Jumat, 29 Maret 2024

Acep Zamzam Noor: MEMBACA LAMBANG

 
 
Data Kumpulan Puisi
 
Judul buku: Membaca Lambang
Penulis: Acep Zamzam Noor
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cetakan: I, Oktober 2018
Tebal: 96 halaman (48 puisi)
Ilustrasi sampul dan isi: sukutangan
ISBN: 978-602-06-1800-5 (Digital)
 
Membaca Lambang terdiri atas Mencari Perigi (42 puisi) dan Membaca Lambang (26 puisi)
 
Sepilihan puisi Acep Zamzam Noor dalam Membaca Lambang
 
MEMBACA LAMBANG
 
Di muara kudengar langkah waktu sayap-sayup sampai
Rumpun bakau menjelma ruang yang memantulkan gema
Ketika angin kemarau berkejaran dengan gulungan ombak
Di pantai. Aku tertinggal jauh di luar batas kesementaraan
 
Sekalipun yang tampak di hadapan tinggal kabut semata
Tentu ada yang masih bisa diteroka. Aku membaca lambang
Merenungi bagaimana langit merendah dan bumi meninggi
Namun bukan sedang mengulurkan benang basah ke udara
 
Pengembaraan adalah detik-detik yang mengalir dari gunung
Diteruskan sungai ke muara. Sedang penghayatan ibarat pasir
Yang butir-butir halusnya mengembara ke tengah samudra
 
Pelan-pelan aku menyaksikan senja berubah menjadi panggung
Sebuah resital cahaya mulai dipentaskan cakrawala. Di kejauhan
Gugusan pulau menggelepar-gelepar bagaikan para penari latar
 
2017
 
 
BEDUGUL
 
Pura yang diam
Menyerap inti waktu
Dari lubuk air. Pusat sunyi
Pusaran tanpa akhir
 
Kedalaman yang biru
Menyempurnakan rindu
Pada yang satu. Wangi sesaji
Mencintai dan memberi
 
2014
 
 
PELABUHAN PAOTERE
 
Semburat fajar
Mewarnai langit tenggara
Udara yang terbakar
Tercium dari puing-puing
Pelabuhan. Cahaya susut
Garam-garam kabut
Dan sebuah gema
Yang ditembakkan ke laut
 
Kisahmu tinggal jejak-jejak kaki
Para pemburu udang. Waktu
Hanya asap
Yang mengepul
Dari tungku
 
Perahu-perahu di kejauhan
Tak lagi bergerak
Ke arahmu. Hanya sisa ombak
Gelombang lunak
Dan bintang-bintang mati
Yang berjatuhan
 
Kemudian sebuah tanda
Di balik rambutmu
Menunjukkan isyarat
Yang tak pernah terbaca:
Ada gambar badik di pundakmu
 
Kisahmu tinggal kerumunan jam
Di pergelangan. Angka-angka
Yang berloncatan
Huruf-huruf yang tumbang
Ke haribaan
 
Pulau-pulau yang pergi
Tak akan kembali
Menemui pagi. Hanya sisa lampu
Kelap-kelip tak menentu
Semacam ajal
Yang kehilangan sinyal
 
Kemudian tubuhmu
Gelap tubuhmu
Mengisyaratkan jejak
Yang tak pernah tercatat:
Sebuah peta terukir dekat pusarmu
 
Kematian yang seksi
Menyelinap
Ke balik sunyi. Seperti burung
Dengan sayap-sayap besi
Seperti kawat
Yang mengalirkan berahi
 
Kisahmu tinggal percikan air
Pada pasir. Usia
Hanya balon udara
Yang pecah
Menjadi rahasia
 
2017
 
 
SUNGAI WALENNAE
 
Sepi meneteskan tinta
Pada permukaan sungai
 
Dari balik gemuruh air
Mengalir kata-kata
 
Sebuah puisi
Bermula dari lubuk hati
 
Kata-kata menyala
Di ujung jemari
 
Pada puncak kata-kata
Bergolak rindu
 
Sepi menembus bukit
Menerobos waktu
 
Di gerbang segara
Kata-kata lindap
 
Dan sepi mengendap
Menjadi puisi
 
2006
 
 
MINGGU PAGI DI PINELENG
 
Pelupukku masih setengah tertutup saat fajar tiba
Serta membukakan celah kecil untuk sinar matahari
Harum kembang cengkih dan buah pala sayup tercium
Dari kebun belakang. Aku berdiri dan mendekati jendela
Pohon-pohon kelapa menghampar pada lereng dan lembah
Mungkin awal musim hujan, atau masih penghujung kemarau
Atap-atap seng tampak basah, menara gereja digenangi embun
Lampu-lampu natal mulai bergelantungan di sekitar kampung
Kulihat makam-makam dengan ukiran indah pada nisannya
Jalan setapak ke gunung seperti bubur tinutuan yang likat
Paduan antara pasir, butiran kerikil serta pecahan padas
Dalam adonan yang pas. Aku menghirup napas panjang
Betapa rasa lapang ini tercipta dari kemurnian udara
Serta angin yang sebenarnya berembus rutin saja
Betapa rasa tenteram ini terlahir dari kata-kata
Yang tidak pernah diniatkan menjadi senjata
 
2015
 
 
SILUMADAHA
 
Langkah samar kabut bergerak ke arah pulau karang
Di antara bunyi ombak yang mengempas perlahan-lahan
Selasar pantai tampak meliuk-liuk hingga ke ujung teluk
Membentuk lekukan biru yang menjilat-jilat buih putih
 
Laksana tanjung dengan ceruk-ceruk tebingnya yang curam
Satu lukisan tak akan habis ditafsir sepanjang putaran waktu
Dan setiap tafsir akan melahirkan sejumlah pemaknaan lain
Tak tahu siapa di antara kita yag memperlebar jarak rindu
 
Kita akan belajar pada laut yang menyimpan isyarat lembut
Di balik keganasan ombaknya. Kita akan berguru pada gunung
Yang terbuka bagi kedatangan dan kepergian burung-burung
 
Kekasihku, biarlah keyakinan kita menemui ufuknya sendiri
Sebagaimana setiap perahu melayari takdirnya masing-masing
Kita akan bertemu pada saat bulan dan matahari bersentuhan
 
2016
 
 
LAHUNDAPE
 
Ketika rembang mulai merumbaikan tirai sutranya
Cahaya matamu masih menerangi setiap langkahku
Tampak buih-buih putih merayapi pantai dan tebing
Mendorong pasir ke bukit. Membangun menara sunyi
 
Ketika petang menutup jendela di semua penjuru angin
Dan ufuk kehilangan garis batasnya pada permukaan air
Kulihat titik-titik cahaya masih bertetesan dari matamu
Seperti dawat yang bergerak sendiri menuliskan hikayat
 
Sejenak aku menghirup udara malam yang likat dan sepi
Daun-daun bakau yang menampung gemuruh angin barat
Menciptakan tembang yang hanya terdengar di telingaku
 
Sejenak aku membayangkan pelayaran-pelayaran panjang
Di mana kerinduan menjadi hamparan samudra tanpa tepi
Sedang titik-titik cahaya mengecil ditelan raksasa kegelapan
 
2017
 
 
MENYEBERANG KE BOKORI
 
Di pulau tanpa penghuni kudengar musik lamat-lamat
Hamparan pasir menjadi partitur yang mengalirkan waktu
Ketika buiih-buih perak berkejaran dengan gelombang lunak
Yang kehijauan. Aku menyeberang ke batas teritorial rindu
 
Meski yang menaungiku hanya nyiur dan cemara angin
Aku rasakan betapa indahnya pagi. Ikan-ikan menyanyi
Camar-camar menari dan awan-awan membentuk komposisi
Di mana aku membayangkan semuanya sebagai orkestra sunyi
 
Jarak yang terbentang antara kita tinggal sejengkal selat
Yang dihuni bunga-bunga karang. Lama aku berkaca pada air
Menyelami kedalamannya seakan memasuki lubuk hatimu
 
Kekasihku, empasan-empasan ombak pada pinggangku
Sentuhan-sentuhan terumbu pada tumitku menjadi ungkapan
Yang hanya bisa kumaknai saat kita saling berjauhan
 
2017
 
 
NYEPI
 
Malam adalah ujung lipatan waktu
Pagi adalah awal berlangsungnya rindu
 
2014
 
 
TANJUNGPINANG
 
Jika pulau-pulau membisu padamu
Akulah lumut pada permukaan tebing batu
 
Jika pantai-pantai menampung deru
Akulah ombak yang masih berselimut biru
 
Jika selat-selat memperlebar jarak kita
Akulah sampan rindu yang menempuh segara
 
Jika rembang petang menebarkan seloka
Akulah bayang-bayang sepi di anjung cahaya
 
2015
 
 
SENGGARANG
 
Garis lurus yang membelah sunyi
Memisahkan kita dari langit dan bumi
 
Warna-warna memadat pada petang
Fajar masuk di antara gelap dan remang
 
Gelap adalah selimut kabut malamku
Remang adalah permadani embun pagimu
 
Di antara kabut malam dan embun pagi
Tercium wangi dupa dan harum kopi
 
Garis lurus yang membelah bumi
Menyatukan kita pada hidup dan mati
 
2015
 
 
DOA PETANI BUNGA
 
Wahai malam yang memperpendek jarak
Dengan misa pagi. Beri kami orkestra yang ramai
Hingga pentas sunyi usai dan kuntum-kuntum peoni
Tercium semerbaknya di awal pergantian musim
 
Wahai musim yang mengurapi lapisan tanah
Dengan sakramen hujan. Beri kami alegro rasa syukur
Kegembiraan yang mengalirkan nada pada lembar partitur
Hingga putik-putik melur rekah sebelum paskah tiba
 
Wahai paskah yang memberkati daun-daun gugur
Dengan tembang mazmur. Beri kami rekuiem yang panjang
Hingga segala duka mengendap dan akar-akar magnolia
Kembali mengalirkan cahayanya pada paras bunga
 
2015
 
 
ZIARAH KE LONDA
 
Menapaki tangga berliku
Tiba di paras tebing yang curam
Menatah sebaris puisi
Pada pohon eboni. Ada yang lindap
Seperti kata-kata bijak
Ketika kutebar harum tuak
Dengan ketajaman aromanya
Nama-nama terselip di sela batu
Mayat-mayat mengering
Pada ketiak waktu. Bunga-bunga logam
Kerbau-kerbau hitam
Tulang-belulang:
Salib di semua pintu
 
Menebar harum tuak
Pada senja-senja berikutnya
Seperti menegakkan tangga ke langit
Kulihat hujan manik-manik
Dengan anyamannya yang meriah
Arak-arakan mega
Rombongan babi hutan
Di udara. Asap daging bakar
Menyeruak dari balik upacara
Seakan ribuan tombak api
Yang mengantarkan ribuan jiwa
Ke singgasana. Gerbang kecil
Senjata-senjata ganjil
Patung-patung kayu
Biji-biji kopi
 
Kuikuti detik dan menit
Yang menjengkal jarak sunyi
Pada arloji. Malam telah lengkap
Dari punggung bukit muncul bulan
Lalu bintang-bintang bertebaran
Seluruh langit memerah
Oleh darah. Kematian adalah pesta
Kepergian adalah tarian
Sedang kehilangan
Adalah tembang. Doa-doa diam
Mantra-mantra bisu:
Di tengah keheningan semesta
Fajar menyerupai sisi lain dari surga
 
2007
 
 
MENCARI PERIGI
 
Kau bergegas menembus semak ilalang
Melewati lembah krisan dan lereng peoni
Bergegas menyusuri jalan setapak ke hutan
Mencari seseorang yang kaukenal lewat mimpi
 
Kau bergegas menerobos keremangan senja
Dengan gaun cheongsam merah muda
Bergegas mencari sumber cahaya
Untuk menaklukkan sunyi di rongga dada
 
Di tengah hutan kau menemukan perigi
Yang airnya jernih serta batu-batunya bersih
Kau membenamkan seluruh tubuh dan rambutmu
 
Sambil menyelam kau khusyuk menguraikan diri
Ketika menyembul kembali dari balik air
Tubuhmu sudah bersayap dan rambutmu bercahaya
 
2014
 
 
Tentang Acep Zamzam Noor
Acep Zamzam Noor, penyair dan pelukis kelahiran Tasikmalaya. Kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Mendapatkan fellowship di Universitas Italiana per Stranieri, Perugia, Italia. Kumpulan puisinya: Di Luar Kata (1996), Di Atas Umbria (1999), Dongeng dari Negeri Sembako (2001), Jalan Menuju Rumahmu (2004), Menjadi Penyair Lagi (2007), Tulisan pada Tembok (2011), Bagian dari Kegembiraan (2013), Berguru Kepada Rindu (2017). Antologi puisi berbahasa sunda: Dayeuh Matapoe (1993), Paguneman (2011), Kiblat Kuring (proses). Kumpulan esainya: Puisi dan Bulu Kuduk (2011), Menjadi Sisifus (2018) dan Sunda Santai Islam Santai (proses).
 
 
Catatan Lain
            Sampul belakang buku memuat petikan puisi “Membaca Lambang”. Halaman persembahan (halaman 11) berisi tiga kata: “Buat/Euis Nurhayati” Tak ada kata pengantar penyair atau komentar siapapun. Begitu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar