaru, tahun 2005, di mana saat itu bergabung penyair Eza Thabry Husano, Hamami Adaby, Arsyad Indradi, Sri Wuryani, Yuniar M. Ari, Hudan Nur, dll. Buku puisinya yang pertama Jejak-jejak Angin (Olongia, Yogyakarta, 2007) bersama Hajriansyah, disusul Parodi tentang Orang yang Ingin Bunuh Diri dengan Pistol Air (Tahura Media, Banjarmasin, 2008) dan Pewaris Tunggal Istana Pasir (Tahura Media, Banjarmasin, 2009). Tinggal di Banjarbaru. Bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sambang Lihum.
Catatan Lain
Tak terbayangkan sebelumnya memiliki buku puisi sendiri. Ya, saya telah melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar