Jumat, 02 Desember 2011

Isbedy Stiawan ZS: SALAMKU PADA MALAM


 Data buku kumpulan puisi

Judul : Salamku pada Malam
Penulis : Isbedy Stiawan ZS
Cetakan : I, April 2006
Penerbit : Bukupop, Jakarta
Tebal : viii + 63 halaman (51 judul puisi)
ISBN : 979-99943-9-X
Ilustrasi sampul : Isbedy Stiawan ZS


Beberapa pilihan puisi Isbedy Stiawan ZS dalam Salamku pada Malam


Sekelebat bayang

menyusuri pematang
di bawah hujan
di waktu kelam
sekelebat bayang
berlari di depan

lalu tenggelam

dengan sayap zikir
dari kalimat-kalimat langit
melenyapkan diri
sebagai wujud
memburu bayang-bayang
antara ada dan hilang

di gerbang taman
terengkuh bayang
bersalaman:
bercinta

rumputan bergetar
daun-daun terbang
ke langit-Mu lengang
akhir tujuan!



Dilesapkan Gumam

aku mau pulang
sebab malam
sudah makin bunting
dan para peri
sudah beterbangan

tak ada lagi
yang dapat dijaga
            - bahkan usia -
ketika malam makin
membunuh bayang
lalu kausarangkan
ke diriku paling dalam

dan para peri datang
ingin bawaku jauh
ke pulau tanpa labuh
membuatku lupa jalan pulang

laut hilang tanda
pantai lupa akan pasir
bintang makin sasar

tapi aku mau pulang
sebab malam makin sungsang
dilesapkan gumam!


Catatan (setiap) Hari

tubuh anakku
ditelan televisi
lalu menjelma
jadi nenek sihir

menyulap dirinya
sebagai pahlawan
yang kalah
ditikam raja

sekejap lalu
ia panggil baja hitam
untuk melepas ikatan
dan menumpas raja kejam

tapi, sampai malam
anakku tak kembali
dari dalam televisi
dan dengkurnya
mengalahkan ledakanmu!

(mungkin ia terlelap,
mungkin ... )


Dada Biru Jamblang
: zen hae

dan kisah pun terhenti
begitu subuh masuk
ke ruang ini,
setelah itu kamar mandi
gemuruhkan gigilmu

dada membiru jamblang
menggigil di bak mandi
melupakan kisah lama
dalam mabuk ganja

mana soto betawi
yang kau janjikan
setelah aku mabuk
pulang ke lembah?

“aku sakit, abang,
kawinkan...” lalu
membelah ketakutan
memilih masuk
ke ladang larangan

dan aroma ganja
sedap soto betawi
menjadi kenangan

: lengking ...


Salamku pada Malam

mengiris barisan hujan
malam hari, jalan pekak:
lolong anjing dari semak
melepas pungguk ke langit
seusai mencopoti sayap-sayap
di bawah pohon senyap

kuhitung patahan sayapmu,
semak basah, dan lolong anjing
yang gerayangi tubuhku. basah
oleh hujan, berdarah karena
tombakan ...

mengiris barisan hujan
selalu kudengar lolong anjing
menubuhkan gemetarku

malam ini. salamku
pada malam
yang selalu mencekam


Jadi Burung di Ruang ini

di ruang ini aku jadi burung
sedang kau sebagai sarang
lalu bagaimana bisa
burung pergi dari sarang?

maka aku mengeram di dalammu
aku beternak ruh yang
bersayap di masa datang
kepakkan segala kata

jadi kalimat
rimba keramat
yang kau eram pula
sehabis hujan luruh
di luar rencana ...

aku jadi burung di ruang ini
mengeram di sarangmu
beternak kalimat-kalimat
            dusta,
            tumbuh sayap di masa datang
            yang pulang dengan kaki patah

merimba keramat ...


Metafora Malam

di dalam akuarium
gelap dan penuh asap
kita menjelma jadi
dua ekor ikan

tak hendak menepi
atau menaiki air
: berenang
saling mencupang

sebagaimana penari
kita pun beriang
menjejak lantai
menggerakkan tubuh
tak ke tepian

sayap-sayap mengembang
menggegas terbang
sesama berdekapan
dan kota dipenuhi air
: meluap, melahap

sebotol  minuman tumpah
dua pasang sepatu basah
sesosok bibir pecah
di bawah redup lampu

aku ingin kembali
di hari lain lagi,
bisikmu sambil merapikan
sayapmu yang telah koyak ...


Warna Kuning dan Putih
: hasanudin dan marhalim

apa yang akan kuceritakan lagi padamu
ketika dongeng sudah habis
mungkin hanya sisa dengung
atau puing sehabis taifun
di malam pesta yang riuh

sesiang tadi kuseberangi selat
singgah sekejab di penyengat
memandangi makam-makam
seperti menggali rahasia pualam

hanya matahari dengan teriknya
bau lumpur dari tepi pantai meruap
datang dan pergi dibawa angin

dari ketinggian makam para raja
kau sadarkan aku pada warna-warna
“bahkan pada kematian
kaudapati perbedaan,” lenguhku

lalu warna kuning dan putih
seperti mengajakku masuk
ke ruang makam-makam



Tentang Isbedy Stiawan ZS
Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, 5 Juni 1958. Berkhidmat di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Kumpulan puisinya antara lain: Membaca Bahasa Sunyi, Lukisan Ombak, Kembali Ziarah, Daun-Daun Tadarus, Roman Siti dan Aku Selalu Mengabarkan, Aku Tandai Tahi Lalatmu (2003), Menampar Angin (2003), Kota Cahaya – 100 puisi pilihan (2005). Kumpulan cerpennya Ziarah Ayah (2003), Bulan Kembali Rebah di Meja Diggers (2004), Dawai Kembali Berdenting (2004), Perempuan Sunyi (2004), Selembut Angin Setajam Ranting (2005), Seandainya Kau Jadi Ikan (2005), Hanya untuk Satu Nama (2005).


Catatan Lain
Buku Salamku pada Malam oleh Isbedy Stiawan ZS ini harganya Rp. 14.300,- Saya beli di TB. Karisma Banjarbaru pada Jum’at, 15 April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar