Data buku kumpulan puisi
Judul: Kur Lak Lak
Penulis: L.K. Ara
Penerbit: PN. Balai Pustaka, Jakarta.
Cetakan : I, 1982
Tebal : 42 halaman (28
puisi)
BP No. 3012
Perancang kulit :
Budiono
Gambar kulit : Danarto
Beberapa pilihan puisi L.K. Ara dalam Kur Lak Lak
Kur
Lak Lak
kur lak lak
hujan pun berhenti
dingin pun berhenti
gigil pun berhenti
nyeri pun berhenti
kur lak lak
marah pun berhenti
iri pun berhenti
pongah pun berhenti
dengki pun berhenti
kur lak lak
kur lak lak
tambah sore hari sore
tambah tua usia tua
kur lak lak
kur lak lak
Catatan:
kur
lak lak = ungkapan dalam mantera Gayo untuk menunda hujan,agar hari tetap panas
supaya padi yang dijemur petani cepat kering.
Nyanyikan
nyanyikan
rinduku
pada
langit setitik
pada
bumi segenggam
nyanyikan
nyanyikan
mimpiku
pada
bahagia
pada
duka
nyanyikan
nyanyikan
gairahku
pada
hidup
pada
mati
nyanyikan
nyanyikan
langitku
tak
beratap
bumiku
tak berlantai
nyanyikan
Saat
saat
burung balam bernyanyi
di
atas pohon asam
aku
memandangmu
kau
tersenyum
lalu
menggeraikan rambut
di
atas rumput
saat
burung balam bernyanyi
di
atas pohon asam
aku
tergolek
terasa
bau daun
bau
tanah
bau
matahari senja
dan
wangi lehermu
saat
burung balam bernyanyi
di
atas pohon asam
bernyanyi
merdu
kita
pun bernyanyi
bernyanyi
dan bernyanyi
lalu
terdengar langkah malam
yang
aneh
lalu
terdengar bisik malam
yang
ajaib
menyapa
kita
dan
kita terus bernyanyi
juga
dalam tidur
Kur
datanglah
datanglah
datanglah
ombak bersama gemuruhmu
datanglah
angin bersama derumu
datanglah
datanglah
datanglah
awan bersama ratapmu
datanglah
datanglah
datanglah
embun bersama wangimu
datanglah
datanglah
datanglah
nyanyian bersama jeritmu
datanglah
datanglah
datanglah
datanglah
datanglah
cahaya bersama pedangmu
datanglah
datanglah
datanglah
datanglah
datanglah
datanglah
kur
semangat
Iya
angkasa
yang sepi
lihatlah
ibu
terbang
sebelah
sayapnya
iya
bumi
tua
lihatlah
bapa berjalan
sebelah
kakinya
iya
matahari,
bulan, dan bintang-bintang
yang
semua nampak serta
terbungkuk-bungkuk
menerangi
ibu
dan bapa menempuh jalannya
iya
Sayur Batu
di
bawah senja basah
kusayur
batu
kuminum
kuahnya
kuhirup
wanginya
malam
itu
tidurku
lelap
dan
mimpi
membuat
sayur batu
meminum
kuahnya
menghirup
wanginya
lalu
aku menggigil
bumi
bergoncang
jariku
mulai kaku
kakiku
mengeras
tubuhku
mengeras
janggutku
mengeras
aku
jadi batu
Nyanyian Pengantin
kuanyam
bunga
tempat
bercinta kasihku
kau
dan aku
kuanyam
temali
tempat
ayunan kasihku
kau
dan aku
kuanyam
rumputan
tempat
penganan kasihku
kau
dan aku
kuanyam
dedaunan
tempat
tidur kasihku
kau
dan aku
kuanyam
angan
tempat
mimpi kasihku
kau
dan aku
kuanyam
bulan
tempat
janji kasihku
kau
dan aku
kuanyam
bumi
tempat
berteka-teki kasihku
kau
dan aku
kuanyam
dunia
tempat
bercanda kasihku
kau
dan aku
dan
kuanyam
juga makam
tempat
terakhir diam kasihku
kau
dan aku
Teka-teki 1
yang
tersimpan di balik senyum
yang
tersimpan di balik kata-kata manis
apa
namanya
yang
kau genggam dalam jari
saat
marah
yang
kau genggam dalam hati
saat
menangis
apa
namanya
yang
kauharap saat dia datang
yang
kauharap saat dia pergi
apa
namanya
dibalik
ketiak
dibalik
jari
dibalik
dada
dibalik
dahi
dibalik
suara
dibalik
tepi
di
balik sepi
dibalik
itu
dibalik ini
teka-teki
tak bertepi
Wahai
pergi tanpa ikuti
wahai
hilang tanpa cari
wahai
rusak tanpa ganti
wahai
mati tanpa tangis
wahai
Salam
1
salam kepada pintu terbuka yang tersenyum memandang kita
salam kepada kerikil yang menciumi kaki kita yang bersih dan kotor
salam kepada bunga di dalam pot dan bunga di luar pot yang memberi
wangi harum kepada kita
salam kepada rumput yang hijau yang jadi permadani
salam kepada kendi yang berisi air dingin yang membasuh tangan, kaki,
dan wajah kita
salam kepada tangga yang tinggi yang diam dan setia
salam kepada lantai yang rapat dan renggang
salam kepada tikar yang terkembang dalam warna-warni yang meng-
asyikkan mata
salam kepada seisi rumah, lelaki, perempuan yang besar dan kecil
salam kepada kita semua
salam.
Si
Metunmetun
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
anakku
apa yang sudah terjadi
mengapa jadi begini
tubuhmu berobah
simpuhmu berobah
pandangmu berobah
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
anakku
bapamu pulang haus dan lelah
ingin minum dan sedikit juadah
mengapa duduk di sudut rumah
mengapa meloncat ke jendela
mengapa terbang ke bubungan
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
mungkinkah derita tak tertahan
mungkinkah luka tak tertahan
mungkinkah sepi
mungkinkah dengki
mungkinkah ibu tiri
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
turunlah anakku
turunlah mutiaraku
turunlah detak nadiku
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
ketika kau meloncat ke pohon asam
ketika kau meloncat ke pohon jambu
ketika kau meloncat ke pohon nangka
ketika kau meloncat ke pohon bambu
tubuhku diam beku
kuatir nasibmu
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
turunlah anakku
turunlah ke bapamu
kutebang sudah pohon asam
kutebang sudah pohon jambu
kutebang sudah pohon nangka
kutebang sudah pohon bambu
dankau meloncat lagi
ke pohon lebih tinggi
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
tubuhku letih
lelah dan letih
aku tertidur di pohonmu
lalu kurasa
tanganmu mencabuti duri
dari telapak kaki
dari tangan dari badan
dari betis dari alis
lalu kurasa
jemarimu mengusap wajahku
mengusap rambutku
mengusap dadaku
mengusap sanubariku
lalu kurasa
leherku basah
oleh air matamu
lalu kurasa
tanganku kaubawa
ke bibirmu yang bergetar
anakku
jangan pergi lagi
dan saat kutangkap tanganmu
kau mengelak dan terbang
wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo
catatan:
si
metunmetun - nama seorang gadis dalam cerita rakyat Gayo yang menjadi hewan
wo
wi wo - ungkapan bunyi dalam
mantera Gayo dan atausuara orang hutan
uwo - nama sejenis hewan ( orang hutan)
di Gayo
Anak-anak
Itu
semua anak-anak itu
serempak berteriak
“aku ingin jadi Banta Berensyah”
anak-anak itu tahu kisah Berensyah
yang berani dan gagah
mematikan naga sekali cecah
menjulur ke atas pohon
begitu kisahnya konon
sang naga ingin memakan
garuda kecil jadi penganan
dalam sangkarnya lelap garuda itu
sangat kecil belum berbulu
ibunya pergi mencari rezeki
untuk anak buah hati
anak garuda terjaga
demi mendengar badai dengus
yang keluar dari hidung naga yang rakus
matanya merah dengan lidah terjulur
mulutnya terbuka meneteskan air liur
tiba-tiba
pang
pedang Banta Berensyah
menetak tubuh naga
terpotong dua
menggelepar-gelepar ia
kemudian habislah riwayatnya
Banta Berensyah tersenyum
garuda kecil tersenyum
dedaunan pun tersenyum
air kolam di bawah pun tersenyum
surya pun tersenyum
dan ibu garuda yang baru tiba
mendengar cerita
menitikkan air mata
kemudian
sambil merangkul anaknya
ia tersenyum pula
semua anak-anak itu
dengan sengit
serempak menjerit
“aku ingin jadi Banta Berensyah”
Catatan:
Hu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
di langit Putri Bejenyun namamu
di bumi Putri Rempes namamu
di hutan Putri Sempol namamu
di laut Putri Begerbang namamu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
pergi pergilah Putri Bejenyun
pergi pergilah Putri Rempes
pergi pergilah Putri Sempol
pergi pergilah Putri Begerbang
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
raib raiblah engkau
raib raiblah dalam kilau
raib raiblah dalam silau
raib raiblah dalam risau
raib raiblah dalam kicau
raib raiblah engkau
lenyaaaaaaaaaaaaaap
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huf huuuuuuuf huuuuuuuuuuuf
Catatan:
Nama-nama seperti Bejenyun,
Rempes, Sempol, dan Begerbang adalahmerupakan tokoh-tokoh hitam dalam mantera
Gayo
Tentang
L.K. Ara
L.K. Ara lahir di Takengon, Aceh. Saat pindah ke Medan
dan belajar/sekolah pagi hari di Taman Madya, Taman Siswa (SMA), dan di sore
hari menjadi pengantar Koran. Pernah mengasuh ruang seni sastra pada Koran
Mimbar Umum, Medan. Di Jakarta, mula-mula bekerja sebagai guru SMP “Sinar
Kemajuan” (1959), menjadi pegawai di kantor Kabinet Perdana Menteri dan tahun
1963 pindah ke Balai Pustaka. Bersama M. Taslim Ali dan Rusman Sutiasumarga
mendirikan “Teater Balai Pustaka”. Buku-bukunya: Angin Laut Tawar (1969), Kumandang
(1971), Namaku Bunga (1981), Anggrek Berbunga (1982), Kur Lak Lak (1982), Buah Buah di Kebun (1982)
Catatan
Lain:
Dalam Kata Pengantar disebutkan bahwa kumpulan sajak Kur Lak Lak terbagi atas dua bagian. Bagian
pertama, sajak-sajak yang tampak berangkat dari dalam dirinya, dan kedua,
sajak-sajak yang berangkat dari khazanah sastra lama daerah Gayo – bumi
kelahirannya – yaitu berupa teka-teki, peribahasa, cerita rakyat dan mantera.
Jika
kumpulan Angin Laut Tawar lebih
romantik dan tampak dekat dengan alam, maka Kur
Lak Lak disebutkan lebih dekat kepada khazanah sastra lama Gayo, dan
disebutkan pula bahwa penyair dalam sepuluh tahun terakhir sedang giat
mendokumentasikan sastra lama Gayo. Namun dikatakan, yang tidak berbeda dari
kedua kumpulan sajak itu adalah kesederhanaan pengungkapannya. Atau dalam
bahasa si pengantar: kesederhanaan seseorang yang meninggalkan desa dan
‘kembali ke desanya lagi’ walaupun ia sehari-harinya hidup dalam gemuruh kota
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar