Data buku kumpulan puisi
Judul : Manusia Utama, kumpulan puisi
2006-2011
Penulis : Y. Thendra BP
Cetakan :
I, April 2011
Penerbit :
Indie Book Corner, Yogyakarta
Tebal :
53 halaman (42 judul puisi)
ISBN : 978-602-9149-07-4
Penyunting : Irwan Bajang
Foto sampul : Indrian Koto
Beberapa pilihan puisi Y. Thendra BP dalam Manusia Utama
Taman Bermain
di taman bermain
merendah angin pada bunga bunga
dua kanak-kanak berkejaran dalam mata
dua kanak-kanak dalam diri bicara
+ kita mau ke mana?
- ke
mana saja asal ada tempat bermain
+ hari sudah petang
- aku
belum mau pulang
Nokturnal
suara mesin dalam kepala
getar dada melintasi negeri malam
cahyamukah mendera kaca jendela kereta?
ada panggilan tak terjawab di telepon genggam
Meninggalkan Pulau Penyengat
dalam gerimis petang,
bersama pompong
aku tinggalkan pulau penyengat
tanpa menziarahi gurindam dua belas.
aku membaca pasal 13:
air laut yang kembali kepada laut
kesunyian bangkit
antara tiang kapal yang bersandar
dan kibasan sayap burung burung
langit yang jauh, langit yang jauh
semuram punggung laut
seperti dentuman pertama
meriam paranggi di selat malaka
mengusir bahasa melayu
aku menghirup angin garam
telepon genggamku masih memiliki sinyal
antara rambut gimbal saut dan kacamata bode
aku mendengar sorak-sorai
orang-orang membangkitkan yang mati
jadi hantu laut merompak pelayaran bahasa
pom pong pom pong
pom pong pom pong
Pengakuan
dari manakah aku belajar mencintai sesuatu
yang
mulanya begitu jauh?
seperti gugusan bintang di langit september
itu,
tak kupahami utuh.
aku hanya ingin mencintaimu tanpa alasan yang
rumit –
misalnya, perang yang tak berkesudahan, warna
kulit,
kelamin, dan tuhan.
biarlah cinta tumbuh sebagaimana biji pala di
negeriku,
sebagaimana akar menyembunyikan dirinya ke
dalam
bumi lembab di negerimu.
demi nektar bunga tulip itu
demi kupu-kupu yang terbang di biru matamu
cinta telah mengubah diriku tak pernah merasa
tua dan pengantuk
juga mematah jarak antara kita, memanggil pagi
cemerlang untukmu,
menghiasi sunyi mimpi daun musim gugur
dalam
postcard yang kau kirim padaku.
Manusia Pergi
seekor bangau melintas di langit petang
melintas menuju sarang
aku yang bergegas
ke mana mesti pulang?
aku manusia pergi
menyimpan banyak lambaian
menahan ragam kenangan
Ngai Oi Ngi
waktu yang singkat
menyusun ingatan yang panjang, mei lan
di belinyu, di belinyu
kita bertemu
ruko ruko tutup pada jam 4 petang
dikepung bekas lubang-lubang tambang
yang ditinggalkan
aku menggenggam tanganmu lebih dalam
-- tangan yang datang dari negeri hutan
terbakar --
di benteng bongkap, pha kak liang
pantai penyusuk atau di bawah bulan
ketika listrik padam
pada jam 9 malam
tetapi sepanjang jalan depati amir
angin mengembalikan tangan kita
jadi milik masing-masing
agar bisa menangkap senja
bangunan-bangunan tua
dari masa gemilang timah
hingga kesedihan
orang-orang hakka
dalam pembakaran taiseja
agar bisa merasakan
suara mereka yang hidup dan tak bisa pulang
lalu membangun kampung dalam dirinya
jauh lebih sunyi, jauh lebih sunyi
daripada sihir puisi
igauan pelayaran
yang tak pernah menyentuh lautan
belinyu-yogyakarta,
agustus 2009
Disebabkan Humor
seorang ibu berkata kepada temannya
sesama penghuni panti jompo:
“kalau aku mati
aku ingin dikremasi
abuku ditaburkan
di depan mall terbesar
di kota ini
aku yakin
anakku akan
menziarahiku
sekali seminggu.”
April, Haiku, Chairil
aku melangkah
di jalan sajak –
bukan buat ke pesta
Tentang Y. Thendra BP
Y. Thendra BP, berasal
dari Nagari Padang Sibusuk, Sumatera Barat, yang lahir di Bangkinang, 10 Mei
1980. Studi di Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Buku puisinya Tuhan, telpon aku dong
(Gambala Media, 2004). Mengelola Weblog: http://langit-puisi.blogspot.com.
Emailnya: thendra1980@gmail.com.
Catatan
Lain
Buku Manusia Utama oleh Y. Thendra BP ini dihargai
Rp. 30.000,- Saya beli di TB. Indrian pada 23 Juni 2011. Dalam banyak kasus,
saya kadang kesulitan memilih puisi yang ingin ditampilkan lebih dulu sebelum
kata: baca selanjutnya. Demikian juga dengan buku Manusia Utama ini. Pilihan pada puisi Nokturnal sebenarnya karena faktor emosional saja, karena dekat
dengan puisi pendek Chairil Anwar yang saya suka. Bunyi puisi Chairil itu, Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,/
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?/Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:/Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!.
Di awal-awal pembacaan, saya bahkan ingin menampilkan lebih dulu puisi satir Disebabkan Humor. Adapun puisi Pengakuan, mengingatkan saya pada
sonet-sonet Pablo Neruda yang beberapa waktu lalu telah ditampilkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar