Sabtu, 12 Maret 2011

Eza Thabry Husano: LELAKI KEMBANG BATU


Data buku kumpulan puisi Lelaki Kembang Batu

Judul : Lelaki Kembang Batu
Penulis : Eza Thabry Husano
Cetakan : 1, 2008
Penerbit : Tahura Media, Banjarmasin & Komunitas MGR, Banjarbaru.
Tebal : 144 halaman (99 judul puisi)
Editor  : Dewa Pahuluan
Sketsa wajah : D. Zawawi Imron
Desain sampul : Hery S
ISBN : 978-979-17562-5-9


Beberapa pilihan puisi Eza Thabry Husano dalam Lelaki Kembang Batu


Elegi Musim

menangkis tusukan cinta yang tak bersih.  Musim amis
aku membasuh sayap mimpi di karat sunyi.

kau peluk habis musim bergaun airmata
aku berjuntai damai menaksir maut.

kau kehilangan jejak mengemis takdir waktu
aku mengganggang nyala api di tungku batu.

rindu-dendam belum usai mengucapkan narasi cinta
aku melayat puisi untuk matamu yang terluka.

kanan-kiri suara saling menghardik-menusuk
aku menepi melupakan suara dan jarum tusukan.

sebuah lakon tragedi di pentas airmatamu
aku sebuah monumen silam tanpa haru.

penyair musim-penyair pisau belati!
aku tak sedang meludahi perjalanan matahari.

Banjarbaru (2006)



Nyanyian Rumputan Pahit

menyimak kisah mendulang
simaklah hutan lubang berbatu karaha
ciumi lumpur selagi fajar
rumputan pahit.  Pada matamu
mereka ucapkan salam pada sunyi
kau simpan dimanakah janji kilaumu?

jika seorang anak kecil berdiri di situ
menatap gubukmu, lalu berkata :
“Dalam perang, prajuritlah yang mati terlebih dahulu“.
tak usah hirau
di sini tabu bahasa kata-kata, tradisi membatu
keringat lepuh : “Cempaka-cempaka! “
tanah garapan kubur impian: batu nisan !
(di sini tak bakal berdiri istana
karena mahkota hanya milik para ratu
pengisap darah rahimmu)

janganlah tetangis duh
pilu itu pun kepingan harapan
dari rumputan pahit ia datang
sudah berbaris puluhan tahun di sini
dan akan berpuluh tahun lagi
                                    : buru-memburu
  
Banjarbaru (1992-2003)
*) Cempaka =   lokasi pendulangan intan salah satu kecamatan di kawasan Banjarbaru Kalsel.


Burung-Burung Bukit

kutulis surat dengan dawat
di atas selembar daun tersisa
buat sejauh-jauh burung terbang
berkabar tentang hutanmu
kehilangan ranting pohon dan sarang
air pancuran tersumbat di batu-batu
rumah balai suku bukit
dilipat-lipat asap kabut
dilindas peradaban modernisasi
tangan-tangan perkasa
penjarah rimba zaman

o dangsanak, betapa pedihnya

tanah tugalan, lereng bukit, tepi sungai
dicabik-cabik beruang penguasa
dalam kancah perjudian manusia
dayak bukit kehilangan halaman
untuk pulang ke rumah balai
tuahnya dilipati kabut
lalu-lintas peradaban
mengubur hidup-hidup kelestarian

o dangsanak, betapa pedihnya

bencana datang mengusik tidurmu
o burung-burung bukitku
kupanggil-panggil ruh dupamu
dari beratus bukit leluhur
dari beratus hentakan jeram

kuuur semangat
kuuur semangat

nyalakan api timpas mandaumu
hantamkan kayas tombakmu
tiup racun damak sumpitmu
kibarkan parangmaya dari titis airmatamu
tanda perlawanan
tanda perlawanan
sebelum nafasmu kiam
di ranting-ranting dahan

o dangsanak, betapa pedihnya
sembilu waktu!

Banjarbaru (2007)


Akar-Akar Batu

sayap-sayap buih burung-burung waktu
mengepak-ngepak mahambin api perahu
hilir-mudik kayuhkanlah tembang kelu
di kemerlap tebing akar-akar batu
sayatan lumut pisau-pisau pasir
ke muara gerusan nasib batu!

doa sarang beribu ranting-ranting
burung-burung hari makin menua
mematuki bara-bara cinta
di gelombang api matahari

oi, apungkanlah akar-akar batu!
Pada cabikan beribu sungai Mu

kayuh yang teguh, pastikan berlabuh
kariau senja menjauh!

aku lelap dalam perahu
riak memanjatkan doa hari menjadi waktu
pesisir disulap hijau safir
airmata siapa itu terus menghilir
membaca muara tadarus takbir?

(menunggu itu jadikan duri di miang waktu
di batang mawar berduri akar-akar batu)

di bawah bayangan luka duriku sendiri
di penghujung kelam sayat-sayat perahu!

Marabahan-Banjarbaru, ujung larutku (2005)


Zikir Api

suar dunia mati cahaya seluruh sendi
ruh menipis di penghujung kata-kata puisiku
mengapa musim tiba-tiba malam
menyekap beribu perjalanan kelam

hari menepi menuntun nafas matahari
menyeberangkan kenangan api rindu
raib di bentangkan waktu
di timbunan daki sampah sepatu
membusuk di tasik-tasik zaman
tak pernah tamat mengaji kiam

akulah nyala beribu kenangan
mengganggang rasa cinta di rentangan sajadah
dalam sujud sembahyang zikir api
jadi batu asahan api rinduku

Banjarbaru (2007)


Jejak Sepatu

aku enggan menelusuri ruang menggagap
rambutmu dalam tirai-tirai gelap
sementara daun jendelamu menjatuhkan sisirku
dalam busa diterjen waktu
sehabis hujan, matamu nanar ke tebing jurang
jejak sepatu siapa senyap hitungan hari?
bunyi telepon berdering berulangkali
kemudian sunyi. tapi aku tak sendiri
di antara sebuah asbak dan potretmu
semasa kanak-kanak
kuketuk pintu: “Selamat malam”, hujan
benar-benar rinai disaput cuaca halilintar
“Akukah ganti jejak sepatu senyap dalam mimpi
itu ?”bisikku.
tebing jurang diam-diam menganga ingin
menelan sejarahku.
di halaman sebuah rudal meledakkan sepatu
berkeping-keping
: tubuhku melayang.

Banjarbaru (2005)


Tentang Eza Thabry Husano
Lahir di Kandangan Kalsel, 3 Agustus 1938. Menulis puisi, cerpen, naskah drama dan esai sejak 1959. Karyanya tersebar di berbagai media cetak Banjarmasin, Yogyakarta, majalah sastra Horison Jakarta.
Tahun 1985, ia menerima Hadiah Seni Bidang Sastra dari Gubernur Kalsel. Tahun 1987, menerima Piagam Penghargaan Seniman Terbaik dari Bupati Barito Kuala. Tahun 2004, Piagam Penghargaan Seniman Sastra Terbaik dari Walikota Banjarbaru.
Puisi-puisinya terdapat dalam antologi Getar (Bulsas Kreatif Kota Batu Jatim, 1995), Getar II (Bulsas Kreatif Kota Batu Jatim, 1996), Bangkit III (Bulsas Kreatif Kota Batu Jatim, 1996), Datang dari Masa Depan (Sanggar Tasik, Tasikmalaya, 1999), Jakarta Dalam Puisi Mutakhir (Dinas Kebudayaan Jakarta bekerja sama dengan Masyarakat Sastra Jakarta, 2000), Sajadah Kata (Taufik Ismail dkk, PT. Saamil Cipta Media Bandung, 2002), La Ventre de Kandangan PemKab HSS (2004), Cakrawala Sastra Indonesia “Perkawinan Batu” (Dewan Kesenian Jakarta, 2005), Dimensi (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2005). Biodata Kesastrawanan Eza Thabry Husano, terdapat di Buku Pintar Sastra Indonesia, Editor Pamusuk Eneste (Penerbit Buku Kompas Jakarta, 2001).
            Antologi puisinya yang sudah diterbitkan, antara lain : Banjarbaru Kotaku (1974), Dawat (1982), Rakit Bambu (1984), Surat dari Langit (1985), Celurit Dusun (1993), Bunga Api (1994), Aerobik Tidur (1996), Tiga Kutub Senja (2001) bersama Hamami Adaby dan Arsyad Indradi, Kumpulan Puisi Bahasa Banjar Baturai Sanja (2004). Juga terdapat dalam kumpulan puisi terbitan Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha, seperti Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003), Bulan Ditelan Kutu (2004), Bumi Menggerutu (2005), Melayat Langit (2006), Kugadaikan Luka (2007), Malaikat Hutan Bakau (2008), dan Menggoda kehidupan (2009).
Bertempat tinggal di Jalan Kenanga No.45 Telepon 0511-4774862 Banjarbaru 70711 Kalsel, sekaligus sebagai markas Komunitas Kilang Sastra Batu Karaha.

  
Catatan Lain
Buku Lelaki Kembang Batu  ini dibantu penerbitannya oleh Dewa Pahuluan melalui Komunitas Minggu Raya (MGR). Sebagian pengetikan dikerjakan oleh saya, sebagian yang lain oleh Hudan Nur dan Supian Noor. Oleh penulisnya, buku ini akan diberi judul Jejak Sepatu, tapi dari hasil diskusi saya dan Hajri di kantor Tahura Media, judul itu dirasa kurang menggigit. Akhirnya kami mencari-cari judul puisi yang bisa dijadikan judul buku. Saya mengusulkan Lelaki Kembang Batu, diamini oleh Hajri dan saat dikonfirm ke Hudan dan ke penulisnya, tidak ada masalah. Maka jadilah. Diskusi Buku Kumpulan Puisi Lelaki Kembang Batu dilaksanakan di Book CafĆ©, Banjarbaru, tanggal 8 Nopember 2008 dengan pembicara Sainul Hermawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar