Data
buku kumpulan puisi
Judul : Labirin
Penulis
: Novy Noorhayati Syahfida
Cetakan
: I, 2015
Penerbit : Metabook, Bekasi.
Tebal : xviii + 103
halaman (101 puisi)
ISBN : 978-602-73267-0-5
Desaincover : Prima Hidayah
Tata letak :Pippo
Labirin
terbagi berdasarkan titi mangsa penciptaan puisinya, yaitu 2003 (2 puisi), 2004
(1 puisi), 2012 (1 puisi), 2013 (2 puisi), 2014 (79 puisi), dan 2015 (16
puisi).
Beberapa pilihan puisi Novy Noorhayati Syahfida
dalam Labirin
Kabut
menggeliat resah di pucuk-pucuk pagi
sebab kau setipis udara di lubang sepi
jatuh pada permukaan tanah sedekat aku
antara ada dan tiada yang begitu
kekal. ditempa cuaca sedalam kau
menisbikan segala detak waktu
Tangerang,
31/10/2014
Tidurlah
Sayang...
tidurlah sayang
biarkan cinta menyusuri ruang kenang
memeluknya dalam imaji yang paling liar
tanpa takut terluka, karena ialah sang maha tegar
tidurlah sayang, tidurlah
lupakan segala air mata dan pedih
biarkan ia mencari takdirnya sendiri
di belantara nurani yang paling sunyi
Tangerang,
07.03.2014
Apologia
_maulidan
kecuali jarak adalah permintaan takdir
biarlah getar harap menjadi penantian akhir
entah siapa yang kelak memeluk ingatan
ketika rindu telah benar-benar karatan
hasrat memang tak mengenal cuaca
dihujankannya kemarau di dalam dada
air mata melangit bersama doa-doa
sebab aku mencintaimu, siapa tahu kau sudah lupa
Tangerang, 10 Desember 2014
Perihal
Kehilangan
pada senjamu
yang rekah ungu
aku gagal menerka waktu
tersesat di rerimbunan tubuhmu
hilang, menjadi rahasia yang tak sesiapa pun tahu
luruh merupa rindu yang paling piatu
pada geliat detak jam dinding
aku urung bertanya di doa-doa yang telah mengering
barangkali, tak ada yang setabah langit
mengulang kehilangan demi kehilangan yang maha pahit
dalam sajak-sajak yang wingit
Sepanjang Ciledug-Kedoya, 16/04/2015
Sesaat
_a3
dan waktu merangkak lambat pada tepian malam. berbaris-
baris pesan pendek seolah ingin mempersingkat jarak menjadi
sepersekian detik. menafsirkan isyarat gelombang di antara
kecipak lautan. kata-kata berebut mencari tempat singgah, di
dada, di bahu, di alis matamu.
dan saat pagi tiba, rinduku telah sampai padamu. melewati
jalan-jalan, menuju lobi, hingga tiba di ambang pelukanmu.
sebuah kecupan bagaikan secangkir teh penyambut di muka
pintu. sepasang mata yang badai memporak-porandakan
paragraf demi paragraf yang telah tersusun, matamu.
dan aku yang kian tenggelam dalam samudra mimpi.
berenang ke tepian hanyalah kesia-siaan, yang
menjadikanku rindu untuk selalu kembali dan kembali pada
tawa hangatmu. aroma tubuhmu seakan telah menyatu
pada kulitku. meski tak pernah sama, kau-aku bukanlah dua
orang yang berbeda.
dan kehilangan itu serupa ombak yang menghempas tanjung
harapan, begitu tiba-tiba, begitu seketika. menenggelamkan
isyarat demi isyarat, kenangan demi kenangan. kepingan
realita menjadi jurus maut yang paling ampuh menaklukkan
lembar ingatan. doa-doa memainkan peran sebagai
penyembuh luka, barangkali begitulah seharusnya melupakan
dengan cara merelakan.
Kedoya, 10.04.2015
Ajari
Aku
ajari aku
merindu
pada
rintik-rintik hujan yang gugur dalam sahdu
menggetarkan
lembah kesunyian sajakku
ajari aku
mencinta
pada
debur-debur ombak yang memecah di lepas samudera
memahat karang
hatiku yang menjelma senja
ajari aku
membenci
sebentuk bayang
yang singgah di perjalanan hari
melafadzkan
takbir gelisah, karena doaku tak lagi punya arti
Bandung, 31
Januari 2004
Labirin
_hy
aku berdiri saja di sini
memandangmu diamdiam
sesekali menyeduh cemburu yang menganga
membiarkan hati ini tersesat dalam
labirin yang sama
lagi, dan lagi
Tangerang, 24/09/2014
Origami
_ats
aku tahu kau sedang berkemas
melipat semua kenangan cemas
lipatlah menjadi dua, empat, delapan, enam belas
lalu singgah pada satu titik batas
betapapun kau sibuk menghitung kesedihan
kenangan tak akan hilang dalam lipatan
demikianlah hidup...
meski harus berjalan dalam redup
lipat, lipat saja dalam doa-doa
barangkali akan sampai
sambil saling merekatkan tanda
cerita telah usai
Tangerang, 28-29 September 2014
Suatu Ketika
kita pernah saling menanam kata-kata
berdiri di antara derai kabut
dan nyanyi riuh burung gereja
meski tanpa tatap mata
dalam sunyi hati kita saling bertaut
kau seduh kopi sedemikian
kuhirup perlahan dari tanah seberang
betapa secangkir kopi mampu menyatukan
kau-aku dalam lamunan panjang
kita pernah saling menanam kata-kata
berharap gerimis tak akan menghapusnya
meski bulu di mataku gugur satu-persatu
barangkali pertanda kau rindu aku
atau mungkin kita yang sama-sama merindu?
sebelum kita kehilangan kisah
sebelum kita saling berpisah
sebelum semua, entah
Tangerang, 04/12/2014
Di
Matamu
di matamu, aku
seperti kanak-kanak yang
merengek minta
bulan. menunggumu di sini,
dengan setumpuk
dongeng yang ingin kudengar
sendiri dari
bibirmu.
tiba-tiba gelisahku pecah menjelma malam. kata-
kata berhamburan menemu kelam. kucoba tetap
tabah melawan seribu ketidakpastian.
lalu, di mana kucari wajahmu? mungkin kau telah
menemukan pohon rindang yang menawarkan
keteduhan. maka berakhirlah semua perjalanan,
hanya sampai di sini.
namun di matamu angin tetap berhembus, utara
ke selatan. meniup puisiku yang serupa takdir,
agar tak pernah berhenti mengalir.
Kedoya, 29/10/2014
Sajak
Selembar Daun
selembar daun bertuliskan namamu
melayang tertiup angin lalu
beterbangan di atas debu-debu waktu
selembar daun jatuh terkulai
luruh dalam rindu yang abai
tertinggal ditikam pilu yang membadai
selembar daun merindukan gemulai angin
memecah di antara gema ombak selatan
terbata-bata menampung seluruh ingin
Tangerang, 30/10/2014
Rahasia
Luka
dirahasiakannya
luka
pada kuncup bunga yang tetiba layu
gugur di atas tanah bebatu
pasrah dalam ribuan Tanya
yang menabuh ngilu di dada
dirahasiakannya sepi
pada kesetiaan seharum melati
meski mata menjelma belati
yang melukai ingatan berkali-kali
sedemikian nyeri
Tangerang, 6 November 2014
Bayangmu
telah kubentengi diri dengan doa
meski itu tak cukup memahat jeda
menghapus bayangmu di segumpal asa
ia yang telah hadir bersama kelebat waktu
mematri rasa di jantung kalbu
menjadikan hitam-putih serupa abu-abu
mengingatmu serasa mengamini luka
pedih, namun tak jera
demikianlah aku memaknai debar yang telah ada
Tangerang, 03.03.2014
Kenangan
di matamu yang
badai
aku pernah
tersesat dalam labirin waktu
hitam, putih,
abu-abu
meraba hatimu
tak juga usai
di dadamu yang
gemuruh
aku pernah
rebah
menerka apa
yang kau simpan
dalam hening
dan kesunyian
selalu saja aku
tak mampu
memahami bayangmu
memahami bayangmu
juga langkahmu
kaukah kenangan
itu?
Tangerang,
18.05.2014
Tak Ada Dering Telepon
tak ada dering telepon hari ini
barangkali kau lupa membujuk waktu
untuk sambangi barisan namaku
yang setia mengalirkan doa-doa sepanjang puisi
tak ada dering telepon hingga malam melangut
sudut mataku dilanda kabut
sedang aku dikepung gelisah yang tak juga surut
di sana, di teluk penyu
adakah karang yang melebihi hatimu?
Tangerang, 18/10/2014
Kemuning
kau lupa
mengabarkan kepergianmu kepadaku
hingga harum kemuning di samping teras itu
yang kerap berjatuhan di atas batubatu
menyadarkanku akan kehilangan
telepon, secangkir kopi dan sepasang kenangan
telah terbawa angin
menuju jauh, ke celah ingatan
Tangerang, 24/03/2015
Perjalanan Kenangan
aku ingin
kembali ke masa lalu
menunggumu di beranda rumah siang itu
bersama, kita menghabiskan sepoci kata-kata
menerjemahkan hari-hari yang kerap bermuara
meniupkan ragam impian di dada
namun hidup bukan rekaman lagu
yang bisa diputar ulang sewaktu-waktu
kau telah jauh meninggalkanku
dan aku masih saja mengeja takdirku
memunguti kenangan satu persatu
dan yang hilang dari sebuah rindu
adalah namamu
Tangerang,
25/03/2015
Langit
kita saling
berebut singgah
duduk di antara
tepian langit
memandang hujan
yang tercurah
ada semacam
nganga luka yang menjerit
pedih, namun
tak juga jera
kau masih
bertahan di sana dalam semesta Tanya
aku tertahan di
antara dua air mata
kau dan dia...
Tangerang,
10.06.2014
Kembali ke
Matamu
aku ingin
kembali ke matamu
matamu yang
rumah
tempatku
tumpahkan semua gundah
tempatku
datangi semua tuju
aku ingin
pulang ke matamu
menyudahi
segala tunggu
genapi rindu
yang menggugu
dalam genangan
semesta waktu
aku ingin
kembali ke matamu
walau ‘ku tahu
kini kau pergi ke lain kalbu
Ciledug,
11.08.2014
Malam Ini
malam ini aku kembali mengingatmu
membuka semua laci kenangan
foto-foto, setoples puisi dan beberapa buku
berlomba mengenang semua keindahan
tentang sosokmu
tak pernah ada yang salah
hanya terlalu banyak air mata
yang berulang kuseka
hingga hati pun bercelah
hancur, tercacah
adakah kau masih mengingatnya?
Tangerang, 7 April 2014
TentangNovyNoorhayatiSyahfida
NovyNoorhayatiSyahfida lahir
di Jakarta pada tanggal 12 November. Puisi-puisinya telah dipublikasikan di
beberapa media cetak seperti Pikiran Rakyat, Suara Pembaruan, Sulbar Pos,
Lampung Post, Haluan (Padang), Koran Madura, Harian Cakrawala (Makassar),
Solopos, Majalah Islam Annida, Jurnal Puisi, Buletin "Raja Kadal",
Majalah Sastra "Aksara", Buletin “Jejak”, Majalah Budaya “Sagang” dan
Buletin “Mantra”. Namanya juga tercantum dalam Profil Perempuan Pengarang &
Penulis Indonesia (Kosa Kata Kita, 2012). Kumpulan
puisi tunggalnya: Atas Nama Cinta (Shell-Jagat Tempurung,
2012) dan Kuukir Senja dari Balik Jendela (Oase Qalbu, 2013). Pencinta
buku, penulis puisi dan penyuka senja ini dapat dihubungi melalui: Novy
Noorhayati Syahfida (facebook) / @syahfida (twitter) / syahfida@yahoo.com
(email). Saat ini bekerja di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta.
Catatan Lain
Buku ini datang ke rumah sakit jiwa sambang lihum
bertepatan hari kesehatan jiwa 10 Oktober 2016. “sebab kehidupan adalah
serangkaian lorong panjang yang berliku” ~ labirin/,” begitu kata-kata yang
kita temukan begitu membuka halaman pertama buku. “Selamat menikmati,” tulis
penyair menyapa saya, bersama sebuah emoticon tersenyum. Seandainya labirin
adalah sebuah cemilan....
Aku juga suka puisi kak. Kapan ni kita bikin antologi ??
BalasHapus