Data
buku kumpulan puisi
Judul : Bila Ibu Boleh Memilih
Penulis
: Ratih Sanggarwaty
Cetakan : III, 2009 (cet. I: 2004, II:
2005)
Penerbit : PT. Dian Rakyat, Jakarta
Tebal : xiv + 98 halaman ( puisi)
ISBN : 979-523-700-4
Disain cover : Nurahman
Foto cover : Roy Genggam
Busana : Sang Saqina & Al-fath
Lay out : Mien AZ
Kata Pengantar : Taufik Ismail dan A.
Mustofa Bisri
Beberapa pilihan puisi Ratih Sanggarwaty dalam Bila Ibu Boleh
Memilih
AKU TIDAK PEDULI
Masih jelas dalam ingatanku
Aku melihat tas itu di Etalase sebuah toko di
Rue Saint Honore kota Paris
Jatuh cinta aku dibuatnya
Aku lihat pintu toko tertutup
Hatiku ragu untuk masuk,
Meski aku yakin toko itu buka
Walau tidak ada label “Open” di depannya
Ragu aku… takut aku…
Yang kutahu…. jangankan membeli
Masuk kedalam tokonya saja
Dilihat dari ujung rambut sampai ujung kaki
Pantaskah atau tidak seseorang masuk ke
dalam toko itu
Aku mulai gelisah….
Tapi rasa ingin memiliki tas itu mendesak-desak
terus
Akhirnya… aku angkat daguku, agar terlihat
angkuh
Aku tegakkan kepalaku, agar terlihat pantas
Aku tegapkan dadaku, agar terlihat sombong
Dan… benar… usahaku tidak sia-sia… ketika
pintu dibuka…
Pelayan toko menyambutku dengan
sumringah…
Dan mulutnya terucap dengan mata berbinar
“bonjour madame…….”
Maqom egoku terangkat, kelas status sosialku
meningkat…..
Password “Bonjour Madame” adalah kata
kunci,
Bahwa anda tidak layak meninggalkan toko itu
tanpa membeli….
Aku menuju display tas yang kumaksud
Pramuniaga yang necis di bagian tas itu, hanya
melirikku….
Hatiku ciut……….. minderku mulai merebak,
Dan dengan nada yang dingin dia berkata
dalam bahasa Inggris
“The Price of This Bag is $5000, And We Will
Send to You After 6 Months”
Wow…….5000 Dollar……. Kalkulator di
kepalaku melayang-layang
menghitung
puluhan juta dalam rupiahku
tercinta….
Itupun aku belum dapat membawanya pulang
sekarang
Itupun…….. Aku harus pesan dahulu dengan
membayar lunas,
Dan baru 6 bulan lagi tas akan dikirim……….
Aku ingin mundur pelan-pelan
Aku ingin mengabaikan seluruh keinginanku
Aku ingin cepat-cepat keluar dari toko itu
Tapi……… tapi……. nada dingin itu … lirikan
penghinaan itu…
Menyodok-nyodok harga diriku
Aku tidak ingin dia tahu, kalau aku ragu-ragu
………………………….. aah…………………………………
Aku gengsi…………aku mampu……….aku bisa
membeli……….
Akhirnya………….
Aku keluarkan lembaran-lembaran ratusan
Aku keluarkan lembaran-lembaran ratusan
dollarku……..
Aku bayar tuntas lima ribu dollar aku bayar
lunas
Aku bayar lunas lima ribu tanpa aku peduli
Harga itu dapat untuk membangun sebuah
kelas……
Bahkan satu sekolah di dusun yang telah porak
poranda
Aku bayar tuntas lima ribu dollar tanpa aku
peduli
Harga itu dapat menyantuni puluhan bahkan
ratusan anak yatim
Aku bayar tuntas lima ribu dollar tanpa aku
peduli
Harga itu dapat menyembuhkan satu bangsal
anak-anak yang
terkapar tanpa daya karena
tidak ada biaya
Aku tidak peduli
Aku tidak peduli……..
Aku tidak peduli……..
Sekalipun aku tahu, aku tidak akan
membawanya bersama kafanku nanti
Bahkan aku tidak peduli
Kalau pada suatu hari “nanti” aku harus
mempertanggung jawabkan dari mana
uang
aku dapatkan. Kemana saja rizki
Aku kemudikan
Jakarta, 2 Oktober 2003
PADANG MAHSYAR
Aku tidak tahu dimana aku berada
Meski banyak manusia disekelilingku
Namun aku tetap merasa sendiri dan
ketakutan
Aku bertanya-tanya tempat apa ini… dan …
Untuk apa semua manusia dikumpulkan
Rasa takutku makin menjadi-jadi…
Tatkala seseorang yang tidak kukenal
menjawab pertanyaan hatiku
“Inilah yang disebut padang Mahsyar”
Aku menggigil, tubuhku terasa lemas mataku
tegang mencari perlindungan dari
seseorang
yang kukenal
Kusaksikan langit menghitam
Sesaat kemudian bersinar kemilauan
Dan terdengar suara menggema
Aku baru sadar, inilah hari penentuan
Hari dimana semua manusia akan menerima
keputusan akan balasan amalnya
selama
hidup didunia
Aku semakin takut… aku semakin ciut…
Namun ada debar dalam dadaku, mengingat…
Amal-amal baikku didunia
Aku dan semua manusia masih menunggu…
Menunggu keputusan dari yang menguasai hari
pembalasan
Tak lama kemudian terdengar lagi
Suara menggema tadi yang mengatakan
bahwa…
Sesaat lagi akan dibacakan daftar-daftar
manusia yang akan menemani
Rasulullah
saw di surga yang indah
Lagi-lagi dadaku bergetar, aku yakin namaku
Termasuk dalam daftar itu…
Mengingat banyaknya infak yang aku
sedekahkan
Mengingat banyaknya zakat yang aku berikan
Mengingat ibadah-ibadahku dan perbuatan
baikku lainnya
Akhirnya nama-nama itu disebutkan…
Dalam daftar itu, Muhammad Rasulullah
tersebut
pada urutan teratas
sesuai janji Allah melalui Jibril, bahwa…
“Tidak satupun jiwa yang masuk surga
sebelum Muhammad saw”
Setelah itu tersebutlah para assabiqunal
awwalun
Kulihat Fatimah az Zahra dengan senyum
manisnya
Melenggang bahagia, sebagai perempuan
pertama yang ke surga
Diikuti para istri dan keluarga rasul lainnya
Para nabi, rasul Allah, para sahabat, para
syahid dan syahidah, para sahabat
muhajirin
dan anshor, para mukminin
terdahulu dan
para syuhada dalam berbagai
perjuangan
pembelaan agama Islam
Mereka dengan bangga melangkah ketempat
Dimana
Allah akan membuka tabirnya… yang
kutahu…
salah satu kenikmatan yang
diterima
para penghuni surga adalah melihat
wajah
Allah…
Sementara itu dadaku berdegup keras
menunggu giliran…
Aku terperanjat melihat anak-anak yatim…
Dengan riang menikmati kesegaran telaga
kautsar
Beberapa dari mereka tersenyum padaku
sambil melambaikan tangannya,
sepertinya
aku kenal mereka…?
Ya Allah… mereka anak yatim disebelah
rumahku
Yang tak pernah aku perhatikan
Anak-anak yang selalu merintih kelaparan di
malam hari
Sementara sering kutimbun makanan yang tak
habis kumakan…
Didalam kulkas berhari-hari lantas membusuk
dan kemudian kubuang
Subhanallah… itu si Parmin tukang mie dekat
kantorku…???
Aku terperangah melihatnya melenggang ke
surga…
Permin pernah bercerita, sebagian besar hasil
dagangannya ia kirimkan untuk ibu
dan biaya
sekolah 4 adiknya
Parmin yang rajin shalat itu, rela berpuasa
berhari-hari asal ibu dan
adik-adiknya
dikampung tidak kelaparan
Tiba-tiba orang asing disampingku berkata
lagi…
“Parmin penjual mie, lebihbaik dimata Allah, ia
bekerja untuk kebahagiaan orang
lain”
Lalu berturut-turut lewat depan mataku, mbok
Darmi penjual pecel yang
kehadirannya
selalu kutolak.
“maaf mbok Darmi aku tidak doyan
pecel”
juga pengemis yang setiap hari
lewat dan
mendapatkan kata tolakkan dariku.
“maaf tidak ada uang receh”
Orang disebelahku menjawab kebingunganku
“mereka ikhlas, tidak sakit hati
serta tidak
memendam kebencian meski kau
tolak….”
Kemudian si Tarman pemulung sampah itu, dia
bahkan menghormat padaku
seolah-olah
minta ijin untuk lebih dulu meniti
jalan
kesurga… aku kebingungan… serta
merta
orang disebelahku berkata…
“Dalam bekerja dia berniat menyingkirkan
barang-barang yang membuat bumi
ini
semakin rusak dia hidup dari
buangan-
buangan barangmu yang ikut andil
dalam
kerusakan bumi Allah”
Aku semakin penasaran… dan terus menunggu
giliranku dipanggil…
Seiring dengan itu antrian makin panjang…
Aku mulai kesal… aku ingin segera bertemu
Allah dan berkata
“Ya Allah…didunia aku banyak bersedekah,
aku melakukan ibadah,
Banyak melakukan bakti sosial, ijinkan aku
surgaMu
Orang asing yang wajahnya bersinar itu
berbicara lagi
“Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata
untuk kepentinganmu mendapatkan surga
untuk kepentinganmu mendapatkan surga
Allah, sodaqohmu sebatas untuk
memperjelas status sosialmu,
dibalik bakti
sosialmu tersimpan keinginan
mendapat
penghargaan dari orang lain,
bahkan ketika
bumi Allah dalam kerusakan kau
tidak
bergegas untuk perduli “bergetar
hatiku,
menggigil tubuhku mendengarnya”
Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, si
Tarman, pengemis itu dan masih banyak lagi
orang yang sering kuanggap tidak
lebih baik
dariku, mereka lebih dulu ke surga
Padahal aku sering beranggapan surga adalah
balasan yang pantas untukku atas
infak
yang kuberikan, bakti sosial yang
aku
lakukan dan ibadah yang aku
kerjakan
Ternyata aku “ tidak lebih tunduk daripada
mereka,
Tidak lebih ikhlas dalam beramal daripada
mereka,
Tidak lebih bersih hati dari mereka, dan
Aku tidak lebih peduli daripada mereka,
sehingga
Aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka”
MERENUNG
Terima kasih… Ya Allah
Engkau menciptakan kami sebagai perempuan
Terima kasih… Ya Allah
Engkau takdirkan kami mempunyai Rahim
Terima kasih… Ya Allah
Engkau percayakan air kehidupan di dada kami
Terima kasih… Ya Allah
Engkau syahidkan kami, bila dalam melahirkan
kami mati
Terima kasih… Ya Allah
Engkau melepaskan surga-Mu di telapak
kami
Kami merasa termuliakan dengan itu
semua…… Ya Allah
Tetapi, maafkan kami… Ya Allah
Bila sering merasa iri pada para pria,
Padahal mereka yang seharusnya iri kepada kami
Maafkan kami… Ya Allah
Bila kami pernah mendzolimi Rahim kami
Padahal Rahim kami itu suci, yang dilahirkan dari
rahim kami adalah bayi-bayi suci
Maafkan kami… Ya Allah
Bila kami sengaja lalai untuk menyusui anak
kami
Padahal kau ciptakan air kehidupan di dada
kami dengan nutrisi yang sempurna
Kami lalai, bahkan kami malas menyusui karena
takut payudara kami rusak
karenanya.
Padahal perubahan bentuk badan kami bukan
karena menyusui
Tapi karena kehamilan…
Kami ingin mengandung, kami ingin punya
anak,
Tapi kami tidak menginginkan perubahan
bentuk badan kami…
Ah…naifnya kami…ah…bodohnya kami
Maafkan kami… Ya Allah
Bila kami tidak ingin melahirkan dengan cara
partus normal
Padahal kandungan kami dalam keadaan baik
dan sehat
Kami takut sakit… kami takut mati…
Sementara… kematian seperti itu adalah
seperti kematian di medan perang
dengan
pedang terhunus untuk
mempertahankan
Agama-Mu… Ya Allah
Dan seharusnya kami tidak boleh merasa
“Kasihan” pada seorang
Ibu yang mati dalam melahirkan, semestinya
kami berbahagia
Mendoakan agar kesyahidannya sempurna di
mata-Mu
Maafkan kami… Ya Allah
Kami telah menjauhkan surga dari telapak kaki
kami sendiri
Dengan perbuatan kami…
Kami telah menjauhkan surga dari telapak kaki
kami sendiri
Dengan tingkah laku kami…
Maafkan kami Ya… Allah… maafkan kami Ya
Allah…
Engkau telah muliakan kami
Tapi kami lupa akan kenikmatan-kenikmatan
kami
Engkau telah memberi kami kenikmatan
Tapi kami lupa akan kewajiban-kewajiban kami
Engkau telah memberi kewajiban pada Kami
tapi kami lupa
Di balik kewajiban itu terhampar ridho-Mu.
Maafkan kami Ya Allah…Maafkan kami Ya
Allah…
Kembalikan surga kami Ya Allah…
Kembalikan surga kami di telapak kaki kami Ya
Allah
Kembalikan Ya Allah…
Jakarta, 13 Februari 2003
LEMARI
Duhai lemari…engkau menjadi saksi
Betapa aku menghabiskan hampir
Sepertiga hidupku untuk menyesakkanmu
Kuhiasi dirimu dengan bordir dan renda yang
sangat menawan
Kupenuhi rak-rakmu dengan tumpukan-
tumpukan yang melimpah
Kujejali leher gantunganmu dengan warna-
warna yang aduhai
Warna-warna itu sangat memicuku untuk
menjadi seorang pelukis
profesional
Oh…warna merah akan bagus dan serasi
di kulitku
Tentu saja dengan bordir yang sesuai
Setelah warna merah sudah ada..
Tapi warna biru belum punya ya?
Maka kuupayakan seluruh konsentrasiku,
Uangku, waktuku dan tenagaku.. untuk mencari
Warna biru yang sesuai dengan keinginanku…
Kususuri Mayestik dengan khusyuk dan teliti
Untuk mencari warna biru yang kuinginkan
Didalam kanvas lemariku
Begitu terus aku melengkapi lukisanku dengan
Warna hijau
Warna jingga
Warna lila
Warna kuning
Aku tebarkan payetkeseluruh permukaannya
Hingga tampak berkilau menakjubkan… sangat
menakjubkan…lemari aku tahu
Engkau selalu tersenyum melihatku ketika aku
Memantas-mantas diriku di cerminmu
Dan engkau hampir muntah setiap aku
Menambah koleksiku dan menjejalkan ke
dalam
Perutmu yang sudah membuncit
Engkau berduka ketika ada bencana kebakaran
kebanjiran atau kemiskinan,
Yang aku keluarkan dari perutmu hanya sedikit
Engkau menangis ketika berulangkali aku
memasukkan kembali isinya yang
sudah aku
keluarkan dengan dalih…
“Yang ini tidak cocok diberikan kepada orang
miskin”
“Yang ini punya kenangan tersendiri”
“Yang ini belinya di luar negeri”
“Yang itu masih bagus, besok-besok masih bisa
dipakai lagi“
Padahal sudah bulanan bahkan tahunan waktu
aku tidak memakainya
Dan engkau tahu itu,
Itu yang membuatmu menangis
Itu yang membuatmu berduka
Disela tangisanmu engkau ingin bertanya untuk
mengingatkanku
“Hai…mana busanamu untuk akhir hayatmu”
yang sangat sederhana…hanya kain
putih
5 meter tidak perlu bordir, tidak
perlu
direnda, bahkan engkau tidak perlu
mencari
payet yang sesuai untuknya…”
Mana busana akhir hayatmu?... Mana?
Itu pertanyaan yang tak pernah terucap
olehmu,
Padahal pertanyaan itu aku perlukan untuk
Mengendalikan kesia-siaan penghamburan
uangku
Mana busana akhir hayatmu?... Mana?
Itu pertanyaan yang tidak sempat kau
Lontarkan padahal pertanyaan itu aku perlukan
Agar biaya aku alokasikan untuk amal-amal
Sholeh yang dapat menolongku nantinya.
Oh lemariku…ucapkan pertanyaan itu…
Oh lemariku…lontarkan pertanyaan itu…
Agar aku tidak terjebak
Agar aku tidak merugi
Agar aku dapat tertolong
Ucapkan pertanyaan itu… lontarkan
pertanyaan itu.
Jakarta, 24 Desember 2002
LADANG AMAL
Hai… Para pria metroseksual
Yang setiap saat sadar akan
penampilan
Cobalah menjadi kami
Yang setiap saat, baju kami
berlumuran
darah
Para penderita luka peperangan
Hai… Para gadis beranting di pusar dan di
puting
Cicipilah tugas-tugas kami
Yang setiap saat menggendong
para
jejaka
Yang syahid mempertahankan
kebenaran
dari Allah
Hai… Ibu-ibu arisan
Kunjungilah medan tempat pekerjaan kami
Dan sesekali kocoklah
arisan-arisan itu
di tengah desingan peluru
Kemudian setorkanlah hasil
arisan itu pada
korban desingan peluru itu
Hai… Para pelanggan butik
Mampirlah ke butik-butik kami di Sahara Laga
Disana tersedia baju koyak penuh
bercak
merah
Dan berbagai perban pakai ulang
Ya… perban pakai ulang…
karena perban yang baru kadang
tak
terbeli oleh kami
Ya… Ya… ditempat yang tidak ada dalam
Peta pergaulanmu itulah kami
bekerja
Tanpa kami tahu siapa kepala
personalianya
Dan siapa direktur keuangan yang
akan
menggaji kami
Ya… Ya… ditengah darah dan kesengsaraan
Itulah kami beribadah, tanpa
memilah – milah
Siapa musuh siapa kawan kami
Ya… Ya… diantara tanah longsor, bom, dan
peluru itulah
Tempat kami beramal
Karena kami yakin dengan
mengamalkan
tenaga dan keikhlasan kami
inilah kami
menapaki tangga Ridho Allah
Jakarta, 2 Juli 2004
RASA DHUAFA
Ketika orang-orang yang akan berangkat haji
sibuk mengadakan
Ratiban……..
Ketika orang-orang sibuk berpesta untuk
mengantarkannya
Sanak kerabatnya berhaji
Maka kami sibuk mempersiapkan mental dan
perasaan kami untuk
Menyambut datangnya daging merah di perut
kami……
Ah…. daging merah itu…. yang terakhir
kami rasakan tahun lalu….
begitu
menggiurkan
Ah…… daging merah itu…… kami
ingin cepat
melahapnya….. setelah setahun penuh
kami hanya
mengisi perut kami dengan
nasi encer
dan sedikit tempe tahu.
Masih segar dalam ingatan pada hari berkorban
pada tahun lalu
Kami mendapatkan banyak daging….
Tapi kami bingung…. Memasaknya pakai apa?
Panci presto kami tidak punya…. apalagi kompor
gas.
Dan dengan susah payah kami
memasaknya… di
hari ketiga daging kami
busuk semua,
kami sengaja memakannya
sedikit-sedikit
agar kami dapat menikmatinya
lebih lama…. tapi
kami lupa… kami tidak
punya kulkas…. kami
tidak punya freezer
Akhirnya kami buang… daging merah itu
dengan perasaan
menggigil
Kami pandang lama-lama dengan perasaan
sendu
Sampai jumpa lagi tahun depan…. wahai
daging yang
lezat.
Dan sekarang ingin kami berteriak
Cepatlah datang… hari berkorban
Aku merindukanmu selama setahun ini.
Cepatlah datang… hari berkorban
Tanpa dirimu…. mereka lupa untuk berbagi
dengan kami.
Cepatlah datang… hari berkorban
Agar mereka tertolong tertunaikan
kewajibannya
pada kami.
Cepatlah datang… hari berkorban
Agar mereka terhindar dari azab Allah
Karena lalai akan nasib kami.
Cepatlah datang… hari berkorban
Sebagai kekasih Allah dan Rasulullah kami
merasa mulia
atas kedatanganmu
Dan kami bermimpi…
Andai hari berkorbantidak hanya setahun
sekali.
Andai hari berkorban datang setiap hari,
Maka mereka juga akan bertemu Allah dan
Rasulullah
setiap hari.
….. Setiap hari dan setiap saat …….
Jakarta, 31 Januari 2003
MENYEMUT RINDU
Seusai shalat subuh di masjid Nabawi–mu
Kami tidak hendak beranjak
Kami menunggu waktu dibukanya pagar
menuju Taman
Surga
Sesaat… terdengar pintu bergeser
Dan… bagai magnet kami menyemut
mendekati pagar
itu
Ada diantara kami melambaikan tangan
kearah mu
Ada juga yang tak henti meneteskan airmata
Padahal… pintu pagar itu baru bergeser
Ya… ya… hanya bergeser… belum terbuka
Dan… kami sudah memadati... kami berdiri
berdesak-desakan
Sebenarnya… kami lelah tak terkira.
Perjalanan yang sangat jauh dari negeri kami
Mata kami pun hanya terpejam sesaat di pesawat
Tapi…
Entahlah… mengapa semangat kami begitu
menggelora
Seolah takada kelelahan
Seolah kami baru terjaga dari tidur panjang
Tiba-tiba…
Diantara kami bersorak kegirangan
Aku sangat yakin… pintu pagar itu telah dibuka
Ah… bukan… bukan pintu pagar itu yang telah
terbuka
Tapi kubah megah masjid mu lah yang terbuka
Subhanallah …
Karena begitu besar cinta kami pada mu
Melihat kubah masjid mu terbuka saja
Kami seperti melihat diri mu berkhotbah dan
tersenyum
Gumaman shalawat pada mu terus terdengar
Kami beribu menyemut di sekitar pagar
Mendengarkan lengkingan suara Asykar
Nada suara Asykar itu sangat tinggi
Layaknya amarah di telinga kami
Banyak yang disampaikannya
Hanya sedikit yang kutangkap
Kami tidak boleh meratap di depan makam-
mu… Haram
katanya
Kami tidak boleh merengek ketika sujud di
Taman Surga mu
… Haram katanya
Kami tidak boleh memegang tiang dan dinding
seraya menangis
di dekatnya … haram
katanya
Ya Rasulullah
Bagaimana kami tidak meratap pada Allah atas
syafaat
melaluimu
Kalau untuk urusan dunia saja kami kerap
meratap
Ya… Rasulullah
Bagaimana kami tidak merengek di Raudhah
mu
Ketika kami ingin sesuatu yang sepele saja…
Sering kami merengek-rengek…
Ini Taman Surga mu… ya Rasul … di Taman
Surga mu
Ya… Rasulullah
Bagaimana kami tidak memegang tiang
dengan kencang
Hempasan ribuan umat mu seolah
merobohkan kami
Kami bukan menangisi tiang itu… ya Rasulullah
Kami tidak meratapi kerpet hijau keabuan itu…
ya Rasulullah
Tapi…
Kami merengek untuk pertolongan mu pada
hari akhir nanti
Ya… ya… untuk pertolongan mu atas ampunan
Allah pada hari
akhir nanti
Ya… hanya…itu
Madinah, Nabawi, 26 Oktober 2004
AKU AKAN PULANG
Jika engkau menjengukku
Dalam keadaan yang lemah
Dan kau mengatakan padaku : “Sabar ya…”.
Maka aku akan tersenyum
Dan mengatakan : “Engkau yang harus
sabar...”
Betapa tidak…
Aku akan segera bertemu dengan Allah Sang
Penciptaku
Dengan Rasul Sang Kekasih…
Akan menjemputku bersama malaikat maut
Dengan senyumNya
Sedangkan engkau… entah kapan peristiwa
Besar itu akan datang padamu…
Ketika engkau menjengukku
Dalam keadaanku yang pasrah
Engkau mengatakan padaku : “Istighfar yang
banyak…”
Maka aku akan berterima kasih
Dan mengatakan : “Istighfar Mu harus lebih
banyak…”
Betapa tidak…
Aku akan meninggalkan dunia yang kotor ini
Dalam hitungan waktu sudah hampir pasti
Tapi bagaimana dengan engkau…
Kau tidak tahu kapan akan meninggalkan
dunia ini
Kau selalu berpikir…bahwa kau masih lama
akan hidup
Dan masih punya kesempatan bertobat serta
beramal sholeh
Karena itu… Engkau dengan gampang
menunda
Perbuatan-perbuatan baik itu
Kalau peristiwa besar itu datang
Dan engkau sedang dalam penundaan amal-
amal sholehmu
Maka penyesalanlah yang engkau dapatkan
Ketika engkau tidak tega melihatku…
Dan mengatakan dalam hati : “Kasihan sekali
dia…”
Tentangku
Maka aku mohon…jangan…
jangan akau kasihani aku
jangan akau kasihani aku
Karena nikmat sakit ini
Aku rasakan sebagai rasa cinta Allah padaku
Karena Allah tidak mau membayar dosa dan
kesalahanku
Nanti di “sana”
Karena anugerah derita ini
Aku artikan sebagai penuntasan kesalahan-
kesalahan orang
tuaku
Saat terlintas di benakmu…
Ketika nanti aku “pulang”
Dan rumahku hanya tanah selesar 1x2 meter
Maka engkau perlu membersihkan benakmu
Aku memang akan pulang
Aku memang akan pulang
Kita semua akan pulang
Dan mungkin aku yang akan lebih dulu pulang
Ragamu memang berumah petak 1x2 meter itu
Tapi… rohku…
Rohku akan menuju istana Allahku …
Dengan batu permata ikhlasku di dindingnya
Dengan marmer berkilau ibadahku di lantainya
Dengan kaca cahaya tobatku di atapnya
Bersihkan benakmu
Dari pandangan tentang penderitaan
Bersihkan benakmu
Dari pandangan tentang vonis kematian
Kita akan pulang…aku mungkin yang lebih dulu
akan pulang…
Aku akan segera menuntaskan kerinduanku
pada Allahku
Dan…sekali lagi aku katakan padamu
“Engkau harus lebih sabar”
“Engkau harus perbanyak Istighfar
“Kasihan sekali engkau…”
Engkau sudah melihatku dalam ketidak
berdayaanku.
Di ambang kematianku
Dan masih erat menggenggam
Dunia dan jabatan yang pasti akan kau
tinggalkan
Ketika engkau menyusulku “pulang”
Jakarta, 19 Juli 2003
TITIPAN
Seringkali aku berkata, ketika orang memuji
milikku, bahwa
:
Sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa mobilku
hanya
titipan-Nya
Bahwa rumahku hanya titipan-Nya, bahwa
hartaku hanya
titipan-Nya
Bahwa putraku hanya titipan-Nya.
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
Mengapa Dia menitipkan padaku? Untuk apa
Dia menitipkan
ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus
kulakukan untuk
milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang
bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika
titipan itu
diminta kembali oleh-Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai
musibah
Kusebut sebagai ujian, kusebut sebagai
petaka,
Kusebut sebagai panggilan apa saja
Untuk melukiskan bahwa itu adalah derita
Ketika aku berdoa kuminta titipan yang cocok
dengan hawa
nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak
mobil
Lebih banyak rumah, lebih banyak popularitas
Dan…ku tolak sakit, ku tolak kemiskinan
Seolah semua “DERITA” adalah hukuman
bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya, harus berjalan
seperti
matematika
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita
menjauh dariku
Dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan dia seolah mitra dagang
Dan bukan KEKASIH
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai
dengan
keinginanku
“GUSTI”…, padahal … tiap hari ku ucapkan
hidup dan
matiku
Hanyalah untuk beribadah
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan
keberuntungan
sama saja”
Adalah anugrah
Tentang Ratih Sanggarwaty
Sebenarnya tak ada biodata penulis di buku ini. Tapi di
dalam sekapur sirih yang ditulis penyair ada sedikit bocoran. Bahwa ia telah
akrab dengan puisi sejak lama. Misal, tatkala ikut pemilihan Remaja Indonesia
Majalah Gadis tahun 1980, dimana ia memenangi kategori Putri Fotogenik, ia
membaca puisi pada sesi penampilan bakat. Ia juga sempat bergabung dengan
teater Remy Silado dan tahun 1999, ikut pementasan teater bersama teater Renny
Djajusman membawakan lakon “Ketika Jane Aspari Menari” karya Radhar Panca
Dahana.
Catatan Lain
Ada empat nama yang menghiasi endoresemen di sampul
belakang buku, berturut-turut: Seno Gumira Ajidarma, H.M. Nasharuddin Anshory,
Danarto, dan Prof. Dr. Komarudin Hidayat.
Ada 33
puisi di buku ini. Namun, hanya 23 yang merupakan puisi sang penyair, 10 sisanya
adalah “puisi tamu”. Yaitu puisi-puisi yang sering dibaca oleh si penyair dan
banyak memberi inspirasi. Puisi-puisi itu al. karya D. Zawawi Imron, Motinggo
Boesye, Camelia Badr, Jaluddin Rakhmad, Aa Gym, Husni Djamaluddin, Abu Nawas,
Sayyidah Fatimah r.a., dan MT. “Fathiyatul Huda”. Puisi-puisi itu sebagiannya
dikutip dari buku O, Muhammadku karya Miftah F Rakhmad (lihat hlm. iv). Berikut
ditampilkan puisi-puisi tamu tersebut
MT, “Fathiyatul Huda”
Andai Al-Quran “Berbicara”
Waktu Engkau masih kanak-kanak, kau laksana
kawan sejatiku
kau sentuh aku dalam
keadaan suci
Aku kau pegang, kau junjung dankau pelajari
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun
keras setiap
hari
Setelah usai engkaupun selalu menciumku
mesra
Sekarang engkau telah dewasa…
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi
kepadaku…
Apakah aku bacaan usang yang tinggal
sejarah…?
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak
menambah
pengetahuanmu
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil
yang belajar
ngaji saja?
Sekarang aku engkau simpan rapi sekali,
hingga kadang
engkau lupa di mana
menyimpannya.
Kadangkala aku dijadikan mas kawin agar
engkau dianggap
bertakwa.
Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam
kesendirian dalam kesepian.
Di atas lemari; di dalam laci, aku engkau
pendamkan.
Dulu… pagi-pagi… surat-surat yang ada padaku
engkau baca
beberapa halaman.
Sore harinya, aku kau baca beramai-ramai
bersama
teman-temanmu di surau…
Sekarang, pagi-pagi sambil minum kopi…
Engkau baca Koran, atau nonton berita
Waktu senggang… engkau sempatkan
membaca buku
karangan manusia.
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang
datang dari
Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan
engkau lupakan…
Waktu berangkat kerjapun, kadang engkau
lupa baca kata
pembuka surat-suratku
(Basmalah).
Di perjalanan engkau lebih asik menikmati
musik duniawi.
Tidak ada kaset yang berisi ayat Allah yang
terdapat padaku
di laci mobilmu.
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca
sebelum kau
mulai kerja.
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatku kadang
kau abaikan.
Yang kau simpan E-mail yang berisi gambar tak
wajar atau
kalimat-kalimat kasar.
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.
Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah
benar-benar
melupakanku.
Bila malam tiba engkau tahan berjam-jam
Menonton Liga Italia, film, dan sinetron laga
Waktupun cepat berlalu…aku menjadi semakin
kusam dalam
lemari.
Mengumpul debu, dilapisi abu, dan mungkin
dimakan kutu.
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau
membacaku
kembali, itupun hanya beberapa
lembar dariku
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu
dulu.
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar
lagi setiap
membacaku.
Apakah Koran, teve, radio, computer, dapat
memberimu
pertolongan?
Bila engkau dikubur sendirian menunggu
sampai kiamat
tiba. Engkau akan diperiksa
oleh malaikat.
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada
padaku engkau
dapat selamat melaluinya!
Setiap saat berlalu…kuranglah jatah umurmu…!
Dan akhirnya kubur senantiasa menunggu
kedatanganmu…!
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu
sewaktu-waktu,
Apabila malaikat maut mengetuk pintu
rumahmu.
Bila aku engkau baca selalu dan engkau
hayati…
Di kuburmu nanti…
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan
tampan.
Yang akan membantu engkau membela diri,
dan senatiasa
setia menemani dan
melindungimu.
Dalam perjalanan di akherat nanti.
Peganglah aku lagi… bacalah kembali aku setiap
hari. Karena
ayat-ayat yang ada padaku
adalah ayat
suci. Yang berasal dari Allah,
Tuhan Yang Maha
Mengetahui. Yang
disampaikan
oleh Jibril kepada Muhammad
Rasulullah saw.
Sentuhlah aku kembali…
Bacalah… dan pelajarilah aku lagi.
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu…dulu sekali…
Jangan aku engkau biarkan sendiri…
Dalam bisu dan sepi…
Motinggo Boesye
DALAM NUR MUHAMMAD
Sekiranya tidak ada Nur Muhammad
Niscaya dunia akan gelap gulita
Empat puluh hari aku melangkah di siang
terang
Empat puluh malam kutembus malam remang
Ruhku pun terbang
Melayang menembus tujuh batas cakrawala
Dengan tujuh pintu-pintunya
Lepas dari tubuh fana
Kami bercakap-cakap
Batas pun raib
Empat belas tonggak berdiri
Itulah para imam
Yang kuyakini
Kata orang
Bagai orang gila aku menyeru namamu,
Muhammad
Muhammad ya Muhammad
Muhammad wahai Muhammad
Namamu masuk dalam darahku
Menjalar dari ubun-ubun kepalaku
Kedalam lidah
Hingga ke ujung kaki
Dan kembali lagi ke ubun-ubun kepalaku
Muhammad wahai Muhammad
Mencuat keluar angkasa
Naik terus keatas
Sampai ke Arasy
O, Muhammad kekasihku
Butir cahaya gemerlap
Sekejap,
Memandikan diriku
Tiap detik membersihkan
daki-daki dosaku
Bersama tangis ke kelopak
mata
Mendidih perih
O, Muhammad
Berputar-putar namamu dalam benak
Dan urat darah
Menggeliat dalam lidah
Menggetar di kaki ketika melangkah
Muhammad Muhammad Muhammad
Aa Gymnastiar
BERCERMIN DIRI
Tatkala kudatangi sebuah cermin,
Tampak sosok yang lama kukekanl,
Dan sangat sering kulihat.
Namun aneh, sesungguhnya aku belum
mengenalnya,
Ya, sesungguhnya aku belum mengenal
Siapa yang aku lihat di dalam cermin
Tatkala kutatap wajah, hatiku bertanya,
Apakah wajah ini wajah yang kelak akan
bercahaya
Bersinar indah di surga sana.
Ataukah wajah ini akan hangus,
Legam dalam jahanam.
Tatkala kutatap mata… nanar,
Hatiku bertanya.
Mata inikah yang akan menatap penuh
kelezatan,
Penuh kerinduan menatap Allah,
Menatap Rasulullah,
Menatap kekasih-kekasih Allah kelak.
Ataukah mata ini yang akan terbeliak melotot,
meleleh,
menatap wajah jahanam.
Akankah mata atau nikmat nan penuh maksiat
ini akan
menyelamatkan.
Wahai mata…
Apa gerangan yang kau tatap selama ini?
Tatkala kutatap mulut,
Hatiku bertanya
Apakah mulut ini yang kelak akan berdesah
penuh keridhoan
mengucap:
“Lailahaillallah Muhammadrasulullah”,
Saat malaikat maut datang menjemput.
Ataukah menjadi mulut menganga dengan
lidah menjulur,
Dengan lengking jeritan pilu yang akan
mencopot
sendi-sendi setiap pendengaran
Ataukah mulut ini menjadi pemakan buah
Zaqqum jahanam
yang getir,
pemakan, penghancur setiap usus.
Apakah gerangan yang kau ucapkan wahai
mulut yang
malang,
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan
Berapa banyak hati yang remuk dengan pisau
kata-katamu,
yang mengiris tajam
Berapa banyak kata-kata manis, semanis
madu yang palsu
yang engkau ucapkan
untuk menipu?
Betapa jarangnya engkau jujur,
Betapa langkanya engkau menyebut nama
Tuhan mu dengan
tulus.
Betapa jarangnya engkau syahdu memohon
agar Tuhanmu
mengampunimu.
Tatkala kutatap tubuhku. Hatiku menjerit,
Apakah tubuh ini yang kelak akan penuh
cahaya,
bersinar, bersuka cita,
bercengkrama di
surga…
Atau tubuh yang akan tercabik-cabik,
Hancur mendidih dalam lahar membara
jahanam,
Terpanggang tanpa ampun, derita yang tanpa
pernah akan
berakhir,
Naudzubillah…
Wahai tubuh,
Berapa banyak maksiat-maksiat yang engkau
telah lakukan,
Berapa banyak orang-orang yang engkau
dzalimi dengan
tubuh ini,
Berapa banyak hambamu, hamba-hamba Allah
yang lemah,
yang engkau tindas dengan
kekuatanmu,
Berapa banyak perindu pertolongan yang
engkau acuhkan,
tanpa peduli, padahal
engkau mampu,
Berapa banyak hak-hak yang telah engkau
rampas,
Ketika kutatap haiii….tubuuuuuh, seperti apakah
gerangan isi
hatimu,
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu,
Ataukah seburuk daki-daki yang melekat di
tubuhmu
Apakah hatimu segagah ototmu, ataukah
selemah
daun-daun yang mudah rontok
Apakah hatimu seindah penampilanmu,
ataukah seburuk
kotoranmu
Betapa beda apa yang tampak di cermin dan
apa yang
tersembunyi.
Dan betapa aku tertipu.
Aku tertipu…
Aku tertipu oleh topeng.
Betapa yang kuhias selama ini adalah topeng.
Betapa pujian yang berhambur hanyalah
memuji topeng.
Sedangkan aku hanyalah seonggok sampah
busuk yang
terbungkus
Aku adalah calon mayat
Aku tertipu…aku tertipu…aku tertipu
Maafkan aku ya Allah, selamatkan aku ya
Allah…
Maafkan aku ya Allah, selamatkan aku ya
Allah…
Amin, amin ya Rabbal alamin
D. Zawawi Imron
KELAHIRAN NABI TERCINTA
Pada dini hari yang sepi
Para malaikat Allah
Dengan membawa harum-haruman surga
Datang ke sebuah rumah
Dekat jantung kota Mekah
Dengan khidmat diambutnya
Kedatangan seorang bayi
Yang indah bagai sinar subuh
Pada matanya mengerjap
Mutiara dan yakut taman surga
Dari seluruh lingkaran cakrawala
Sampai sebutir debu yang terbang
Menyanyikan serangkum kata :
Sang bayi telah datang
Sang Nabi telah datang
Untuk menghampar permadani
Bagi kelembutan seluruh nurani
Ya Nabi salam padamu
Ya Rasul salam padamu
Kekasih salam padamu
Shalawat selalu untukmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar