Data buku kumpulan puisi
Judul : Bung!
Penulis : W. Muttaqien Ahmad
Cetakan : I
Penerbit : Kedai Buku
Sinau, Jakarta.
Tebal : 157 halaman (109 puisi)
ISBN : 978-979-15449-5-5
Gambar sampul : Adhiklaud
Tata letak sampul dan isi :
Wees Skool
Bung! terdiri atas lima bagian, yaitu bulan di jakarta (32 puisi), suatu
hari di kedai kopi (15 puisi), keheningan puisi persis seperti gelembung
soda yang kaget ketika ada yang suka (37 puisi), mimpi-mimpi yang
kemudian disebut rumah yang tidak bisa tidur (21 puisi) dan biografi kerinduan
(4 puisi)
Beberapa pilihan puisi W. Muttaqien Ahmad dalam Bung!
MANA
kotakota milik pelarian
sedang para penjudi
berumah di kartu mati
belum genap kalah
berharap bulan kembali belah
katakata milik pedagang
: kau pasar apa menjual mana
menunjuk neraka yang sama
‘Tuhanku aku masih menyebut namaMu ?’
segumpal tanah berebut darah
2011
Catatan
Mana [kata benda] tenaga hidup yangg
tidak berpribadi dan ada pada manusia, binatang, tumbuhan, dan segala macam
benda, biasanya untuk jimat atau fetis, serta membawa keberuntungan bagi
pemiliknya, tetapi akan menimbulkan kerugian bagi orang yang tidak
menghiraukannya (menurut pandangan orang Melanesia)
‘Tuhanku aku masih
menyebut namaMu’ diambil dari sajak Doa, Chairil Anwar, 1943
KISAH MEJA DAPUR
buat ER: sebuah meja dapur adalah
segalanya
‘meja dapur yang kita pilih mestilah besar
dan kuat, juga celemek yang
kau kenakan mestilah tembus pandang’
sedikitnya ia menambahkan mentega dan
lada
di hadapannya sebuah ketagihan yang
terus bekerja
dapurnya pencerah sekaligus pencahar
yang menggelontorkan ocehan tentang
harga pasar
naiknya cabe, bawang, dan tempe seperti
bulu ayam
di meja kita saling memagut daging
setiap hari layaknya pengantin baru
mendatangi pasar seperti baru kenalan
dan aku bilang pada anakku – kita ini
harus bangga jadi bangsa tempe,
biar diinjak-injak tetap terasa enak –
dan aku memeras garam di punggungmu
otakku telentang melihat meja dapur
yang kosong sambil menyiapkan nasi
kepal
kebahagiaan mustahil tanpa bumbu
ususku mengunyah bungabunga
melelehkannya di tungku bawah perutmu
meja siangmalam menggilirmu huluhilir
dengan atau tanpa celemek itu
2011
JALAN IBU
Sendirian keluyuran untuk dikenali
sebagai saya
Sebutir kota, tengah dan tepinya retak
Di sana, orang-orang
melahirkan saya yang lain
Ibu menunggu dengan segelas teh hangat,
telor ceplok, dan nasi
masih mengenali dan tersenyum
Nak,
Sendirian ibu di
rumah. Dikenali sebagai ibu
membuat banyak jalan
tak retak
tak bertepi
tak pernah pergi
2011
MEMBACA PERANG
yang bertempur tidak bertafakur. ia
memandang padamu yang
sedarah semerah amarah. tidak mungkin
perang disebabkan cinta lalu
menghadirkannya
semesta perang bukan semesta kerinduan.
ia memandang ke
bukan cahaya. kubaca pelan-pelan dendam
yang mengular. kesumat
bersambat
menusuk pengertian
yang membaca cinta tidak perlu curiga.
menahan lapar mata
mencemburui si buta. hakikat cinta
adalah cahaya
berpinak di hati
2011
KISAH NUN
lengkung aku memalumu
membusur lekukmu
mengarung langit ambang
puncak tuk dijejak
: hidup memangku bintang
melamunkan Kau
menjelajah bidangbidang rahasia
2011
BULAN DI JAKARTA
bagianku matahari anakku bulan
kota menyala malam
anakku menanaknya di kepala
membaginya ke kawan sebaya
Jakarta syahdu bagi perindu
gelandangan sempurnakan ritusnya
anakku tidak pernah kecewa
melihat peminta-minta
dan tato yang didagangkan di bis kota
murah saja walau tak begitu sederhana
bulan melahirkan kengerian
terasa bagai pernyataan kehidupan
orangorang melewati takdirnya
berakhir di keluarga
atau dengan anjing plus topi miring
anakku bulan memantulkan matahari
cincin gerhana kering di mata
serupa Jakarta disiang hari
adakah menyala malam
yang gagal disembunyikannya
2011
HUTAN LUKA
luka sepi
di hutan gugur daun
bunyi angin jadi sajak cinta
di telinga kijang dan bunga rumput
luka sembuh
di hutan embun lumut
gerak angin jadi lukisan
pada batu dan pasir
luka buka
di kedalaman kawah
kata hati
jadi cuka
di gigir dan dasarnya
meninggi luka
jauh berjarak
di gelap hutan
dari keramaian peradaban
kuburan dosa
jadi lumpur mendera desa
kalut hutan
di keramaian
bergegas
sempoyongan bergelondong
jadi luka
yang hilang dari peta
2006
ON MUSCLE MUSEUM
sembilu
tumbuh
seusia tubuh
seonggok tendon
tercabik ingkar
luka beban masa
lalu
hati seperti butuh pengakuan
mari pergi!
kembali menjadi
dengan-tanpamu
sembilu
tumbuh
di kamar paling sementara
lenyapkan bahasa
: kau berkata tentang sesuatu yang jatuh dari
bunyi yang keluar dari
telinga sebagai aksen
aduh, semesta yang kupahami hanya bunyi
Basic English dan
bahasamu seperti konser air yang
digelontorkan ke kali depan rumah
dari kloset duduk bermerek American Standard
Catatan
Muscle Museum sebuah
lagu ciptaan MUSE
SUATU HARI DI KEDAI KOPI
Tertanda tutup untuk dahaga
Terbuka pintu-pintu rahasia
pakaianku tidak cukup pantas untuk
mengucap
salam pada tanda baca
beribu tahun berulang dihampiri
pengelana
seorang yang purba
mencoba menerka seribu tahun berikutnya
menetak sabda
di kedai kopi suatu hari
tempat orang-orang lupa
ajal mungkin tiba pada teguk ke tiga
dan mulut yang kering mengucap asma
meruncing makna harum bunga
2011
SANG PENYAIR
Ia mati. Dan menjadi laut.
Aku berenang di kedalamannya
Menyusur ombak kata-kata dan pulau
amsalnya
Ia mati. Dan menjadi kota.
Aku klayapan di jalan gelap dan terang
Dengan kakitangan yang lapar dan
penyakit menular
Ia mati. Dan menjadi tanah.
Orang-orang menanamnya dan menulisi
nisannya:
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(dan ia benar hidup, melampaui
kematiannya tanpa menolak mati)
Ia kembali. Mempekerjakan sajak
Di negeri yang kehilangan harga diri
Aku laki-laki akan menjadi ibu yang
melahirkan diri
Ia lakilaki pecinta yang tidak bisa
menolak Ida
Perempuan menciptakan sajaknya yang
lakilaki
Ia kembali berdiri. Dan tumpas segala
luka
Bung ayo bung! Rebut kembali segala
yang kita punya
Aku ingin kembali ke kuburnya. Menulis
: Dusta tidak bisa dibiarkan
sehidupmati dengan kita
2011
BUNG!
mari pergi
dan menyumpah
menang atas buruan
2011
PEMULA
Laut menatapmu seperti dirinya tumbuh
dalam dirimu
Rupamu seperti rumah
Isinya melulu kesunyian yang membuat
bahagia
Lalu suara asing
Seperti biola saat pertama kali
ditemukan
Dan gelombang penasaran pecah di batu
karang
Suaranya cipratan cat dikuas teratur
Itukah kesederhanaan perasaan
Semuanya seakan seperti pemula
2006
KEHENINGAN PUISI PERSIS SEPERTI
GELEMBUNG SODA YANG KAGET KETIKA
ADA YANG SUKA
yaitu ketika kenyataan sulit ditafsir
puisi ditulis cuma sebagai jejak
lawan tanding bagi rasio
tersentak ketika dibuka paksa
2007
TEMBAGAPURA
: teringat winnetou
tanah rumah ladang
perjanjian suci dan impian
kemudian prairi memerah
darah kami membangun New York
bukankah rahasia
di Freeport roh leluhur
tak mampu menahan
para pemburu bison
menjadi imigran yang lebih bermartabat
ini memang buruk
dan masih ada lagi
jalanjalan di New York penuh kematian
dari sebuah ras manusia yang dikenal
cuma memiliki bahasa memberi
2011
SAJAK SENJA
gerimis kali ini adalah sajak senja
pertama
pohonpohon begitu ritmis mencipta suara
di tanah yang menjadi basa. sekabut
harap
tawarkan percakapan kecuali sunyi.
dingin
yang mengendap. sejulur masa lalu
terangkat
di cabang cemara yang menyimpan
matahari.
senja pertama begitu resah. menanti
kekasih
rebah di malam yang penuh remah.
ingatanku
gugur di bawah batang cemara. menunggu
getah lilin menyalakan sebuah kisah.
menetaskan
kembali bayangmu di dinding cuaca.
gerimis kali ini
mungkin sebuah kebaikan. segaris air
ditangkup
kembali di hati. menggenapkan suasana
senja ini
dingin itu penyebab aku kembali
menyelimutimu.
masa lalu menyentuhmu hingga mekar
kembali kenangan yang pernah gabuk
bersama angin
dalam cuaca seperti ini matahari
mungkin bukan dibutuhkan
kenangan meroyak buntu malam nanti
sebuah janji pertemuan yang berisik
kita pelajari kembali peta yang paling
purba di atas tubuhmu
2011
99 SAJADAH
setelah sujud di tempatmu
hatiku terpaut pada semua mahluk
hasratpun tak kuasa untuk
membayangkanmu
merangkul yang hidup di semua jalanmu
kemudian terbakar sepertiga malam
bukan rumah, badan, atau kitab
aku lenyap di hasrat menujumu
bukan pada rupa buruk di depan cermin
semakin panjang sajadah
semakin haus akan wajahmu
semakin memasuki dirimu
semakin rindu untuk bertemu takdirmu
dalam permainan yang melulu dunia
tanganmu semakin berjarak
dalam pertaruhan keyakinan
aku kehilangan suara-suara yang berbeda
mungkin ini saat yang tepat untuk
berhenti bertaruh
menghitung kembali sajadah yang lapuk
sambil melihat abu dan arang
yang dihasilkan doa-doa yang saling
rajam
mungkin kita bisa meminta katak untuk
meminta hujan
menabur segala kebaikannya pada semua
yang dianggap suci
dalam tempurung mungkin kita tidak bisa
melihat langit lain
yang juga tempat bersujud
2009
SURAT UNTUK SAUT BERANJAK TUA
saut menimbun luka. saat hari raya ia
membaginya. ini sebuah
kesetiaan pada puisi. disusun dari
lumpur di Sidoarjo sampai emas di
Papua. inilah bumiputera, semacam waktu
yang ingin kita peram dan
didihkan. puisi yang menyediakan
hantaran menguliti batangbatang
hutan kayu-sembilukah itu sebab puisimu
menyusun akibat. hari raya
ini kita masih panen air mata. dan tuak
sesaat menyatukan kita. orang
rudin juga berhak pesta, pukimak dengan
neraka. dalam telanjang
masingmasing kata beradu mata. langit
tetap penuh rahasia. saut berlayar
dengan puisi yang penuh bunga api.
mautkah yang dilabuhkan atau
semata menghindar dari pusaran.
2011
SAJAK PERJALANAN
1.
kita pergi jauh sayang
dari dataran katakata
sepantai luka akan menunggu
kita tinggalkan saja bayangbayang
walau hati masih lekat di kampung
sejarah kini milik kita
- genggam itu saja sayangsenja
keemasan di tangan
2.
dalam perjalanan kau masih membawa
pintu
walau tak pernah kau izinkan sebiji
tamu mampir di situ
seseorang berjalan dengan pintu yang
kekar belum cukup mengenal
dunia-sebuah jendela mesti kau bawa
juga, dari sana perjalanan ini
dapat menampung cuaca yang memanjakan
mata
3.
dalam pandang langit lengang
mata kita mengaliri jalanan lempang
sebaris bangau menyisir ladang
kerontang
: apakah sungguh ada perjumpaan
4.
janjiku seperti warna mawar
tak bisa kubilang yang mana
kau pilih saja-duriku tetap sama
menyemak dan sedap menyentuhmu
janjiku utuh pada setiap kelopaknya
yang mengantar perjalanan duri
sampai ke pelaminannya
5.
dalam surat yang kubaca pagi
bertumbuhan
setelah perjalanan malam. bumi memberi
kabar
: tak ada lagi
mukjizat
6.
-malam yang melahirkan bahaya dan laut
pasrah-SPD
cuaca yang gelisah melahirkan rindu
petir menuntun pada yang perlu
-cahaya, seberkas saja- sebuah jalan
pulang
menyambarmu hingga rekah
seperti buku terbuka
anatomi tubuhmu menghanyutkan malu
yang lebur kemudian adalah waktu
demam ditularkan angin
dan terbit di tempat jauh
cuaca yang gelisah membuatku kabur
denganmu segalanya serba boneka
masa kecil yang datang kemudian
-kita mainmain dengan takdir- sebuah
topografi rahasia
lengkung demi lengkungnya kita isi
dengan cairan
lelehan manis yang melaporkan
kejadian-kemenangan
jalanjalan kita buat karena suka
cuaca yang gelisah melahirkan rindu
kita menjahitnya di atas perca ingatan
7.
memulai perjalanan panjang ini
-rasa haus jadikan langitberikan
yang paling fana
pada pagi pertama.
di ujung perjalanan ini
percakapan seperti mekar bunga
langit menurunkan matanya
pada yang paling wujud
2011
Tentang W. Muttaqien Ahmad
Widhyanto Muttaqien Ahmad, lahir dan
besar di Jakarta. Kini berdagang buku, menyeduh kopi, dan bekerja sebagai
peneliti lepas.
(Demikian biodata penyair di dalam
ebook).
Catatan lain
Di bagian belakang buku ada keterangan
tentang gambar sampul, yaitu pemandangan keseharian Commuter Line, Jabodetabek.
Di
bagian awal buku ada semacam kredo. Bagian ini terpisah dari rombongan puisi,
yaitu:
2 BARIS TENTANG STRUKTUR DAN
PROGRES ATAU CUMA SEBUAH
KEMUNGKINAN – YANG TERSISA ADALAH
KERJA
pada mulanya kata-kata dipekerjakan
kemudian ia berubah menjadi tuan
w.m.a
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar