Data buku kumpulan puisi
Judul : Ingin Dimabuk Asmara
Penulis : Masriyah Amva
Penerbit : Nuansa, Bandung
Cetakan : I, Januari 2009
Tebal : 140 halaman (70 puisi)
ISBN : 978-602-8395-23-6
Editor : Jay
Desain cover :
Ahmad Baequni
Tata letak :
Olivia
Kata pengantar :
Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siraj, M.A.
Beberapa pilihan puisi Masriyah Amva dalam Ingin
Dimabuk Asmara
Aku Hancur
Aku hancur lebur
Kala aku melihat kenyataan
Dan merasakan ketidakadilan
Tentu,
Karena aku masih merasakan
Selain mencintaimu
Dan masih menuntut cinta
Selain cintamu
Makkah, 28 April 2008
Cintamu dan Cinta Semu
Tuhan…
Engkau adalah cintaku
Di saat aku jera dengan cinta selain-Mu
Di saat aku tak memiliki cinta selain cinta-Mu
Di saat aku tak membutuhkan cinta selain cinta-Mu
Di saat aku hanya melihat cinta-Mu
Biarkan…
Aku hanya merasa cukup dengan cinta-Mu
Aku hanya merasa bahagia dengan Dirimu
Tuhan…
Engkau adalah cintaku
Di saat aku tahu bahwa semua cinta itu semu
Dan di saat aku merasakan bahwa semua
cinta
bagai empedu
Makkah, 28 April 2008
Aku Mengenalmu
Sejuta tanya kulontarkan
Sejuta tangis histeris mengiris
Namun Engkau tetap diam
Membiarkanku didera cercaan
Kau cipta aku dengan kekurangan
Kau cipta aku dengan kelemahan
Kutanya mengapa?
Namun Engkau selalu diam
Engkau terus bersembunyi
Walau aku terus mencari
Kau selalu membiarkanku
Terus dilecehkan dan dinistakan
Aku lelah
Aku jera
Aku benci dengan diriku
Aku bosan dengan mereka
Aku jera dengan semua
Dan di ambang putus asa
Aku pasrah… Aku pasrah…
Namun Dirimu yang selalu kucari
Tetap saja bersembunyi
Lalu…
Kebencian kutinggalkan
Penderitaan kuhancurkan
Rasa penasaran kukubur dalam-dalam
Dan kubiarkan hinaan dan nistaan terus
menghantam
Kubiarkan aku tenggelam
Dan terus tenggelam
Lalu aku menyelam
Menyelam…
Terus menyelam
Di dasar lautan itu
Tiba-tiba saja
Engkau menampakkan Dirimu
Betapa…
Aku sangat terkesima
Betapa…
Aku sangat terpana
Sebuah kesadaran baru lalu menjalar-jalar
Sebuah pengakuan baru lalu menyatu
Betapa…
Kini aku tahu
Bahwa Engkau adalah Sang Mahamulia
Dan aku adalah si hina-dina
Bahwa Engkau Sang Mahasempurna
Dan aku adalah si lemah
Di dasar lautan itu
Aku pertama kali mengenal-Mu
Dan aku pertama kali mengenal diriku
Februari 2008
Doa Kepasrahan
Aku mengatur hidupku
Dengan segala rencana
Dengan segala cita
Dengan segala harapan
Tanpa campur tangan-Mu
Aku berjalan dan berlari
Tanpa menyapa-Mu
Aku duduk dan berdiri
Tanpa mengingat-Mu
Aku hidup
Telah meninggalkan-Mu
Aku ada
Telah melupakan-Mu
Engkau kuabaikan
Dalam hari-hariku
Engkau kupinggirkan
Dalam langkah-langkahku
Ternyata…
Kutemui duka
Kecewa
Nestapa
Aku telah kehilangan diri
Aku telah kehilangan arti
Semua pergi meninggalkanku sendiri
Aku jatuh terpuruk
Aku jatuh tertubruk
Remuk
Hancur
Bangunan kokoh itu
Runtuh…
Bangunan cinta itu
Luruh
Aku tercabik-cabik
Dengan luka parah berdarah
Kucoba bangkit
Menggapai tangan-Mu
Kucoba menengadah
Melihat wajah-Mu
Aku pasrah…
Tertunduk malu (atas kesombonganku)
Aku pasrah…
Menunggu titah-Mu
Aku jera…
Mengatur dan menata hidupku
Lalu aku berdesah…
Aku pasrah dan menyerah
Aku ingin Kau mengatur hidupku
Aku jera dengan kebodohanku
Selama ini aku buta
Bahwa Engkau adalah
Sang Pengatur ulung
Sang Manajer andal
Tuhan…
Aku ingin Engkau
Menjadi manajerku
Yang selalu mendampingiku
Mengaturku
Mengarahkanku
Agar aku
Tak lagi seperti dulu
Agar aku
Tak pernah lagi runtuh
Aku ingin berdiri kokoh
Tegar
Hingga
Tak ada satu pun
Yang mampu merobohkanku
Karena Engkau selalu ada
Di depanku
Di sampingku
Di belakangku
Di atasku
Di tanahku
Di darahku
Di nadiku
Di nafasku
Di jiwaku
Selalu bersatu
Azizia, September 2008
Pasrah
Aku tak berdaya…
Pasrah
Semua yang Kau berikan untukku
Adalah kebaikan dan keindahan
Maafkan bila air mata ini masih mengalir
Bukan karena aku meronta
Namun, aku hanyalah manusia biasa
19 Mei 2008
Engkau Adalah
(Untuk Almarhum Suamiku)
Engkau adalah jendela
Tempat aku melihat Dia
Engkau adalah buku
Tempat aku membaca ilmu
Engkau adalah misteri
Tempat aku belajar memahami arti
Engkau adalah tabir
Tempat aku menyingkap rahasia
Engkau adalah panorama
Tempat aku menikmati keindahan-keindahan-Nya
Engkau adalah sekolah
Tempat aku menulis dan membaca
Engkau adalah lautan
Tempat aku menyelam
Engkau adalah keajaiban
Karena-Mu aku selalu terpukau
Pada sebuah kebesaran
Dan membuatku tersentak!
Dan terjerembab
Menyaksikan adanya sebuah kekuatan
Engkau adalah tempat bersejarah
Tempat aku pertama kali mengenal diri-Nya
Juni 2008
Beda Selera
Aku suka PDIP
Engkau suka GOLKAR
Aku suka Syafi’i
Engkau suka Hambali
Aku suka Mu’tazilah
Engkau suka Asy’ari
Aku suka Muhamadiyah
Engkau suka NU
Aku suka pedas
Engkau manis
Itu adalah perbedaan
Kita tak perlu gontok-gontokan
Mustahil
Semua manusia punya selera sama
Buktinya
Aku dan engkau berbeda selera!
Dan surga
Milik kita semua
10 Desember 2007
Angkatlah Anakku
Angkatlah anakku
Untuk menjadi anak-Mu
Agar Kau beri dia cahaya
Di saat dia gelap dan gulita
Aku manusia
Yang tak mampu meneranginya
Dengan sejuta lilin dan lentera
Aku manusia
Yang tak mampu mengarahkannya
Dengan sejuta cara dan upaya
Engkaulah
Sang pemilik lentera
Dan sang penggenggam jiwa
Angkatlah anakku
Untuk menjadi anak-Mu
Agar aku bahagia
Cirebon, 14 April 2008
Engkau Bukanlah Kezaliman
(Curahan Hati Seorang Janda)
Adakah aku masih mendambakan sosok yang mulia?
Sedangkan aku tahu diri-Mu Sang Mahamulia
Dan sangat mampu menganugerahiku taburan kemuliaan
Adakah aku masih mendambakan sosok yang terhormat?
Sedangkan aku tahu diri-Mu Maha Terhormat
Dan sangat mampu memberiku berjuta kehormatan
Adakah aku masih memimpikan sosok yang kaya?
Sedangkan aku tahu Dirimu Sang Mahakaya
Dan sangat mampu menganugerahiku berlimpah kekayaan
Andai Engkau masih memaksaku
Untuk mengharapkan selain diri-Mu
Sungguh, berarti Engkau telah melakukan
kezaliman
besar atas diriku
Sedangkan aku sangat tahu diri-Mu bukanlah kezaliman
Cirebon, Juni 2008
Ajari Aku Menarik Pesonamu
Tuhan…
Aku sangat polos dan lugu
Tak tahu cara untuk menggoda-Mu
Aku terlalu miskin dan lusuh
Takkan mungkin bisa menarik perhatian-Mu
Aku tak punya daya dan upaya
Untuk membuat-Mu jatuh cinta
Tuhan…
Ajari aku untuk menarik pesona-Mu
Aku sungguh tak mengerti dan tak tahu
Ajari aku…
Untuk berbedak dan bergincu
Ajari aku…
Untuk menari tarian-tarian kesukaan-Mu
Ajari aku…
Untuk membuat-Mu selalu ingin menyayangiku
Selamanya…
Cirebon, 5 Mei 2008
Engkau
Engkau…
Engkau…
Engkau…
Lagi-lagi Engkau
Dan selalu Engkau
Engkau…
Engkau…
Tiada yang lain
Engkau…
Ternyata hanya Engkau
Dan Engkau
Engkau
Memang Engkau segalanya
Tiada
Tiada
Kecuali Engkau
Dan Engkau
Semua selalu Engkau!
Tiada
Tiada
Tiada akhirnya
Selalu serba-Engkau!
Dan hanya Engkau
Akhir sebuah harapan
Akhir sebuah sandaran
Akhir sebuah pencarian
Akhir sebuah jawaban
Akhir sebuah penyelesaian
Akhir sebuah kepasrahan
Akhir sebuah angan
Dan akhir bagi semua masalah
Keindahan Musuh
Musuhku…
Kritikus andal
Di sana Engkau mengajar
Musuhku
Licik dan pintar
Di sana Engkau membuat aku tegar
Musuhku…
Selalu menghancurkan dan meruntuhkan
Di sana Engkau buat aku kekar
Dia mengenalkanku pada-Mu
Membawaku ke puncak ilmu
Menuntunku ke pelabuhan itu
Dia…
Anugerah indah
Dan sangat berjasa
Namun…
Kita selalu mencacinya
Jasa-jasanya tak pernah disebut dan dipuja
Dia…
Anugerah yang sering tidak dimengerti
Dan selalu dianggap momok yang sangat ngeri
Gusti…
Singkapkan tabir ini
Aku ingin melihat keindahan sejati
Cirebon, 19 Mei 2008
Terkaget kaget
Aku selalu terkaget-kaget
Ketika Kau ulurkan tangan
Ketika Kau beri aku senyuman
Dan Kau memperkenalkan Dirimu
Sampai kapan pun
Aku selalu terkaget-kaget
Bila Engkau selalu mengajakku
Untuk berkenalan dengan-Mu
Pikiranku tak pernah dapat menjangkau ketinggian-Mu
Nalarku tak pernah mengenali kemurahan-Mu
Mataku tak pernah menembus kekuasaan-Mu
Lalu Kau datang memperkenalkan Dirimu
Tentu
Selamanya
Aku terkaget-kaget
Cirebon, 7 Deember 2007
Ajari Aku Cinta
Ajari aku cinta…
Karena kebencian bukanlah Dirimu
Semaikan dalam relung hatiku
Benih-benih cinta dan kasih
Karena aku tak ingin
Bernafas dan bernyanyi
Selain dengan nada-nada cinta
Sesak nafasku
Bila kebencian merasuki jiwakku
Gelap duniaku
Bila kesakitan harus kusuburkan di hatiku
Ajari aku…
Melukis gambar cinta indah
Agar aku dapat memajangnya
Di rumah jiwaku yang gelap dan gulita
Doa di Keheningan Malam
Tuhan…
Tunjukkan kepadaku setiap kata dan tindakan
Yang bisa menumbuhkan kasih-Mu dan senyuman
Tunjukkan kepadaku setiap gerakan hati dan jiwa
Yang membuat-Mu selalu jatuh cinta
Tunjukkan kepadaku cara bertindak dan berkata
Yang dapat membuat-Mu suka ria
Tuhan…
Dengarkan pintaku!
Aku ingin Engkau jatuh cinta dan suka
Aku ingin Engkau menjadikanku selalu dimabuk asmara
Cirebon, 14 April 2008
Aku tak Pernah Mengerti
Aku tak pernah mengerti aku
Aku hanya mengerti Dirimu
Aku tak pernah mengerti apa yang terjadi
Aku hanya mengerti kehendak-Mu
Tak pernah mengerti
Engkau memang sulit dimengerti
Cirebon, 8 Desember 2007
Tentang Masriyah Amva
Hj. Masriyah Amva lahir 13 Oktober 1961 di kampung
pesantren, Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon. Sejak kecil dididik oleh
ayah-ibu yang sehari-hari berkecimpung sebagai pengasuh utama pendidikan
pesantren. Pernah nyantri di Pesantren Al-Muayyad, Solo, Pesantren Al-Badi’iyah
(di bawah bimbingan Ny. Hj. Nafisah Sahal dan K.H. Sahal Mahfudz) Pati, Jawa
Tengah, Pesantren Dar Al-Lughah wa Da’wah di Bangil di bawah bimbingan Habib
Hasan Baharun. Saat di Bangil ini dipinang K.H. Syakur Yasin dan berangkat ke
Tunisia selama 4 tahun. Dari perkawinan ini memperoleh dua putra. Setelah
delapan tahun berumah tangga, sayangnya harus berpisah. Setahun kemudian pernikahan
kedua dengan K.H. Muhammad. Yang kemudian bersama-sama merintis Pondok
Pesantren Kebon Jambu, Babakan, Ciwaringin. Selain aktivitas di pesantren, juga
aktif di kegiatan Fatayat NU, Fahmina Institute dan pendampingan perempuan
Mawar Balqis. Kumpulan puisinya: Ketika
Aku Gila Cinta (2007), Setumpuk Surat
Cinta (?) dan Ingin Dimabuk Asmara
2009. Sebuah bukunya lagi merupakan refleksi kehidupan Cara Mudah Menggapai Impian (2008).
Catatan Lain
Saya ingin menulis beberapa paragraf yang menjadi bagian dari
kata pengantar oleh Prof. Dr. K. H. Said Aqil Siraj, M.A. di buku ini: “… Kita
tidak harus memahami agama hanya dari ayat Al-Qur’an atau Hadits saja. Kata
Imam al-Ghazali, “Hati seseorang sering tidak luluh dengan ayat Al-Quran dan
Hadits, tetapi bisa luluh ketika dia membaca syair.” Banyak sekali para sufi
seperti halnya Ibn al-Arabi, Hamzah Fansuri, Al-Hallaj, Jalal ad-Din ar-Rumi
dan lainnya, menggunakan syair-syair sufinya sebagai senjata yang ampuh untuk
meluluhlantakkan kerasnya hati seseorang sehingga hatinya akan terhanyut kepada
lautan kebesaran Allah.”
Di
bagian lain ditulis begini: “Bangsa Arab dikenal sebagai bangsa yang mempunyai
kelebihan bersyair dengan menyusun kata-kata indah. Katika jaman jahiliah, para
penyair berkumpul setiap tahun pada bulan-bulan haji di suatu pasar yang
dikenal dengan pasar Ukadz. Ini adalah salah satu tempat festival sastra
(puisi). Di tempat ini para sastrawan-penyair terkemuka dari seluruh penjuru
Arabia datang untuk beradu karya sastra dan puisi.//Rasulullah sendiri
mengagumi syair walaupun beliau bukan penyair. Beliau mengangkat beberapa
penyair untuk mengkonter (menjawab) syair-syair dari musuh-musuh beliau yang
bermuatan negatif, antara lain Hasan bin Sa’di dan Ka’ab bin Zuhail.//Kata
sya’ir secara makna berarti rasa (rasa yang timbul dari kepekaaan hati nurani,
perasaan yang halus dan perasaan yang dalam). Perasaan yang mulia akan
melahirkan syair yang mulia dan bermakna. Sebaliknya syair, ketika keluar dari
sosok yang memiliki perasaan tidak mulia (jahat), maka akan menghasilkan syair
yang mengandung makna negatif. Rasulullah Saw bersabda, “Inna min asy-syi’ri
la-hikmatan.” -- Sesungguhnya sebagian dari syair mengandung sebuah hikmah (kebenaran).
Rasulullah diberikan Allah swt mukjizat yang sangat dahsyat, yaitu Al-Qur’an
yang bisa melumpuhkan para penyair-penyair handal pada masa itu.”
Di
sampul belakang buku, ada 3 suara berbicara, yaitu kutipan yang diambil dari
kata pengantar oleh Prof. Dr. K. H. Said Aqil Siraj, kemudian ada suara (di
sana ditulis) K.H. D. Zawawi Imron, penyair dan budayawan Madura dan Mathori A
Elwa, (di sana ditulis) pertapa, pensiunan penyair. Kata D. Zawawi Imron:
“…Dalam menulis puisinya Nyai Masriyah lebih mengutamakan cetusan suara
batinnya daripada mengupayakan bentuk. Tapi justru dengan cara seperti itu,
puisi-puisinya lebih mendekati puisi sufi. Karena ia seorang pengasuh
pesantren, maka dengan kehadirannya akan menambah kekayaan Pustaka Pesantren…”
Kalau
pandangan saya begini: saya setuju dengan ungkapan Gus Zawawi bahwa puisi-puisi
Nyai Masriyah mengutamakan cetusan suara batin. Tapi kalau disandingkan dengan
penyair-penyiar sufi yang disebut Gus Said Aqil, sepertinya jauh berbeda.
Puisi-puisi mereka, saya pikir, kaya dengan metafor dan di beberapa bagian
sulit dicerna orang awam. Sedangkan puisi-puisi di kumpulan ini, saya pikir,
terang-terang saja. Entahlah. Tapi ada sementara orang yang memang membedakan
antara puisi sufi, puisi berciri sufistik dan puisi religius. Ya, pembedaan
itu, mungkin bagus juga buat orang-orang yang suka mikir. Tapi tokh, seperti
kata orang, agama diciptakan bukan untuk para filosof doang, tapi untuk semua
orang, dan mayoritas orang adalah orang awam yang berpikir sederhana. Jadi
apapun ekspresi kekaguman mereka itulah religiusitas, termasuk juga yang keluar
dari penganut paham-paham sufi. Dan dalam tingkatan pengertian ini, kekaguman
dan ketakutan itulah sufi. Sufi itu adalah tentang keseharian. Inti sari
pelajaran sufi hanyalah akhlak. Dan bukankah itu juga intisari agama? Jadi, tidak ada istilah kalau sudah sufi lebih
tinggi dari yang religi. Yang sufi adalah bagian dari yang religi. Bagi yang suka berpikir ruwet, jelas tak bisa
menerima penyederhanaan ini. Tapi biarlah ia mencari, karena keruwetan adalah
jalan yang sah juga untuk mendapatkan kepuasan batin, sebagaimana jalan
kesederhanaan adalah juga jalan yang dipilihkan-Nya bagi para hamba di alam dunia. Ah, kenapa saya jadi pusing ya…? :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar