Satu Buku Dua Kubu:
Kubu Satu : Dunia Bogambola oleh Sosiawan Leak
Kubu Dua : Nyanyian Sepasang Daun Waru oleh Thomas Budi Santoso
Data buku
kumpulan puisi 1
Judul : Dunia Bogambola
Penulis : Sosiawan Leak
Cetakan : I, April 2007
Penerbit : Indonesia Tera, Yogyakarta.
Tebal : 72 halaman (47 judul puisi + 1
puisi bersama)
ISBN : 979-775-018-3
Pemeriksa aksara : Kesia Lumintang
Penata letak dan design : Gannie D. Rahardian
Beberapa pilihan puisi Sosiawan Leak dalam Dunia Bogambola
Cerita untuk Anak Kita
-
di
pusaramu
aku cerita pada anak kita;
bahwa kau sedang tidur lama
dan suatu ketika akan bangun.
anak kita bertanya;
bagaimana ibu bisa mengenaliku
kalau ia tidur sejak aku lahir?
kubilang, ibu pasti mengenalmu
sebab ia selalu memimpikanmu
bahkan sejak sebelum tidur!
pelangi-mojosongo, solo, nopember 2006
Apakah Kartini
kartini, apakah kau akan tersenyum
tahu astronot wanita kita gagal mengangkasa
lantaran keburu tua
sementara amerika menunda peluncuran pesawatnya
dan kita belum mampu meracik roket sendiri
kartini, apakah kau akan tertawa
lantaran sekarang wanita dapat menjadi birokrat
atau wakil rakyat di parlemen
bahkan presiden
kartini, apakah kau akan menangis
lantaran kini untuk yang pertama kali
presiden wanita kita sudah turun tahta
dan entah nanti apakah terpilih lagi atau frustasi
kartini, apakah kau akan menderita
tatkala di koran kau baca
ada ibu rumah tangga rela menjadi pengedar ganja
dan narkoba
untuk membantu suaminya menghadapi keruwetan ekonomi
atau seorang ibu yang membunuh suami
lantaran selingkuh dengan teman sendiri
kartini, apakah kau akan susah
ketika kau jumpa para remaja
kehormatannya diobral murah
di tanah sendiri atau di negeri tetangga
kartini, kalau kau lahir di jaman ini
mungkin bingung mencari arti emansipasi
seperti kami linglung mengingat nama dan arti
kartini
untung kau lahir 127 tahun lalu
sehingga tak mengalami,
betapa susahnya menjadi wanita berkelamin ganda;
ibu rumah tangga sekaligus pekerja!
pelangi, mojosongo-solo, 25 april 2004
Kemana
perginya sejarah Papua?
kemana perginya sejarah
papua?
teman-teman sd ku
kurus, dekil, rambutnya bau
kulit penyakitan, pakaian
lusuh tanpa sepatu
aku menangis, saat 40 tahun
kemudian
masih ketemu pemandangan yang
sama
di sini, di papua
kemana perginya sejarah
papua?
di atas kapal, para
pengembara terpesona
saat mata menabrak gunung
bersalju di puncaknya
di sini, di khatulistiwa
lalu, di dasar kali yang
mereka selusuri
terhampar emas tanpa tuannya
bagai permadani pasir yang
merdeka dan bercahaya.
gunung bersalju itu
melempar rasa rindu tanah
leluhur
mampir ke areal pertambangan
yang pada perutnya hamil tua
kekayaan
di sana, di eropa.
tapi di sini, di papua
berarti bencana
sebab para suku percaya
mereka ada atas kehendak dewa
juga kali, samudra, rahasia
hutan dan pegunungan.
bersama alam mereka membangun
kearifan kehidupan,
merajut impian kemakmuran.
kemana perginya sejarah
papua?
papua yang manis
digaris tipis kali ajkwa
daya hidup suku-suku timika
yang sejak 23 tahun lalu
digasak 7.257 ton tailing saban hari
yang mulai 16 tahun lalu
kusam dirajam 31.000 ton tailing saban hari
yang kini meradang diterjang
223.000 ton tailing saban hari
jangankan untuk mandi,
ikan dan lokan mati
bahkan kebun sagu orang
komoro
di wilayah koperaporka layu
kemana perginya sejarah
papua?
papua yang perkasa
di mana pipa-pipa raksasa
grasberg-tembagapura
mengantar 6 miliar ton
gerusan pasir tembaga ke laut arafuru
tempat kapal-kapal besar
menunggu.
aku menangis, saat 40 tahun
kemudian kutahu
di dalam 6 miliar ton itu
terkandung 6.000 ton emas.
aku menangis,
mendengar orang-orang papua
para penambang limbah di
kabur wanomen dihalau paksa
diusir kasar dan ditembaki
aparat negara,
apakah untuk memungut emas
sebiji pasir, di tanah papua
orang-orang papua harus
kehilangan nyawa?
lihatlah kuala kencana
samping timika
tempat petinggi freeport
berleha-leha
sementara 7 km dari kota itu,
ada rumah yatim piatu
yang taraf hidupnya sama
seperti sebelum ditemukan papua
di sekitarnya masih bisa
kaujumpa orang-orang berkoteka
kemana perginya sejarah
papua?
kita gerus gunung berpuncak
salju
atas nama kemakmuran bersama
sambil membiarkan sanak
saudara hidup di jaman batu
atas nama warisan budaya
kemana perginya sejarah
papua?
Pelangi mojosongo, solo 15
maret 2006
* dari esai Riswanda Imawan
(kompas, 13 maret 2006)
Penjarah Sahaja
-
bagi
gusmus
kesahajaan adalah
; mata air yang mengucur dari gunung
menjelma teduh kala wajah terbasuh
ialah juga embun pagi
usai musnah sang kabut
yang menetes di ujung daunan
menjelma kehidupan para perdu dan rerumputan
kesahajaan pula
yang menuntun padi, jagung dan palawija
menunduk di atas meja makan
tanpa pernah menuntut dipulangkan
kesahajaan serupa kerja dan doa
yang bergandengan tangan dalam kalbu kita
menjelma keadilan, kemakmuran yang sentosa
kesahajaan, dialah
yang acap menyelinap
pergi tanpa pamit dari sanubari
jakarta, 13 september 2000
Keluar dari Hidup
aku butuh sesuatu
lamatlamat kukenal, semacam misteri;
kuajak masuk ke kesepian kluwung,
garis laut dan pekak hawa gunung
dan kamu; sesuatu yang lamatlamat kukenal itu
duduk sepi di sampingku
tidak tersenyum tidak berduka
sementara gelap dan sepi di luar kita
cuma sibuk suara serangga,
angin atau daunan yang menjatuhkan embun
sunyi sendiri tak akan jaga oleh keriuhan itu
sebab ia telah lelap menyelinap
di kehangatan kita.
aku butuh sesuatu
lamatlamat kukenal, semacam misteri;
bukankah kadang kita butuh keluar dari hidup?
menggila dengan aku!
sebelum akhirnya
seperti salmon;
setelah bertelur, berakhir
di tempat yang sama pada saat dilahirkan
pelangi-mojosongo, solo, 7 oktober 2006
Kota, Sang Penjarah Desa
kota-kota tlah kian lunas memamah
para kampung dan desa
slogan dan iklan menabur propaganda
menggasak segar udara
hingga malam,
mercury-mercury menggantikan impian petani
yang pada siangnya
dirangsek rambu-rambu jalan
dijala lintasan kawat listrik
di atasnya
di sawah.
beton-beton dan jalanan
pun menjarah dunia padi
di mana berumah matahari petani.
solo, oktober 1998
Puisi, Rimba atau Taman Bunga
apa yang bisa diberikan puisi
di tengah senyuman tuhan;
tsunami dan banjir bah
formalin, bakso tikus, longsoran sampah
flu burung dan demam berdarah?
apakah puisi berteriak sekencang reformasi
pemilu dan sidang raju
demo kepala desa, ruu pornografi atau karikatur
nabi?
apakah puisi seperti blt
raskin, kartu sehat, ganti rugi tanah
untuk tol dan program pemerintah?
atau ia mirip komentar penguasa
tentang bbm, tdl, teroris, impor beras dan pupuk
kimia?
freeport dan blok cepu?
Apakah ia seperti chairil
intisari pikiran dan perenungan?
atau cuma seonggok jagung di kamar willy
yang loyo berhadapan dengan spp wiji?
apakah puisi beda dengan nina bobok ibu kala kita
kecil dulu?
apakah ia tak sama dengan tembang dolanan di
pelataran
saat kanak-kanak, berkawan teman-teman dan
rembulan?
apakah ia tak bisa gaul dengan abg
yang nongkrong di mall, super market dan televisi?
apakah ia tak bisa dipinang dentuman ritmik
café, restoran, dan discotik?
apakah ia adalah lembu yang kecapaian
usai membajak sawah?
atau puisi adalah sawah itu sendiri?
angin, batu, bajak, tanah, matahari
bulan, laut, ranting, kedalaman dan kesenyapan
jiwa yang terbelenggu?
denting gitar dan gemericik air kali?
nyatanya di matamu puisi menolak semu
berkisah segala, memamah semua
meski tak selalu mampu memamah menu
mengunyah usia hingga menua
lautan, kota, manusia kalah
korupsi serta ziarah
rindu, nabi, sejarah, kenangan
cinta, sia-sia juga nyanyian
seperti omnivora
kau telan tiap yang kau temu
entah suka entah tak kuasa, entah karib entah tak
akrab
masuk ke lubang krongkongan
lalu aduk di lambung lambang
kembali ke lumbung kehidupan
apakah segampang lempang?
nyatanya, kau kerap menggulai kata-kata
melebihi makna yang hendak kau jala
hingga lahir sajak dengan kerutan
dahi lipatan dan luka sekujur muka
nyatanya, wajahnya kabur bertabur aneka
hingga kita musti waspada
kala menatap dan menyelaminya
sebab, bisa bak rimba yang di rimbun kata
sedang matahari, sang pembidik arah
tak tembus cahyanya
di rimbunan yang belum selesai tumbuh
dan terus tumbuh!
lalu, tanpa kompas kita terjebak di hutan makna
ruwet jalan keluar masuknya
sedang alas yang kita injak tak henti diserbu kabut
hasil perselingkuhan slogan dan mantera
beraroma gelisahmu yang lembah
sebab alpa kau buka jendela
hatimu!
bagai lensa kamera, sajakmu tanpa kekang biasnya
menghidang gambar jauh dari nyata
lebih indah, lebih manis, lebih tragis, lebih terjaga
fantastis!
kau lupa
bahwa rumput sejumput
lebih gairah dari segenggam kembang
di samudra bunga
sedang taman, tak dibutuhkan
di pendemi alvian influensa dan busung lapar
pelangi
mojosongo, solo, 11 maret 2006
Anakku
Menulis
tak ada yang ditulisnya
; kecuali kegembiraan bermain dan siksaan belajar
juga buku-buku dan jam sekolah yang lengang
; kecuali saat bel istirah.
kartu-kartu dan gambar-gambar
masa depan yang asing dari sejarahku
erat berada di genggamannya,
di tidurnya, juga mimpinya
menjelma bantal, kasur di kamar tidur
menjadi teman setia di meja belajar
berubah lauk lezat di meja makan.
lalu-lagu televisi, tarian kartun dan film fiksi
merampas matanya yang selalu curiga padaku
wajah tegang mata prampang
terjaga tiap bicara denganku; orang tua!
tak ada yang bisa ditulisnya
di depan computer tuaku
; ia kehilangan huruf-huruf yang berantakan letaknya
tanda baca dan jeda jadi tak ada fungsi
rayuan games, laksana sambal di makan siangku
tuts-tuts kotor, mouse yang kerap macet dan berdebu
mengusir minatnya; membunuh kisahnya tentang apa saja
tentang mandi yang telat lantaran sinchan
tentang permainan dengan teman yang selalu kurang
uang belanja yang tak pernah nambah
(padahal harga jajanan makin menjarah!)
makan yang tak pernah nikmat
tapi, tetap tak ada yang bisa ditulisnya!
pelangi,
mojosongo-solo, april-mei 2004
Apakah
Kamu Masih Ingin Menemuiku?
saat kecil, kami sekeluarga tidur bersama
tanpa listrik, dengan ibu dan ayah
di dalam rumah berlantai tanah.
jika turun hujan, kantuk urung datang
sebab atap seng ditabuh air langit yang tumpah
tak beraturan
apakah kamu masih ingin menemuiku?
sedangkan kutahu
kamu tak pernah singgah di tempat yang sama
kecuali saat pulang.
selalu berpindah
dari cahaya api ke lembab tanah,
basah hujan dan batas impian.
saat kecil, kami sekeluarga bekerja
masing-masing memiliki tugas yang berbeda
adikku menyiapkan kayu di tungku tak kunjung padam
perapian buat kakak,
yang menimba sumur hingga kering,
sebagai alasku menjemur air mata ibu di pembaringan,
sedang ibu menyisir kemarahan bapak
yang selalu memandang jendela berkabut
atau pintu berdebu
entah oleh asap, butiran air mata atau embun jelaga
apakah kamu masih ingin menemuiku?
dan berharap memungut kangen yang perwira
tumbuh di kedua lengan tak lempangku
atau di sepasang bengkok pahaku?
pelangi-mojosongo,
solo, april 2006
Kekayaanku
Hanya Buku dan Bunga
kekayaanku hanya buku dan bunga
apakah kamu sudah membeli mobil? tanyamu
buku-buku menjerit dari timbangan
bersamaan dengan debu dan akar kembang
yang dicampakkan di jalanan
entah karena perang, pesta perkawinan
atau sisa pemakaman
kupungut segala tanpa peduli nama
status keluarga, cacat atau bermahkota
sambil kuingat ceritamu
tentang perselingkuhan udara dan limbah kimia
yang melahirkan hujan api di semua ruang, di dapurmu
mendidihkan segala yang kau sentuh
bahkan saat kau tidur sekalipun
kekayaanku hanya buku dan bunga
apakah engkau bahagia? tanyamu
seperti kata-katamu yang lengang
tanpa wajah, tak bernada, beralamat
aku dirajang-rajang huruf yang berloncatan
tanpa jeda tanpa tanda baca
yang lama ditawan daftar harga
di istana pasir bersama angin, kluwung
dan giris gerimis
yang tak pernah turun, di dapurmu
tapi, kekayaanku hanya buku dan bunga
kekayaanku hanya buku dan bunga
aku kangen, katamu
dan aku melamarmu dengan perpisahan
sambil terus mengumpulkan buku dan bunga
menjarakkan pertemuan kita
yang tak kunjung sampai!
pelangi-mojosongo,
solo, 29 maret 2006
Data buku
kumpulan puisi 2
Judul : Nyanyian Sepasang Daun Waru
Penulis : Thomas Budi Santoso
Cetakan : I, April 2007
Penerbit : Indonesia Tera, Yogyakarta.
Tebal : 72 halaman (48 judul puisi + 1
puisi bersama)
ISBN : 979-775-018-3
Pemeriksa aksara : Kesia Lumintang
Penata letak dan design : Gannie D. Rahardian
Beberapa pilihan puisi Thomas Budi Santoso dalam Nyanyian Sepasang Daun Waru
Di Gleneagles
Hospital
di gleneagles
hospital
di operation
theatre suite
aku datang
padaMu
“sejak dahulu
sudah
aku serahkan
telinga ini
dan sekarang
aku serahkan pula
telingaku, dan
hidupku
sebab Engkaulah
yang
empunya diriku”
sesaat duniaku
terlena
selama tiga
jam, entah ke mana
dan ketika aku
siuman
pertanyaan
pertama
“apakah aku
sudah selesai?”
di gleneagles
hospital
di ruang empat tujuh
belas
aku temukan
diriku
berkeping
seribu
kulihat
fatamorgana, panjang
terbentang di
depan
dan kuputar
kembali
cakrawala
kehidupan
yang kutempuh,
sepanjang
separoh hidupku
yang sempat
meluruhkan
air mataku
di gleneagles
hospital
aku temukan
kembali, cintaku
yang terkikis
waktu, yang panjang
sejak cinta
dipersatukan
waktu yang
sempit
yang menyekat
kasih, dan
waktu yang sisa
yang menyimpan
derita
(dan membuat
segalanya sia-sia?)
di sana
aku temukan
kembali, cintaku
isteriku
aku temukan,
sahabat-sahabatku
dan surat-surat
dari jauh
dan
percakapan-percakapan dari jauh
yang menopangku
dengan
semangat, dan
penghiburan,
dan doa
dan firmanNya
yang membuat
aku
tegak berdiri
kembali
s’pore,
15.12.86
Minggu Bahagia
dua pasang mata
bening
saling bertemu
sayang
dua hati
sejernih telaga
berpadu dalam
cinta suci
yang tak akan
pernah mati
nopember dua
puluh
cerah dan cerah
tak ada
selembar mendung
tak ada angin
desah
burung gereja
bernyanyi sampaikan salam
pada gemulai
daun palma
ayah bunda
terkasih
ayah bunda
terkasih
bertemu dalam
satu titik yang cerlang
anak dan anak
terjalin dalam
keresmian adat
menjadi milikku
dan milikmu
begitu indah
begitu cinta
begitu bahagia
penuh gairah
hidup
di atas hikmah
tuhan
nopember dua
puluh
tak akan pernah
terulang
seperti minggu
ini
1966
Nyanyian
Sepasang Daun Waru
dua manusia
berpelukan di
alam semesta
dalam kubangan
air mata
hatinya pecah
bersulang darah
putih tak
seperti darah
karena derita
habiskan warnanya
merah semerbak
bau mawar
karena durinya
terpasang sepanjang perjalanan
manusia kenal
dua ribu warna
jagad raya
punya berapa
baginya cuma
ada warna buta
dan cinta
mendulang misterinya
sacinko, begitu
bisiknya
kocinsa, itulah
sandinya
jarum jam tak
bergoyang lagi
tertindih asa
yang jatuh
dari pusat
jantungnya
konyasa,
rintihnya
sanyako,
hiburnya
jarum waktu
yang congkak
tak mau
mengalah
ikut menikam
dari depan
sanyako,
desahnya
konyasa,
ratapnya
aku ingin punya
kuasa
dan kutuntut
waktu
berjalan
bersama bayanganku
menuju timur
sebelum tengah hari
aku ingin punya
kuasa
mengembalikan
hari-hariku yang hilang
sacinko,
sacinko
kocinsa,
kocinsa
gaungnya tembus
dua belas kisaran
membawa sisa
bau bunga rumput
hari senja,
matahari menjadi bulan
sanyako,
sanyako
konyasa,
konyasa
gemanya sahdu
kandas ditelan ceruk bumi
aku menangis
melihatnya
aku mendengar
tenggelam di dalamnya
9 september
2000
Patiayam
lembahmu yang
datar
rumputmu yang
hijau
sawahmu yang
kuning
cukup air
petani
penggarap sawahmu
penebang-penebang
kayu
kuli jalan raya
dan rel kereta
semuanya
dihidupi air bumimu
menapis
butir-butir keringat
bersama mentari
yang meleleh
kelebihanmu
patiayam
bukanlah
milikmu sendiri
kotamu patiayam
sekedar hanya
menerima warisan tanahmu
sedihnya
patiayam
kala bulan
menghilang dari malam
padi yang
kuning
lari bersama
deru prahoto
dan berputarnya
roda pedati
tinggalkan
mimpi
petani-petanimu
yang setia
penebang-penebang
kayu
gembira masih
dengan bulir jagung di lumbung
kuli-kuli jalan
raya
kuli-kuli rel
kereta
dan seribu mata
cekung
sempat
mendengar deru prahoto
dan kletak-kletik
roda pedati
di akhir mimpi
1969
Rinduku
Kehidupan
siapa
engkau yang menetapkan pembenaran tentang logika
karena
logika hanya ditemukan dalam persamaan cinta
siapa
engkau yang mendulang kebenaran dalam logika
karena
benang merahnya berjalan bersama bayang-bayang kita
siapa
pula engkau yang memasang logika jadi mahkota
karena
laju deritanya menjadi niscaya
kudus,
8 juni 2004
Lahir
Sajak
dikandung
perut bumi
sejak
eva dan adam tak lagi bertelanjang
lahirlah
sebuah sajak
setelah
itu lahir dan lahir lagi
dan
lahir kembali, berlaksa sajak
sebab
sajak adalah sedih dan sepi
7
juni 1970
Semalam
Sebelum Pengantin Tiba
mama
mama
kuketuk
pintu kubur mamaku
kubayang
rona cinta mamaku
memukul
detak jantung
dalam
gelisah kerinduan
satu
saat paling bahagia
mengapa
ditandai air mata?
mengapa
tiada mama kecap?
semalam
sebelum pengantin tiba
mamaku
datang bersama wangi sedap malam
mamaku
tersenyum
mamaku
menangis
dan
hatiku menelungkup
malam
ini
kubelai
wajah mamaku
kutembangkan
lagu pengantin buat mamaku
hingga
fajar gemercik
dan
bunyi lonceng gereja menyongsong pengantin
kusembahkan
anggur pengantin buat mamaku
2
juli 1968
Aku
Mencarimu
aku
mencarimu di deretan kata-kata surat yang kubaca
di
ujung guratan penaku dan di celah-celah tumpukan
informasi
dan data
kubolak-balik
dirimu di halaman agendaku dan
kucari
jejak suaramu di ruang rapatku
di
kilatan cahaya kalkulator kulihat pandanganmu
memudar
dan hilang berbaur warna hijau
dalam
dering tilpon yang tak henti-henti, aku mencarimu
aku
mencarimu di jok depan mobil peugeotku
di
tikungan dan perempatan jalan yang kulewati
di
lekukan-lekukan bonsaiku yang indah dan
di
balik kaca akuariumku
aku
mencarimu ketika kudapati permen di saku kiri celanaku
di
kopiku yang hitam yang kuminum saat mentari
miring
ke barat, kutemukan sepintas hanya bayanganmu
dan
di antara tamu-tamuku, aku mencarimu
aku
mencarimu di kamar mandiku dan di dalam tube odolku
kupijat
dirimu dan meletakkanmu di atas sikat gigiku
kudengar
protesmu menembus cermin yang kutatap
aku
mencarimu di antara lauk-pauk makan malamku
dan
di seputar gelas minumku yang mengembun
yang
berisi air jeruk kesukaanmu
dalam
kepulan asap rokokku, aku mencarimu
aku
mencarimu di gedung bioskop yang penuh penonton
rasanya
engkaulah yang duduk di sebelah kananku
tapi
tak berani aku meraba tanganmu
dalam
mimpiku yang terpatah-patah, aku mencarimu
di
ujung fajar tak kujumpai dirimu di sela-sela ketiakku
ah,
ingin kubelah kepalaku dan mengeluarkanmu dari sana
membaringkanmu
di antara dada dan lengan kananku
tertawa
kecil membaca puisi ini
14
juli 1989
Doa
tuhanku
apabila
kutundukkan hatiku
mengaca
diri setelah gigiku retak
dan
mataku buta semu
kutemukan
diriku
seperti
kuda lari berperang
hakekat
kasihmu
yang
ada dan selalu ada padaku
dan
selalu kuadakan
mendamba
buah yang ranum
yang
belum kuasa kudapat
memaksa
aku gelisah
hidupku
yang sempat tergoda
bising
dan nyala
membuat
aku senyap
dalam
kesementaraan yang gila
tuhanku
meski
dunia berguling
seribu
kali sehari
aku
pun akan mati
dan
kumohon:
akan
tiba satu saat
hatiku
menjadi lumpuh
dan
mata kakiku pecah
tinggal
uluran tanganku
penuh
kepadamu
tak
akan lagi berpaling
1
maret 1970
Doa
kekasihku
betapa
hati ini jadi biru menyebut namamu
yang
dambakan kepergian puisng using dari hati kembara
sebab
padamu kekasih
kudapatkan
hakekat hidup ini
yang
membawa awan kecemasan pada mega ria
hingga
tinggal hidup untuk kau
bersama
dara yang paling kucinta
kekasihku
kala
aku kenang pekik kengerian yang menyayat
melengking
lewat jiwa-jiwa tualang papa
aku
jadi ingat satu tragedi kuno
dari
sodom dan gomorah
pada
tiang garam di laut mati
dan
sahdunya malam ini, sahdunya
iku
tangisi domba yang sesat
kekasihku
cahyamu
telusuri liku-liku kesenduan mayapada
melebihi
kristal bintang yang paling cemerlang
panas
menembus jiwa-jiwa nanar di riba dosa
sirami
indahnya bunga bakung yang terpahat di hati
hingga
semuanya tengadah
di
bawah kakimu yang suci agung
tiada
bisa berpaling
1966
Hidup
hidup
adalah gerak
gerak
adalah arah
arah
adalah alam semesta
dan
alam semesta adalah
senyawa
liang rahim dan
liang
lahat
kudus,
28.11.90
Tentang Sosiawan Leak
Sosiawan
Leak lahir di Solo 1967. Seorang penyair dan deklamator puisi yang melakukan
perjalanan sastra di banyak kota di Indonesia. Juga menulis sejumlah naskah
lakon yang disutradarai dan dipentaskan bersama Kelompok Teater Klosed sejak
1998. Puisinya tersebar di berbagai media massa dan antologi bersama. Tahun 2003 diundang ke Poetry on The Road
(Internationalies Literatur Festival Bremen) dan sempat menjadi pembicara tamu
di Universitas Hamburg dan Passau, Jerman.
Tentang Thomas Budi Santoso
Thomas
Budi Santoso lahir di Pati, 19 November 1944. Menulis puisi sejak tahun 1960-an
dan tersebar di berbagai media massa dan antologi puisi bersama. Ia adalah
Penasehat Dewan Kesenian Kudus. Kini tinggal di Kudus dan bekerja di PT Djarum
sebagai direktur produksi.
Catatan
lain
Jika Dunia Bogambola dibagi dalam beberapa
bagian, maka Nyanyian Sepasang Daun Waru
lempang, tak terbagi-bagi. Dunia
Bogambola dibagi atas 6 episode, yaitu Episode Bidak Cinta (8 puisi),
Barisan Barbar (8 puisi), Kandang
Nurani (10 puisi), Para Penjarah (7
puisi), Masa Tuba (7 puisi), dan
Kamar Lembab (8 puisi). Ada dua puisi yang ditulis bersama, yaitu Di 61 Tahun dan Melangkah ke 2006. Berikut puisi yang ditulis bersama tersebut:
Di 61 Tahun
hari ini
ingin aku kembali memasuki rahim ibuku
tetapi tak
tertulis kodratNya demikian
hari ini
aku bersyukur karena andaikan bisa
tak
terbayang betapa besar dukaku melihat
perbedaan
kelembutan rahim ibuku dan kerasnya tanah yang
kupijak
hari ini
aku bahagia karena ungkapan bahagia darimu, sahabatku
hari ini
aku bersyukur sebab Tuhan menopangku
sehingga
kakiku tak terluka dan tetap melangkah di bumi
kehidupan
(thomas budi santoso)
tapi kita
kadung tanah
yang ditiup
roh hingga nyawa berumah
menjentera
hidup yang gelegak
saling
mamah; kecuali puisi
sedang kau
tahu; malaikat dan nabi enggan mampir di ranahnya
sesekali
cuma
dijamu
penyair sufi
tapi kita
tak!
kita cuma
serpih gelombang jaman yang kalah
kembali ke
tanah sebelum nemu rumah
(sosiawan leak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar