Data buku kumpulan puisi
Judul : Sajak Putih
Penulis : H. Amang
Rahman Jubair
Cetakan : I, 2001
Penerbit : Pustaka
Adiba, Surabaya.
Tebal : 60 halaman (22 puisi)
Percetakan :
Lutfansah Mediatama
Penggagas : Yusron Aminulloh,
Henry Nurcahyo, Yunus Jubair
Editor : Henry
Nurcahyo
Sketser : D. Zawawi
Imron
Desain cover : Ahmad
Prolog: Rusdi Zaki
Epilog : Henry
Nurcahyo
Beberapa pilihan puisi H. Amang Rahman
Jubair dalam Sajak Putih
Percakapan
Pro : Drs. Sujarwadi
Ketika aku berkaca
ada sebuah tanya
Ke mana hilangnya muka kanak-kanakku
yang lucu
Ketika daun-daun mulai menguning
Ada sebuah tanya
Ke mana perginya warna hijau kemarin
dulu
Ah,
Ke mana perginya “tadi”
dan
Darimana datangnya “nanti”
- 1984 -
Toraja
I
Gua garba
tempatku datang
Gua Londa
jalanku pulang
II
Kucari keliling Toraja
tak kujumpa di mana Sa’dang bermuara
Di lereng-lereng bukit terjal
kujumpa muara ajal
III
Berpuluh ekor kerbau belang
berbaris di awang-awang
sedang yang berbulu kumbang
beratus di belakang
Yang paling depan
aku tidak tahu
mungkin aku sendiri
tapi
mungkin juga kau
- 1981 -
Akukah Itu?
Lelaki umbaran
saba rerumputan
saba pegunungan
saba lautan
Lelaki umbaran
tidur di awang-awang
tidur di ranjang
tidur di pangkuan
rindukan tembang
rindukan timang
Lelaki umbaran
ketika senja
bersila di pinggir rahim mimpi
tak diucapkannya doa
tak diucapkannya kata
tak diucapkannya mantra
tak diucapkannya pinta
Dirinya adalah seluruhnya
- 1979 -
Suatu Saat, Suatu Ketika
Tanah yang ramah
saat itu akan tiba jua
liang lahat akan digali
gelap dan pengap
seperti guha garba
Hiasi regolnya dengan janur lengkung
hamparkan permadani tiada ujung
taburi kembang dan segala uba rampenya
siapkan sebaris tempat duduk yang empuk
untuk para arwah leluhur, para malaikat
dan bidadari
yang akan mengelu-eluku
Adakah akan kumasuki dengan
langkah-langkah
gagah
berselempang kebijakan dan kebajikan
atau
merunduk redup
menanting dosa
Apapun
akan kulewati
seperti memasuki rahim ibu kembali
- 1979 -
Sajak Putih
I
Putih – putih
kembang melati
Putih – putih
setiap hati
Bisakah esok pagi
perang berhenti?
II
Ada orang menembang
tentang kembang
Ada orang berperang
melawan orang
III
Ia datang
pamit berangkat perang
Jadinya:
Perang belum dilarang, sayang?
- 1972 -
Tentang Diri
Disapanya setiap bulu
Dirabanya setiap sudut rasa
sejuknya
sejuk sekali
Aku tahu
kau adalah ajal
Kalau saatnya tiba
datanglah di segala waktu
di siang – di malam –
kalau dapat pagi
Ucapkan salam
kemudian bisikkan:
“Selamat pagi!”
”Selamat pagi!”
dan
aku akan merebahkan diri
bukan karena menyerah – sayang
tapi pasrah
- 1972 -
Puisi Satu
Ketika daun daun itu jadi kuning
ada satu tanya:
Darimana
datangnya warna kuning ini
Ke mana perginya warna hijau tadi
Oh
Darimana datangnya esok pagi
ke mana
perginya tadi
1991
Surat untuk Anakku
Sudah dua pucuk kembang
Kau tanam di jantungku
Akarnya menyeruak sampai ubun-ubun
Terasa
Pernah kukenal baunya
Pernah kukenal warnanya
Pernah kukenal bentuknya
Karena
Mereka adalah cucuku
Sby. 1984
Untuk Anakku
Anakku
tadi malam
dalam tidurmu
kau mengigau
menanam kembang
di halaman
Esok paginya
bermekaran
di hatiku
- 1975 -
Bulan
Bulan terhimpit
antara dua batu
Dari keningnya
mengucur peluh
satu-satu
- 1975 -
Tentang H. Amang Rahman Jubair
Tak ada biodata di buku ini. Namun ada cuplikan-cuplikan
kecil yang bisa kita ambil dari prolog dan epilog yang ditulis. Misal di
halaman 5: “Begitulah harapan penerbitan buku kumpulan puisi karya H. Amang
Rahman Jubair (1931-2001) yang wafat 40 hari lalu ini. Senyampang selama
kariernya sebagai penyair almarhum Amang Rahman belum pernah menerbitkan
puisi-puisinya dalam satu buku tersendiri.”
Begitupun
di bagian epilog (hlm 50): “Meski
dikenal sebagai pelukis, perjalanan kesenian Amang Rahman sesungguhnya bermula
dari sastra. Sejak masa mudanya Amang memiliki obsesi menjadi sastrawan. Ia
rela menjadi pesuruh di kantor penerbitan sebuah majalah (tahun 1952) supaya
bisa bersama Toha Mochtar dan Trisnoyuwono dalam satu kamar kontrakan.
Pergaulan intens bersama dua sastrawan itu bagi Amang ibarat masuk dalam kamp
petinju, karena setiap malam dia bisa belajar serius mengenai sastra.”
Demikian
seterusnya. Nah, berhubung di halaman identitas buku tidak ditemukan tahun
terbit, maka saya berasumsi berdasarkan tulisan prolog di atas bahwa buku ini
terbit tahun 2001. Hanya ada kemungkinan yang kecil buku ini terbit tahun 2002.
Catatan Lain
Di sampul belakang buku ada
sketsa Amang yang dibuat oleh D. Zawawi Imron dan testimoni dari HB. Jassin.
Di bagian kedua buku ini
ada Sajak-sajak buat Amang Rahman, yaitu puisi-puisi tamu yang ditulis oleh Jil
P. Kalaran, Dik Munthalib, Nurman S, Rachmat Djoko Pradopo, Triyanto
Triwikromo, dan SE. Palupi. Berikut 2 puisi tamu itu, yaitu Membaca Biografi
Amang oleh Triyanto Triwikromo dan Lukisan Mimpi oleh Rachmat Djoko
Pradopo:
Membaca Biografi Amang
Bagi: pelukis itu
aku melihatmu menanam bunga
di langit. Aku tak melihatmu
memanah rusa di Kurusetra
aku mendengar warna-warna sembahyang
di Padang Masyar
aku tak mendengar
kau melukis alif
di sajadah perih
“aku masih punya akar segala air,
engkau punya apa?” katamu sambil
melukis
kabut dan bunga biru
Padang, 9/12/97
(Triyanto Triwikromo)
Lukisan Mimpi
Kepada Amang Rahman
samodra hijau
samodra biru
menenggelamkan diriku
dalam mimpi menderu
anak-anak yang berderet riang ria
gadis yang hanyut dalam angin bercanda
menyatu dalam kesatuan
yang penuh pesona
Kayutanam, 11-12-1997
(Rachmad Djoko Pradopo)
Sebenarnya ada satu puisi
Amang yang tak termasuk ke bagian utama. Ia diberitakan dalam epilog yang
ditulis oleh Henri Nurcahyo. Puisi tersebut dibacakan HB. Jassin dalam kata
akhir sambutannya saat pameran lukisan di Jakarta (1990) dan merupakan sajak
Amang Rahman pada lukisan “Berita Kahir Tahun” (nb. nah, di buku tertulis
Kahir, bukan Akhir?). (hlm. 56-57). Berikut puisinya:
Berita Kahir Tahun
Di batu-batu yang
terjal
Kujumpa muara ajal
Kalau kau datang,
Datanglah lewat depan,
Kuucapkan ‘Salam’
Lalu aku akan terbaring
1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar