Minggu, 01 November 2015

L.K. Ara: KUR LAK LAK




Data buku kumpulan puisi

Judul: Kur Lak Lak
Penulis: L.K. Ara
 Penerbit: PN. Balai Pustaka, Jakarta.
Cetakan : I, 1982
Tebal : 42 halaman (28 puisi)
BP No. 3012
Perancang kulit : Budiono
Gambar kulit : Danarto

Beberapa pilihan puisi L.K. Ara dalam Kur Lak Lak

Kur Lak Lak

kur lak lak
hujan pun berhenti
dingin pun berhenti
gigil pun berhenti
nyeri pun berhenti

kur lak lak
marah pun berhenti
iri pun berhenti
pongah pun berhenti
dengki pun berhenti

kur lak lak
kur lak lak
tambah sore hari sore
tambah tua usia tua
kur lak lak
kur lak lak

Catatan:
kur lak lak = ungkapan dalam mantera Gayo untuk menunda hujan,agar hari tetap panas supaya padi yang dijemur petani cepat kering.



Nyanyikan

nyanyikan rinduku
pada langit setitik
pada bumi segenggam
nyanyikan

nyanyikan mimpiku
pada bahagia
pada duka
nyanyikan

nyanyikan gairahku
pada hidup
pada mati
nyanyikan

nyanyikan langitku
tak beratap
bumiku tak berlantai
nyanyikan


Saat

saat burung balam bernyanyi
di atas pohon asam
aku memandangmu
kau tersenyum
lalu menggeraikan rambut
di atas rumput

saat burung balam bernyanyi
di atas pohon asam
aku tergolek
terasa bau daun
bau tanah
bau matahari senja
dan wangi lehermu

saat burung balam bernyanyi
di atas pohon asam
bernyanyi merdu
kita pun bernyanyi
bernyanyi dan bernyanyi
lalu terdengar langkah malam
yang aneh
lalu terdengar bisik malam
yang ajaib
menyapa kita
dan kita terus bernyanyi
juga dalam tidur


Kur

datanglah datanglah
datanglah ombak bersama gemuruhmu
datanglah angin bersama derumu
datanglah datanglah
datanglah awan bersama ratapmu
datanglah datanglah
datanglah embun bersama wangimu
datanglah datanglah
datanglah nyanyian bersama jeritmu
datanglah datanglah
datanglah datanglah
datanglah cahaya bersama pedangmu
datanglah datanglah
datanglah datanglah
datanglah datanglah
kur semangat


Iya

angkasa yang sepi
lihatlah
ibu terbang
sebelah sayapnya

iya

bumi tua
lihatlah bapa berjalan
sebelah kakinya

iya

matahari, bulan, dan bintang-bintang
yang semua nampak serta
terbungkuk-bungkuk menerangi
ibu dan bapa menempuh jalannya

iya          


Sayur Batu

di bawah senja basah
kusayur batu
kuminum kuahnya
kuhirup wanginya

malam itu
tidurku lelap
dan mimpi
membuat sayur batu
meminum kuahnya
menghirup wanginya
lalu aku menggigil
bumi bergoncang
jariku mulai kaku
kakiku mengeras
tubuhku mengeras
janggutku mengeras
aku jadi batu


Nyanyian Pengantin

kuanyam bunga
tempat bercinta kasihku
kau dan aku

kuanyam temali
tempat ayunan kasihku
kau dan aku

kuanyam rumputan
tempat penganan kasihku
kau dan aku

kuanyam dedaunan
tempat tidur kasihku
kau dan aku

kuanyam angan
tempat mimpi kasihku
kau dan aku

kuanyam bulan
tempat janji kasihku
kau dan aku

kuanyam bumi
tempat berteka-teki kasihku
kau dan aku

kuanyam dunia
tempat bercanda kasihku
kau dan aku

dan
kuanyam juga makam
tempat terakhir diam kasihku
kau dan aku


Teka-teki 1

yang tersimpan di balik senyum
yang tersimpan di balik kata-kata manis
apa namanya

yang kau genggam dalam jari
saat marah
yang kau genggam dalam hati
saat menangis
apa namanya

yang kauharap saat dia datang
yang kauharap saat dia pergi
apa namanya

dibalik ketiak
dibalik jari
dibalik dada
dibalik dahi
dibalik suara
dibalik tepi
di balik sepi
dibalik itu
dibalik ini
teka-teki
tak bertepi


Wahai

pergi tanpa ikuti
wahai
hilang tanpa cari
wahai
rusak tanpa ganti
wahai
mati tanpa tangis
wahai


Salam 1

salam kepada pintu terbuka yang tersenyum memandang kita
salam kepada kerikil yang menciumi kaki kita yang bersih dan kotor
salam kepada bunga di dalam pot dan bunga di luar pot yang memberi
            wangi harum kepada kita
salam kepada rumput yang hijau yang jadi permadani
salam kepada kendi yang berisi air dingin yang membasuh tangan, kaki,
            dan wajah kita
salam kepada tangga yang tinggi yang diam dan setia
salam kepada lantai yang rapat dan renggang
salam kepada tikar yang terkembang dalam warna-warni yang meng-
            asyikkan mata
salam kepada seisi rumah, lelaki, perempuan yang besar dan kecil
salam kepada kita semua
salam.


Si Metunmetun

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

anakku
apa yang sudah terjadi
mengapa jadi begini
tubuhmu berobah
simpuhmu berobah
pandangmu berobah

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

anakku
bapamu pulang haus dan lelah
ingin minum dan sedikit juadah
mengapa duduk di sudut rumah
mengapa meloncat ke jendela
mengapa terbang ke bubungan

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

mungkinkah derita tak tertahan
mungkinkah luka tak tertahan
mungkinkah sepi
mungkinkah dengki
mungkinkah ibu tiri

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

turunlah anakku
turunlah mutiaraku
turunlah detak nadiku

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

ketika kau meloncat ke pohon asam
ketika kau meloncat ke pohon jambu
ketika kau meloncat ke pohon nangka
ketika kau meloncat ke pohon bambu
tubuhku diam beku
kuatir nasibmu

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

turunlah anakku
turunlah ke bapamu
kutebang sudah pohon asam
kutebang sudah pohon jambu
kutebang sudah pohon nangka
kutebang sudah pohon bambu
dankau meloncat lagi
ke pohon lebih tinggi

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

tubuhku letih
lelah dan letih
aku tertidur di pohonmu

lalu kurasa
tanganmu mencabuti duri
dari telapak kaki
dari tangan dari badan
dari betis dari alis
lalu kurasa
jemarimu mengusap wajahku
mengusap rambutku
mengusap dadaku
mengusap sanubariku
lalu kurasa
leherku basah
oleh air matamu
lalu kurasa
tanganku kaubawa
ke bibirmu yang bergetar
anakku
jangan pergi lagi
dan saat kutangkap tanganmu
kau mengelak dan terbang

wo wi wo
si metunmetun
menjadi uwo

catatan:
si metunmetun - nama seorang gadis dalam cerita rakyat Gayo yang menjadi hewan
wo wi wo          - ungkapan bunyi dalam mantera Gayo dan atausuara orang hutan
uwo                   - nama sejenis hewan ( orang hutan) di Gayo


Anak-anak Itu

semua anak-anak itu
serempak berteriak
“aku ingin jadi Banta Berensyah”

anak-anak itu tahu kisah Berensyah
yang berani dan gagah
mematikan naga sekali cecah

menjulur ke atas pohon
begitu kisahnya konon
sang naga ingin memakan
garuda kecil jadi penganan
dalam sangkarnya lelap garuda itu
sangat kecil belum berbulu
ibunya pergi mencari rezeki
untuk anak buah hati

anak garuda terjaga
demi mendengar badai dengus
yang keluar dari hidung naga yang rakus
matanya merah dengan lidah terjulur
mulutnya terbuka meneteskan air liur

tiba-tiba
pang
pedang Banta Berensyah
menetak tubuh naga
terpotong dua
menggelepar-gelepar ia
kemudian habislah riwayatnya

Banta Berensyah tersenyum
garuda kecil tersenyum
dedaunan pun tersenyum
air kolam di bawah pun tersenyum
surya pun tersenyum
dan ibu garuda yang baru tiba
mendengar cerita
menitikkan air mata
kemudian
sambil merangkul anaknya
ia tersenyum pula

semua anak-anak itu
dengan sengit
serempak menjerit
“aku ingin jadi Banta Berensyah”

Catatan:
Banta Berensyah = nama seorang tokoh dalam sebuah dongeng daridaerah Gayo.


Hu

huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

di langit Putri Bejenyun namamu
di bumi Putri Rempes namamu
di hutan Putri Sempol namamu
di laut Putri Begerbang namamu

huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

pergi pergilah Putri Bejenyun
pergi pergilah Putri Rempes
pergi pergilah Putri Sempol
pergi pergilah Putri Begerbang

huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

raib raiblah engkau
raib raiblah dalam kilau
raib raiblah dalam silau
raib raiblah dalam risau
raib raiblah dalam kicau
raib raiblah engkau
lenyaaaaaaaaaaaaaap

huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

huf huuuuuuuf huuuuuuuuuuuf

Catatan:
Nama-nama seperti Bejenyun, Rempes, Sempol, dan Begerbang adalahmerupakan tokoh-tokoh hitam dalam mantera Gayo


Tentang L.K. Ara
L.K. Ara lahir di Takengon, Aceh. Saat pindah ke Medan dan belajar/sekolah pagi hari di Taman Madya, Taman Siswa (SMA), dan di sore hari menjadi pengantar Koran. Pernah mengasuh ruang seni sastra pada Koran Mimbar Umum, Medan. Di Jakarta, mula-mula bekerja sebagai guru SMP “Sinar Kemajuan” (1959), menjadi pegawai di kantor Kabinet Perdana Menteri dan tahun 1963 pindah ke Balai Pustaka. Bersama M. Taslim Ali dan Rusman Sutiasumarga mendirikan “Teater Balai Pustaka”. Buku-bukunya: Angin Laut Tawar (1969), Kumandang (1971), Namaku Bunga (1981), Anggrek Berbunga (1982), Kur Lak Lak (1982), Buah Buah di Kebun (1982)


Catatan Lain:
Dalam Kata Pengantar disebutkan bahwa kumpulan sajak Kur Lak Lak terbagi atas dua bagian. Bagian pertama, sajak-sajak yang tampak berangkat dari dalam dirinya, dan kedua, sajak-sajak yang berangkat dari khazanah sastra lama daerah Gayo – bumi kelahirannya – yaitu berupa teka-teki, peribahasa, cerita rakyat dan mantera.
            Jika kumpulan Angin Laut Tawar lebih romantik dan tampak dekat dengan alam, maka Kur Lak Lak disebutkan lebih dekat kepada khazanah sastra lama Gayo, dan disebutkan pula bahwa penyair dalam sepuluh tahun terakhir sedang giat mendokumentasikan sastra lama Gayo. Namun dikatakan, yang tidak berbeda dari kedua kumpulan sajak itu adalah kesederhanaan pengungkapannya. Atau dalam bahasa si pengantar: kesederhanaan seseorang yang meninggalkan desa dan ‘kembali ke desanya lagi’ walaupun ia sehari-harinya hidup dalam gemuruh kota Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar