Data buku kumpulan puisi
Judul : Mantra Rindu
Penulis : Kulsum Belgis
Cetakan : I, Januari 2012
Penerbit : mingguraya Press, Banjarbaru.
Tebal : viii + 132 halaman
(115 puisi)
ISBN:
978-602-98970-7-4
Editor: H.
E. Benyamine
Desain
sampul: Harie Insani Putra
Ilustrasi
sampul: Zian Armie Wahyufi
Desain isi:
Indrian Koto
Beberapa
pilihan puisi Kulsum Belgis dalam
Mantra Rindu
Memetik Daun Surga
bersamamu kulalui lebih dari seribu malam,
bertasbih di
gemerlap bintang dan berkaca di merah bulan,
meski telah
kuutus angin memetik daun surga tuk menyeka air
mata
namun tak mampu kubendung hujan duri timbulkan
perih di
kulit ari, kau laksana malaikat maut yang telah
menancapkan
nasibku di genggaman pasir panas
Martapura, Maret 2011
Seruni
seberapa pantas jiwa dicintai, hingga lembah
hati menggema,
alam keindahan seruni, mari mengkaji senyuman,
atau
menghitung berapa banyak sayap capung menukik
ujung
embun, seberapa pantas jiwa berjanji sampai
pelupuk mata,
rapat tutup bias warna
Martapura, Maret 2011
Kasidah Cinta
rentak jiwa dalam irama
kasidah cinta mengalun
lewat gesekan ujung daun
datanglah kekasih
meski sayap malam memeluk bumi
telah aku singkap tirai hati
menyambut senyum rindu
Martapura,April 2011
Imajinasi
Kupahat langit dengan ujung angin
Gambar lentik matamu bersatu di kelip bintang
Cinta lunglai tersiram rayuan
Kupasrahkan seluruh hati pada garis senyum
Cintaku teramat gelora
Rentak berontak buhul pengikat
Aku telah gelap mata batin
Khayal meraja rejam jiwa
Kan kujemput paksa ragamu
Meski kau di lingkup langit
Perih rindu pecut hasratku
Biarkan aku tetap berandai
Hingga hangus nadiku
Di buncah bara aku tak ngeri
Ketakutanku hanya satu
Bila aku terbangun dari lelap
Maka selesailah mimpiku
Sedang cinta masih panas gelora
Aku tak akan menghentikan
Imajinasiku di pahatan langit
Tetap kulukis sosokmu
Martapura,24 April 2011
Liar
gelisahku mencari embun senja
di untai daun kelakai
jalan setapak berpagar kali kecil
gemericik liukan tubuh ikan dalam tampirai
hingga senja berpayung gerimis
petik bunga liar untuk menyunting rambutku
embun tak jelas dalam tatap
iringan langkah semakin jauh
telusuri hijau batang batang padi
gelisahku puncak kebimbangan
mengartikan sebait syairmu
adakah tangkai padi itu kau
perasaanku semakin liar
terbang terawang goyang
kembang kembang ilalang
harap kepastian satu kata
nyatakan setia pada hari dalam janji
aku menanti
Martapura, 07 April 2011
Amanat
kutulis amanat
pada ribuan bintang
jangan lagi kau mengingatku
sebab malam telah larut
bersegeralah kau bujuk selimut
untuk menghangatkan
mimpi indahmu
biarkan kuhabiskan malam ini
dengan segelas kerinduan
Martapura, April 2011
Rumah Bunga
Kutulis puisi cinta di luruh daun kemuning
Biarkan angin membaca bait sajak
Kepak camar berpasir hitam
Aku telah letih bersuara pekikan
hasrat di sajak cinta
karna kekasihku telah pergi
memasuki rumah bunga aneka warna
Dia telah disuguhkan madu bercawan emas
Dan kekasihku terlelap di bantal
Berseprai sutra ungu
Aku menangisi ujung jemari
Berlingkar cincin berlian
Tak berharap tirai cintaku terkuak
karna kekasihku telah pergi
Memasuki rumah bunga warna warni
Martapura, 06 April 2011
Telaga Mata
Aku mengetuk pintu malam dengan jemari rindu,
nyanyian
angin desah nafas lepas di kembara hati sunyi,
kucari nada
suara di jemari hujan dalam tarian malam, ah
bulan tak
menoreh langit malam ini, bintang begitu enggan
menyapa
putik embun, hatiku teramat sunyi.
Lalu kutanya malam alam mimpi mana yang akan
kumasuki,
sebab semua telah kuimpikan di telaga mata
berair, letihku
telah mencakupi lembah hati.
Martapura, April 2011
Topeng Luka Berwarna Pekat
Kau hampar kenangan kita dalam manis cinta
belia, anganku
menuntun bayanganmu dalam irama rindu panjang,
meski
kisah kita tak jelas di ujung langit, namun
aroma angin
hembuskan harum masa lalu, ah aku merindukan
jalan
perapatan Cihanjuang.
Jangan paksa aku memilih dua pilihan, sebab aku
akan goyah di
semua sisi, biarkan kunikmati malam dengan
keheningannya,
bukankah kau tahu keceriaan tawaku topeng luka
berwarna
pekat, kemesraan yang kau semai runcing ujung
duri, mataku
telah kering tak bertelaga keteduhan hati
utusan hari dalam
pertahanan benteng kesabaran, lalu sampai kapan
aku
menjunjung janji di patah tawa ini.
Martapura, April 2011
Diskusi
(: Ali Syamdusin Arsi)
Lipatan daun merekat di runcing lidi
bungkus paisan hati diam berbumbu
rempah argumentasi
Sebelum matahari menutup sayap
aku masih setia mendengar perdebatan
kritik saran seru derai tawa ketegangan
hilang di merah daging semangka
kilatan pijar semburat dari camera
menggambarkan warna jiwa kita
Aku menghapus keringat
dengan ujung kerudung kuning
tatkala rumah sastra
membanjiri syair dan puisi bungkam jiwa
Aku belum beranjak dari diskusi ini
sebab jawab belum tergenggam
kembali kubuka lipatan daun
merekat di runcing lidi
manis isi kebersamaan
dalam diskusi panjang
Martapura,17 April 2011
Bulan Tembaga
kalau hanya berpegang pada janji luka, kisah
ini akan terbawa
angin tenggara. tapi siapa tahu cintaku bisa
lebih seksama,
sampai kapan aku bisa berjanji bagimu. sampai
saat paling
penghabisan kala bulan lebih tembaga dari waktu
yang telah
terjalani dan aku tetap berpegang pada satu
janji.
Martapura,8 Februari 2011
Tangga
Tulang
Matahari bersorot tajam
panas hawa diam di kesejukan mobil ber AC
X-Over biru langit melaju menjilati hitam aspal
panas
kilometer di titik enampuluh
sepanjang jalan Sebohor melaju
ke mulut kintap arah asam asam
di batu licin akan berlabuh sauh
Luka pandang pada padang sawit terbentang
kokoh hijau menjulang ejekan
pada anak sungai danau kali
berubah warna coklat gumpalan asam berkarat
akar menggumpal bongkar kerak bumi
Pecah padang dan anak gunung Meratus
kikis kaya limpahan cela
mesin mesin kuning menari
geruk gunduk merata
Kucuran peluh anak banua
hujam di batu biji besi pondasi
senyum kering Meratus berpagar sawit
cengkram mulus kulit ari bumi
Perih pandang tembikar
debu debu truk pengangkut tambang
girang gempita para pendatang
hingar kaleng fanta merah
di bibir aspal jalan berlubang
Pemuda banua tangga tulang
hilang amarah di sepiring beras pera berantah
Martapura,9 Maret 2011
Tarian Debu
Dulu moyangku menggantung
Senandung, di puncak hijau gunung
Mantra mantra sakral berkumandang di setiap
mulut lembah
Doa puja puji lagu nina bobo
Burung dan hewan hutanku
Di bening air batu hitam
Moyangku berkaca
Menghitung berapa banyak kerutan di pinggir
mata
Lalu menciduk sejuk embun di batang berlumut
Nyanyian gunung tarian hutan
Dalam irama bening gemericik air
Hari ini moyangku merintih
Di batu nisan amblas dalam galian pasir
Terhumbalang pekik mesin
Merobek gunung lembah hijau
Patah kepak burung burung cici madu
Hamparan lembah berpose lebar jalan
Tarian debu sorak gempita di raung
Mesin truk pengangkut emas hitam
Hitam negeriku
Hitam gunungku
Hitam harapanku
Putih cemerlang dunia
Dalam putih kertas bertulis berita
Martapura,30 Maret 2011
Tentang Kalsum Belgis
Kalsum Belgis lahir di Martapura, 21 Agustus
1978. Mengenyam SMP dan SMA di kota Bandung, sebelum kemudian melanjutkan ke
IKJ. Pernah bergabung dalam Teater mBlink Kuningan arahan Aby Manyu. Kumpulan
puisinya: Mantra Rindu dan Mantra Petapa.
Catatan Lain
Berdasarkan penglihatan sepintas saya, kumpulan
puisi Mantra Rindu berisi puisi-puisi yang ditulis dalam rentang waktu sekitar
4 sampai 5 bulan, sejak 30 Desember 2010 sampai bulan April 2011. Disusun tidak
secara kronologis. Dari 115 sajak, 2 ditulis di Banjarbaru, lainnya Martapura. Diantaranya
ada yang ditulis di dua tempat, yaitu Martapura-Pelaihari dan
Martapura-Mandiangin. Komentar saya tentang puisi Kulsum Belgis, cenderung
melankolis. Jauh dari gambaran pemantra yang menyemburkan kata-kata dengan
bertenaga atau hidupnya lagi kata-kata arkais.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar