Data buku kumpulan puisi
Judul : Pahlawan dan Tikus
Penulis : K.H. A. Mustofa Bisri
Cetakan :
I, 1995
Penerbit :
Pustaka Firdaus, Jakarta
Tebal :
vi + 108 halaman (56 judul puisi)
Disain Sampul :
Jean Kharis
Beberapa pilihan puisi K.H.A. Mustofa Bisri
dalam Pahlawan dan Tikus
Kepada Penyair
Brentilah menyanyi sendu
tak menentu
tentang gunung-gunung dan batu
mega-mega dan awan kelabu
tentang bulan yang gagu
dan wanita yang bernafsu
Brentilah bersembunyi
dalam simbol-simbol banci
Brentilah menganyam-anyam maya
mengindah-indahkan cinta
membesar-besarkan rindu
Brentilah menyia-nyiakan daya
memburu orgasme dengan tangan kelu
Brentilah menjelajah lembah-lembah
dengan angan-angan tanpa arah
Tengoklah kanan-kirimu
Lihatlah kelemahan di mana-mana
membuat lelap dan kalap siapa saja
Lihatlah kekalapan dan kelelapan merajalela
membabat segalanya
Lihatlah segalanya semena-mena
mengkroyok dan membiarkan nurani tak berdaya
Bangunlah
Asahlah huruf-hurufmu
Celupkan baris-baris sajakmu
dalam cahya dzikir dan doa
Lalu tembakkan kebenaran
Dan biarlah Maha Benar
yang menghajar kepongahan gelap
dengan mahacahyaNya
1414
Maju tak Gentar
Maju tak gentar
Membela yang mungkar
Maju tak gentar
Hak orang diserang
Maju tak gentar
“Pasti kita menang!”
1993
Input dan Output
Di mesjid-mesjid dan majlis-majlis taklim
berton-ton
huruf dan kata-kata mulia
tanpa
kemasan dituang-suapkan
dari
mulut-mulut mesin yang dingin
ke
kuping-kuping logam yang terbakar
untuk
ditumpahkan ketika keluar.
Di kamar-kamar dan ruang-ruang rumah
berhektar-hektar
layar kehidupan mati
dengan kemas luhur
ditayang-sumpalkan
melalui mata-mata
yang letih
ke benak-benak seng
berkarat
untuk dibawa-bawa
sampai sekarat.
Di kantor-kantor dan markas-markas
bertimbun-timbun
arsip kebijaksanaan aneh
dengan map-map
agung dikirim-salurkan
melalui
kepala-kepala plastik
ke segala pejuru
urat nadi
untuk diserap
sampai mati.
Di majalah-majalah dan koran-koran
berkilo-kilo berita
dan opini Tuhan
dengan disain nafsu
dimuntah-jejalkan
melalui kolom-kolom
rapi
ke ruang-ruang
kosong tengkorak
orang-orang tua dan
anak-anak.
Di hotel-hotel dan tempat hiburan
beronggok-onggok
daging dan virus
dengan bungkus
sutera disodor-suguhkan
melalui
saluran-saluran resmi
ke berbagai pribadi
dan instansi
untuk dinikmati
dengan penuh gengsi
Di jalan-jalan dan di kendaraan-kendaraan
berbarel-barel
bensin dan darah
dengan pipa-pipa
kemajuan ditumpah-ruahkan
melalui pori-pori
kejantanan
ke tangki-tangki
penampung nyawa
untuk menghidupkan
sesal dan kecewa
1415
Pahlawan
Lahir. Hilang. Gugur. Hidup. Mengalir. Sudah.
Tikus
memanen tanpa menanam
merompak tanpa jejak
kabur tanpa buntut
bau tanpa kentut
1414
Orang Kecil Orang Besar
Suatu hari yang cerah
Di dalam rumah yang gerah
Seorang anak yang lugu
Sedang diwejang ayah-ibunya yang lugu
Ayahnya berkata:
“Anakku,
Kau sudah pernah
menjadi anak kecil
Janganlah kau nanti
menjadi orang kecil!”
“Orang kecil kecil
peranannya
Kecil perolehannya,”
tambah si ibu
“Ya,” lanjut ayahnya
“Orang kecil sangat
kecil bagiannya
Anak kecil masih
mendingan
Rengeknya
didengarkan
Suaranya
diperhitungkan
Orang kecil tak
boleh memperdengarkan rengekan
Suaranya tak suara.”
Sang ibu ikut wanti-wanti:
“Betul, jangan
sekali-kali jadi orang kecil
Orang kecil jika
jujur ditipu
Jika menipu dijur
Jika bekerja
digangguin
Jika mengganggu
dikerjain.”
Ayah dan ibu berganti-ganti menasehati:
“Ingat, jangan
sampai jadi orang kecil
Orang kecil jika
ikhlas diperas
Jika diam ditikam
Jika protes dikentes
Jika usil dibedil.”
“Orang kecil jika
hidup dipersoalkan
Jika mati tak
dipersoalkan.”
“Lebih baik jadilah
orang besar
Bagiannya selalu
besar.”
“Orang besar
jujur-tak jujur makmur
Benar-tak benar
dibenarkan
Lalim-tak lalim
dibiarkan.”
“Orang besar boleh
bicara semaunya
Orang kecil paling
jauh dibicarakan saja.”
“Orang kecil jujur
dibilang tolol
Orang besar tolol
dibilang jujur
Orang kecil berani
dikata kurangajar
Orang besar
kurangajar dikata berani.”
“Orang kecil
mempertahankan hak
disebut pembikin
onar
Orang besar merampas
hak
disebut pendekar.”
Si anak terus diam tak berkata-kata
Namun dalam dirinya bertanya-tanya:
“Anak kecil bisa
menjadi besar
Tapi mungkinkah
orang kecil
Menjadi orang
besar?”
Besoknya entah sampai kapan
si anak terus mencoret-coret
dinding kalbunya sendiri:
“O r
a n g
k e c
i l ?
? ?
O r
a n g
b e s
a r !
! !”
1993
Andaikata
andaikata
kupunya
tak
hanya
lengan
lunglai
tempat
kita meletakkan kalah
andaikata
kupunya
tak
hanya
pangkuan
landai
tempat
kita merebahkan resah
andaikata
kupunya
tak
hanya
dada luka
tempat
kita menyandarkan duka
andaikata
kupunya
tak
hanya
tangan
kelu
tempat
kita menggenggam pilu
andaikata
kupunya
tak
hanya
kata-kata
dusta
penyeka
airmata
andaikata
kupunya
tak
hanya
telinga
renta
penampung
derita
andaikata
kupunya
tak
hanya
andaikata
1414
Ibu
Ibu
Kaulah
gua teduh
tempatku
bertapa bersamamu
sekian
lama
Kaulah
kawah
dari
mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah
bumi
yang
tergelar lembut bagiku
melepas
lelah dan nestapa
Gunung
yang menjaga mimpiku
siang
dan malam
Mata
air yang tak brenti mengalir
membasahi
dahagaku
Telaga
tempatku bermain
berenang
dan menyelam
Kaulah,
ibu, langit dan laut
yang
menjaga lurus horisonku
Kaulah,
ibu, mentari dan rembulan
yang
mengawal perjalananku
mencari
jejak sorga
di
telapak kakimu
(Tuhan
Aku bersaksi
Ibuku
telah melaksanakan amanatMu
menyampaikan
kasihsayangMu
maka
kasihilah ibuku
seperti
Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
1414
Nasihat
Ramadlan buat A. Mustofa Bisri
Mustofa,
Jujurlah
pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakan
Ramadlan
bulan ampunan apakah hanya menirukan Nabi
atau dosa-dosamu
dan harapanmu yang berlebihanlah yang
menggerakkan
lidahmu begitu.
Mustofa,
Ramadlah
adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanya
untukNya
dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNya
kepadamu.
Semua yang khusus untukNya khusus untukmu.
Mustofa,
Ramadlan
adalah bulanNya yang Ia serahkan padamu dan bulanmu
serahkanlah
semata-mata padaNya. Bersucilah untukNya. Bersalatlah
untukNya.
Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri
untukNya.
Sucikan
kelaminmu. Berpuasalah.
Sucikan
tanganmu. Berpuasalah.
Sucikan
mulutmu. Berpuasalah.
Sucikan
hidungmu. Berpuasalah.
Sucikan
wajahmu. Berpuasalah.
Sucikan
matamu. Berpuasalah.
Sucikan
telingamu. Berpuasalah.
Sucikan
rambutmu. Berpuasalah.
Sucikan
kepalamu. Berpuasalah.
Sucikan
kakimu. Berpuasalah.
Sucikan
tubuhmu.
Berpuasalah.
Sucikan
hatimu.
Sucikan
pikiranmu.
Berpuasalah.
Suci
kan
dirimu.
Mustofa,
Bukan
perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yang
mengingatkan
kedlaifan dan melembutkan rasa.
Perut
yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penunggu
atau perebut
kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.
Barangkali
lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahan
sedikit
berpuasa tapi hanya kau yang tahu
hasrat dikekang
untuk apa dan siapa.
Puasakan
kelaminmu
untuk memuasi
Ridla
Puasakan
tanganmu
untuk menerima
Kurnia
Puasakan
mulutmu
untuk merasai
Firman
Puasakan
hidungmu
untuk menghirup
Wangi
Puasakan
wajahmu
untuk menghadap
Keelokan
Puasakan
matamu
untuk menatap
Cahaya
Puasakan
telingamu
untuk menangkap
Merdu
Puasakan
rambutmu
untuk menyerap
Belai
Puasakan
kepalamu
untuk menekan
Sujud
Puasakan
kakkmu
untuk menapak
Sirath
Puasakan
tubuhmu
untuk meresapi
Rahmat
Puasakan
hatimu
untuk menikmati
Hakikat
Puasakan
pikiranmu
untuk menyakini
Kebenaran
Puasakan
dirimu
untuk menghayati
Hidup.
Tidak.
Puasakan
hasratmu
hanya untuk
Hadlirat
Nya
!
Mustofa,
Ramadlan
bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau telah
merasakan
sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.
Tapi
bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkian
keserakahan
ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat dari
comberan
hatimu?
Mustofa,
inilah
bulan baik saat baik untuk kerjabakti membersihkan hati.
Mustofa,
Inilah
bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimu
yang
secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi
kau
puja selama ini.
Atau
akan kau lewatkan lagi kesempatan ini
seperti Ramadlan-ramadlan yang lalu.
Rembang, Sya’ban 1413
Ya Rasulallah
aku
ingin seperti santri berbaju putih
yang
tiba-tiba datang menghadapmu
duduk
menyentuhkan kedua telapak tangannya di atas paha-pahamu muliamu
lalu
aku akan bertanya ya rasulallah
tentang
islamku
ya
rasulallah
tentang
imanku
ya
rasulallah
tentang
ihsanku
ya
rasulallah
mulut
dan hatiku bersaksi
tiada
tuhan selain allah
dan
engkau ya rasul utusan allah
tapi
kusembah juga diriku astaghfirullah
dan
risalahmu hanya kubaca bagai sejarah
ya
rasulallah
setiap
saat jasadku salat
setiap
kali tubuhku bersimpuh
diriku
jua yang kuingat
setiap
saat kubaca salawat
setiap
kali tak lupa kubaca salam
assalamu’alaika
ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh
salam
kepadamu wahai nabi juga rahmat dan berkat allah
tapi
tak pernah kusadari apakah di hadapanku
kau menjawab
salamku
bahkan
apakah aku menyalamimu
ya
rasulallah
ragaku
berpuasa
dan
jiwaku kulepas bagai kuda
ya
rasulallah
sekali-kali
kubayar zakat dengan niat
dapat
balasan kontan dan berlipat
ya
rasulallah
aku
pernah naik haji
sambil
menaikkan gengsi
ya rasulallah,
sudah islamkah aku?
ya
rasulallah
aku
percaya allah dan sifat-sifatnya
aku
percaya malaikat
percaya
kitab-kitab sucinya
percaya
nabi-nabi utusannya
aku
percaya akherat
percaya
qadla-kadarnya
seperti
yang kucatat
dan
kuhafal dari ustad
tapi
aku tak tahu
seberapa
besar itu mempengaruhi lakuku
ya
rasulallah, sudah imankah aku?
ya
rasulallah
setiap
kudengar panggilan
aku
menghadap allah
tapi
apakah ia menjumpaiku
sedang
wajah dan hatiku tak menentu
ya
rasulallah, dapatkah aku berihsan?
ya
rasulallah
kuingin
menatap meski sekejab
wajahmu
yang elok mengerlap
setelah
sekian lama mataku hanya menangkap gelap
ya
rasulallah
kuingin
mereguk senyummu yang segar
setelah
dahaga di padang kehidupan hambar
hampir
membuatku terkapar
ya
rasulallah
meski
secercah, teteskan padaku
cahyamu
buat
bekalku sekali lagi
menghampirinya
1414
Tentang K.H. A. Mustofa
Bisri
K.H. A. Mustofa
Bisri atau biasa dipanggil Gus Mus, lahir 10 Agustus 1944, putra dari KH. Bisri
Mustofa, ulama dari Rembang. Masa kecil dan remaja dihabiskan di lingkungan
pesantren. Tercatat pernah nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren
Krapyak Yogyakarta dan Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang, kemudian
melanjutkan studi di Universitas Al-Azhar Kairo. Saat ini, beliau menjadi
pengasuh di Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang. Karya tulisnya banyak
tersebar di media massa dan dibukukan, mengupas masalah keislaman, politik,
sosial, budaya. Gus Mus telah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi, antara
lain: (1). Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem,
(2). Tadarus, Antologi Puisi, (3). Mutiara-mutiara Benjol, (4). Pahlawan dan Tikus, (5). Syair Asma’ul Husna (bahasa Jawa), (6). Rubaiyat Angin dan Rumput, (7). Wekwekwek.
Catatan
Lain
Buku lama ini,
Pahlawan dan Tikus, seingat saya, saya beli sewaktu masih SMA. Di bagian
belakang buku masih ada stempel harga: Usaha Jaya Rp. 4000,- Di sampul belakang
juga nampang dengan gagah komentar-komentar para “pendekar” pilih tanding
bidang sastra. Prof. DR. Sapardi Djoko Damono:”Keunikan puisi Mustofa Bisri terletak pada pengungkapan masalah sosial
dan spiritual dengan menggunakan bahasa sehari-hari.” Taufik Ismail:”Rasa terlibat yang kuat dengan masalah
sosial, kesungguhan seorang saleh yang berilmu, kerendahan hati dan rasa humor
berpadu dalam pribadi K.H.A. Mustofa Bisri yang membayang dalam puisi-puisinya.”
Danarto:”Lewat puisi, Kyai Mustofa Bisri
membuat ayat-ayat suci menjadi operasional bagi sepak-terjang keadilan,
kemakmuran, dan kebenaran.”
Buku ini terdiri dari beberapa
bagian, yaitu Puisi-puisi Gelap (7
puisi), Puisi-puisi Remang-remang (15
puisi), Puisi-puisi agak Terang (6
puisi), Puisi-puisi Terang (20
puisi), Puisi-puisi Terang-terangan
(5 puisi) dan Puisi-puisi Penerang (3
puisi).
celotehan dan coretan bermakna
BalasHapusTinggi-tinggi bahasa Kiyai satu ini
Aku hanya pujangga kecil
bisakah aku berguru pada mu?